Topswara.com -- Viralnya Ibu Trimah yang 'dibuang' oleh anaknya sendiri ke panti jompo beberapa waktu lalu, memberikan kita banyak pelajaran berharga tentang beratnya ujian birrul walidain di sistem kehidupan kapitalis hari ini. Betapa tidak, hanya karena kesibukan bekerja, anak-anak itu menyingkirkan orang tuanya sendiri.
Tak dipungkiri kapitalisme memang menjadikan banyak orang harus menghabiskan waktunya di dunia kerja. Bukan hanya para suami, tetapi juga para istri. Apalagi kalau bukan demi pemenuhan materi. Kapitalisme menjadikan perekonomian rakyat kian terjepit, sebab harga-harga kebutuhan hidup kian melambung tinggi. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan pokok saja, rakyat harus jungkir balik mengais rupiah.
Di sisi lain, kaum pemuja prestise tak mau ketinggalan eksis, mereka membeli barang mahal meski kantong tak cukup tebal. Akhirnya, terpaksa terjerat pinjaman ribawi ke bank atau pinjol. Konsekuensinya, begitu banyak cicilan yang harus dibayarkan setiap bulannya, belum lagi bunga yang terus membengkak. Sudahlah terbebani secara materi, terbebani pula oleh beratnya dosa riba. Naudzubillah!
Akibat kebutuhan hidup yang bejibun, akhirnya para istri pun harus ikut terjun banting tulang membantu suami. Anak-anak ditinggal bersama baby sitter, tak terurus oleh tangan orang tua sendiri. Lebih-lebih jika harus mengurus orang tua yang lansia, tentu saja tak ada waktu. Maka, pilihannya adalah menitipkan mereka ke panti jompo.
Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah.
Peribahasa itu sangat tepat kiranya dengan realita kehidupan hari ini. Betapa banyak orang tua yang diabaikan oleh anak-anaknya sendiri di masa tuanya. Mereka telah sibuk dengan keluarganya masing-masing. Jangankan memberikan bantuan materi kepada orang tuanya, mengunjunginya saja mungkin sangat jarang. Betapa banyak juga para lelaki yang lebih mementingkan kebutuhan istrinya ketimbang ibunya. Padahal dalam Islam, seorang anak lelaki tetap berkewajiban menanggung ibunya meski ia telah menikah.
Aisyah ra. bertanya kepada Rasulullah SAW: "Siapakah yang berhak terhadap seorang wanita?" Rasulullah menjawab "Suaminya (apabila sudah menikah)". Aisyah bertanya lagi "Siapakah yang berhak terhadap seorang laki-laki?" Rasulullah menjawab "Ibunya" (HR. Muslim)
Padahal dahulu, para anak itu dikandung, dilahirkan, disusui, dan dibesarkan dengan penuh pengorbanan dan kasih sayang. Lelah tak dirasa, bahkan saat sakit pun tetap ada sebongkah cinta untuk tetap membersamai buah hati. Benarlah adanya bahwa seorang ibu sanggup mengurus 10 anak, namun 10 anak belum tentu sanggup mengurus seorang ibu.
Pondasi Hadapi Ujian
Sistem kapitalis hari ini menyajikan banyak ujian dalam berbakti kepada orang tua, terutama ibu. Maka semestinya kita mengupayakan benteng kokoh di dalam diri kita agar ujian tersebut mampu kita lewati sesuai tuntunan syariat.
Pertama, pahami dengan sepenuh hati bahwa birrul walidain atau berbakti kepada orang tua adalah perintah Allah SWT. Barangsiapa mengabaikan hal tersebut, niscaya akan ada dosa sebagai konsekuensinya, sebaliknya jika dilaksanakan maka berbuah pahala. Adapun bentuk bakti yang dapat kita lakukan adalah memberinya nafkah (terutama bagi anak laki-laki)sesuai kemampuan kita, memberi perhatian dan kasih sayang, berkata lemah lembut, dan tidak menyakitinya.
Allah SWT berfirman:
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik."(T.QS al-Isra [17] : 23)
Bahkan Allah mengancam kepada siapa saja yang mengabaikan orang tuanya di usia lanjut.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk surga,” (HR.Muslim)
Kedua, jangan membebani orang tua dengan menitipkan anak-anak kita kepada mereka. Dahulu mereka repot mengurus kita saat kecil, apakah kita tega merepotkan mereka pula dengan harus mengurus anak-anak kita? Tidakkah kita memberikan mereka waktu untuk beristirahat menikmati masa tuanya?
Jika kita ada kelebihan rezeki, bantulah mereka dengan menyediakan khadimat (ART) untuk membantu meringankan beban orang tua kita.
Ketiga, pahami bahwa ketika kita memberikan kebahagiaan kepada orang tua kita di usia tuanya, tidak menyusahkannya. Niscaya kita akan mendapatkan ridanya, yang artinya kita pun mendapatkan rida Allah ta'ala.
Rasulullah SAW bersabda:
"Rida Allah tergantung pada rida orang tua, dan murka Allah tergantung pada murka orang tua. " (HR. Tirmidzi dan Al-Hakim)
Adapun jika Allah telah rida atas kita, maka Insya Allah hidup kita akan bertabur berkah. Maka, kejarlah rida orang tua demi mendapat rida Allah.
Kesempurnaan Birrul Walidain Dalam Islam
Jika sistem kapitalis membuat orang sibuk berlomba mengejar materi demi tuntutan kebutuhan ekonomi, sehingga tak punya waktu mengurus orang tua. Maka berbeda halnya dengan sistem Islam. Sistem Islam ketika diterapkan, maka negara akan meri'ayah rakyatnya dengan syariat Islam sehingga akan tercipta kesejahteraan.
Masyarakat takkan terjerat dalam kemiskinan sistemis seperti hari ini. Sebab negara menjalankan perannya dengan penuh amanah dan tanggung jawab. Segala kebijakan lahir dari nas syariat, bukan berdasarkan akal manusia yang terbatas. Maka, ketika sistem Islam ditetapkan, kehidupan ekonomi rakyat akan stabil sebab negara menjaminnya.
Dalam sistem Islam, takkan ada propaganda bahwa perempuan berdaya adalah mereka yang menghasilkan materi. Sejatinya perempuan dalam pandangan Islam tak wajib menanggung nafkah keluarga. Jika mereka kehilangan suaminya, karena bercerai atau wafat, maka nafkahhya akan ditanggung oleh ayahnya atau saudara lelakinya. Namun, jika mereka tidak mampu, negaralah yang akan menanggungnya.
Jauh berbeda dengan sistem hari ini, negara tak bisa diharapkan. Maka para perempuan pun terpaksa meninggalkan rumah mereka demi karier. Anak-anak mereka dititip ke orang tua atau baby sitter. Ironis!
Dengan demikian, hanya dengan sistem Islam saja, birrul walidain dapat dijalankan dengan sempurna. Sebab negara menjadi penopangnya. Wallahu a'lam bishawab
Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S.
(Aktivis Dakwah dan Penulis Buku)
0 Komentar