Topswara.com -- Bukan rahasia umum lagi bahwa realita saat ini memperlihatkan masyarakat mengikuti tes PCR semata agar roda transportasi bisa berjalan lancar. Bukan untuk tujuan jaminan pelayanan kesehatan apalagi kepedulian terhadap rakyat.
Penurunan kasus Covid- 19 di Indonesia memberi lampu hijau untuk dunia maskapai penerbangan tanah air. Pembisnis maskapai penerbangan mendapatkan sinyal dari pemerintah akan mengizinkan maskapai mengangkut penumpang dengan kapasitas penuh atau 100 persen.
Pertimbangan lain yang wajib bagi penumpang adalah dengan memberlakukan syarat Tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Hal ini dibenarkan oleh juru bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati.
Pada Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021, pemerintah mewajibkan penumpang perjalanan udara membawa hasil tes PCR (H-2) negatif sebagai syarat penerbangan pada masa PPKM.
Adapun sebelumnya pemerintah hanya memerintahkan pelaku perjalanan udara wajib menunjukkan hasil negatif antigen (H-1) sebagai syarat penerbangan .
Penerapan tes PCR untuk syarat penerbangan mendapatkan kritik dari banyak pihak. Karena biaya yang harus dikeluarkan oleh calon penumpang pesawat mencapai ratusan ribu rupiah. Sungguh pertimbangan yang tidak jelas dan bukan standar kesehatan, karena jika alasan kesehatan mengapa roda transportasi lain tidak diwajibkan?
Kebijakan ini menyusahkan dan memberatkan rakyat. Kebijakan tersebut dinilai kontradiktif, karena tidak menampik penerapan kebijakan wajib tes PCR bagi pelaku perjalanan udara.
Apabila tidak melakukan tes, maka masyarakat tidak boleh naik pesawat. Sedangkan biaya PCR sangatlah mahal. Bahkan, ada rute pesawat yang biayanya sama dengan harga tiket pesawat.
Hal ini membuktikan negara selalu dan melakukan perhitungan secara ekonomi dengan rakyat. Inilah watak negara kapitalis yang mengedepankan materi kapital diatas segalanya, bahkan nyawa rakyat sekalipun.
Betapa malang kondisi rakyat, yang khawatir akan terpapar virus saja sudah menyulitkan mereka beraktivitas di luar rumah. Di saat melakukan perjalanan udara yang diuntungkan adalah pemerintah, rumah sakit, dan pengusaha. Inilah kelemahan mendasar dari sistem demokrasi sekuler. Yang mana tidak adanya ketakutan dari pemimpin kepada Tuhannya, untuk mempertanggung jawabkan di akhirat kelak.
Hal ini membuka peluang besar bagi pemimpin untuk terjerumus dalam sikap tiran. Wajar, dalam negara kapitalis tidak ada pemberian jaminan apapun pada rakyatnya. Tugas dan fungsi negara hanya sebagai wasit bagi rakyatnya. Negara hanya berperan sebagai regulator, yang seharusnya mengatur agar terjadi keselarasan.
Rakyat dibiarkan mandiri mengurus seluruh urusannya. Rakyat harus menanggung mahalnya biaya kesehatan yang diperparah saat masa pandemi ini. Pajak yang terus menjulang tinggi, Testing, Tracing , dan Treatment (3T) adalah upaya bersama untuk memutus rantai penyebaran virus Covid- 19.
Negara harus hadir terdepan dalam pelaksanaannya tanpa membebani rakyat dengan biaya selangit, apalagi mengambil keuntungan dari pelaksanaannya. Inilah realitas kebobrokan dalam sistem kapitalis. Berbeda dengan sistem Islam (khilafah). Negara memberikan jaminan pelayanan kesehatan secara gratis kepada rakyat tanpa terkecuali. Hal itu karena merupakan bagian dari kewajiban peri'ayahan (pengurus) negara terhadap rakyat.
Rasulullah SAW bersabda :
"Imam (Khalifah) adalah pengurus, ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya". (HR. Muslim)
Islam memandang nyawa setiap rakyat itu sangat berharga dan dijaga keselamatannya oleh negara. Kesehatan dalam pandangan Islam merupakan kebutuhan pokok publik, bukan jasa untuk dikomersialkan.
Rasulullah SAW bersabda;
"Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya. (HR. Al-Bukhari).
Tidak dibenarkan, bahkan haram pemerintah memiliki program yang bertujuan mengomersialkan pelayanan kesehatan atau menghadirkan Institusi kapitalisme seperti lembaga Asuransi BPJS.
Islam mewajibkan negara bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya terhadap pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan publik, gratis dan berkualitas terbaik.
Rasulullah SAW bersabda :
"Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya." (HR. Al- Bukhari).
Haram bagi negara hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator yang memuluskan agenda hegomoni dan bisnis korporasi. Karena pada prinsipnya yaitu kesehatan sebagai kebutuhan pokok umat dan negara sebagai pelaksana pelayan kesehatan publik. Dengan sendirinya akan menghasilkan model pembiayaan kesehatan gratis yang sistematis.
Bersumber dari baitul maal dengan berbagai sumber pemasukannya, semua berdasarkan ketentuan hukum syara'. Hal ini menyebabkan negara memiliki finansial memadai untuk melaksanakan berbagai fungsi pentingnya.
Bagaimana pun kondisi keuangan negara dalam Islam, kekayaan negara untuk pembiayaan pelayanan kesehatan wajib di upayakan oleh negara. Bila tidak terpenuhi, maka Islam memiliki konsep antisipasi berupa pajak temporer yang akan dipungut dari orang-orang kaya untuk sejumlah kebutuhan anggaran yang mutlak. Demikianlah kehadiran sistem kehidupan Islam yang sangat diperlukan. Khilafah adalah kebutuhan yang mendesak bagi bangsa ini dan dunia.
Wallahu a'lam bishawab
Oleh: Elyarti
(Sahabat Topswara)
0 Komentar