Topswara.com -- Bandara Kualanamu merupakan sebuah Bandara Internasional yang termasuk dalam urutan ketiga bandara terbesar di Indonesia. Dikabarkan bandara ini melalui PT Angkasa Pura II akan mengembangkan Bandara Kualanmu (Deli Serdang) ini untuk menjadi salah satu mesin pertumbuhan ekonomi. (CNBC Indonesia, 2 Desember 2021).
Pertemuan Budi Karya Sumadi selaku MenHub Indonesia dan Duta Besar Amerika Serikat (AS) Joseph R Donovan dikabarkan menawarkan beberapa kerjasama bisnis dalam pengoperasian sejumlah bandara di Indonesia yang salah satu sasarannya adalah bandara Kualanmu ini. Rencananya saham dari bandara Kualanmu ini akan dilepaskan sekian persen, yang dari inilah akan menjadi investasi dalam mengembangkan Kualanamu dan Sepinggan. (Antara.com, 1 Desember 2021)
Setelah melakukan banyak pertemuan dan penawaran, GMR Airport Consortium adalah nama yang memenangkan tender pengelolaan Bandara Kualanamu di Deli Serdang, Sumatera Utara. Dikabarkan dalam waktu kedepan GMR inj akan bersama-sama mengelola bandara Kualanmu selama 25 tahun melalui kemitraan strategis (strategic partnership) dengan PT Angkasa Pura II. (Kumparan.com, 26 November 2021)
Akan tetapi jika ditelaah lebih jauh kerjasama ini alih-alih untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, tapi yang ada berkemungkinan besar bisa merugikan Indonesia. Sebab kita bisa lihat sekarang saja ketika bandara itu belum dikelola oleh pihak asing, tenaga kerja Cina bebas keluar masuk ke dalam negeri apalagi kalau dikelola asing, akan jadi seperti apa lagi.
Maka kerjasama seperti ini seharusnya ditelaah lebih luas kira-kira dampak apa saja yang kita terima. Sebab, jika tidak diperhitungkan lebih dalam sangat berbahaya untuk masyarakat Indonesia. Apalagi kita bisa ketahui bersama kalau India memiliki kekuatan militer yang dianggap sebagai salah satu terbaik di dunia. Selain itu India juga memiliki senjata nuklir layaknya Amerika, Israel, China, dan Rusia.
Mereka adalah negara yang sering membuat konflik di wilayah negara lain seperti dengan Pakistan yang terjadi dalam waktu yang lama dan sangat mungkin akan melibatkan Cina dan Amerika. Lalu akan jadi seperti apa Indonesia jika bekerja sama dengan negara yang sewaktu-waktu bisa menganggu keamanan negara?
Inilah fakta hidup dalam sistem kapitalisme, yang secara fisik pembangunan infrastruktur memang terlihat mentereng dan seakan membawa perubahan besar. Akan tetapi bahaya di belakangnya sangat mengerikan adanya, sebab jika negara gagal membayar utangnya atau ada ketidak puasan dalam kerjasama bisa-bisa aset strategis akan menjadi jaminan dan incaran.
Maka apalah guna infrastruktur bagus dimana-mana jika hal itu pada akhirnya hanya akan menguntungkan segelintir elite saja. Begini lah fakta ketika dalam mengelola negara hanya dipenuhi ambisi kekuasaan dan keuntungan, dengan pandangan kapitalisme sekuler. Kebijakan yang dilakukan sangat kapitalistik neoliberal, bukan menguntungkan rakyat, tetapi justru merugikan banyak hal tentang kepentingan rakyat.
Berbeda dengan Islam, dalam Islam berbagai kebijakan negara termasuk pengelolaan bandara beserta pembangunan infrastruktur haruslah memberikan dampak positif yang besar bagi kehidupan masyarakat. Sebab, infrastruktur adalah salah satu kewajiban negara dalam menyediakan fasilitas publik yang bisa terakses secara mudah dan gratis oleh semua warga negara.
Sebelum Barat mendominasi, Islam sudah membangun infrastruktur mutakhir pada masanya. Pada masa kekhalifahan Islam, pembangunan infrastruktur berjalan pesat. Jalan-jalan di Kota Baghdad, Irak (pada abad ke-8) saat itu sudah terlapisi aspal pada masa Khalifah Al-Mansur pada 762 M, sedangkan Eropa baru membangun jalan pada abad ke-18.
Di dalam mendanai pembangunan infrastruktur itu, Khalifah Umar bin Khaththab menggunakan anggaran khusus di Baitulmal. Islam tidak akan mengalokasikan pembiayaan infrastruktur dengan jalan utang riba atau investasi asing. Negara akan memodali secara penuh pembiayaan pembangunan infrastruktur dari kas Baitulmal yang terdiri dari harta fai, ghanimah, anfal, usyur, khumus, rikaz, zakat, jizyah, kharaj, serta pengelolaan barang tambang, dan lainnya.
Seluruh prinsip tersebut di atas haruslah ditopang oleh fungsi negara yang sahih yaitu negara yang berperan sebagai raa’in dan junnah (penanggung jawab dan pelindung) berikut keseluruhan sistem kehidupan Islam yang hanya serasi dengan kedua fungsi sahih khususnya sistem ekonomi Islam dan sistem politik Islam. Dan hanya kepada khilafah harapan satu-satunya untuk mewujudkan adanya sebuah tatanan kehidupan baru, sebuah aturan kehidupan islam terbaik, yakni penerapan syariat islam secara kafah baik pada politik dalam negeri mapun luar negeri dalam naungan Khilafah.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
يا أيها الذين آمنوا استجيبوا لله وللرسول إذا دعاكم لما ÙŠØييكم
“Wahai orang-orang yang beriman penuhilah seruan Allah dan RasulNya apabila menyeru kalian kepada sesuatu yang memberikan kehidupan kepada kalian“. (QS Al Anfal [8] : 24). Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Oleh: Ir. H. Izzah Istiqamah
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar