Topswara.com -- Kontroversi kembali mencuat pasca dilahirkannya Permendikbud Ristek PPKS yang bermuatan hukum anti kekerasan seksual di lingkungan kampus. Namun lebih mengarah pada perizinan melakukan seks bebas. Sejumlah oknum pun mengkritisinya.
Dilansir Dari Kompas.com (8/11) Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai aturan tersebut berpotensi melegalkan zina. Menurut Ketua Diktilitbang PP Muhammadiyah Lincolin Arsyad salah satu kecacatan materil ada di pasal 5 yang memuat consent dalam frasa ‘tanpa persetujuan korban’. “Pasal 5 Permendikbud Ristek No.30 Tahun 2021 menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasais persetujuan” kata Lincolin dalam keterangan tertulis, Senin (8/11/2021) (11/21)
Sementara itu, Majelis Ormas Islam (MOI) pun turut mengkritisi Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021. MOI menilai, Permendikbud Ristek tersebut secara tidak langsung telah mengindikasikan legalisasikan atas perzinaan (Republika.co.id, 4/11/2021)
Inilah yang terjadi ketika paham sekularisme merambah pada dunia pendidikan. Aturan yang ditetapkan jauh dari nilai-nilai Islam. Permendikbud Ristek PPKS No. 30 tahun 2021 pun menjadi pijakan. Padahal ketika kita mengkaji isi dari pasal tersebut, maka terdapat kejanggalan. Dimana pada pasal 5 yang memuat consent dalam frasa "tanpa persetujuan korban" menimbulkan makna legalisasi.
Hal ini berarti jika perzinaan itu dilakukan atas persetujuan atau mau sama mau, maka hal itu diperbolehkan. Ini adalah pemikiran sesat yang terselundup didalam Permendikbud Ristek PPKS No. 30 tahun 2021. Undang-undang ini akan menjadi dalil bagi pegiat perzinahan hingga L967 yang dapat dijadikan payung hukum bagi mereka untuk melakukan kebebasan tersebut. Apalagi atas nama HAM semakin menguatkan argumen mereka.
Padahal seharusnya, kampus adalah tempat lahirnya generasi-generasi hebat yang akan memimpin dunia. Namun dengan adanya Permendikbud ini tidak lain akan melahirkan generasi-generasi liberal yang mengagungkan kebebasan.
Walau berkali-kali peraturan direvisi, tetap saja tidak akan menjadi solusi. Tidak ada jalan lain, selain menjadikan Islam sebagai solusi hakiki. Islam memiliki cara tersendiri untuk dapat mencegah kekerasan seksual sebelum itu terjadi
Yaitu dengan menjaga tata pergaulan. Di dalam Islam, laki-laki dan perempuan dilarang untuk berkhalwat (berduaan laki-laki dan perempuan) tanpa disertai mahram. Kemudian dilarang melakukan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan) tanpa adanya kepentingan syar'i didalamnya. Dengan menjaga sistem pergaulan, maka setan pun sulit menemukan cela untuk merayu manusia dalam melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.
Kemudian, Islam menganjurkan masyarakat untuk saling mengontrol, dengan adanya aktivitas amar ma'ruf dan nahi munkar. Sehingga masyarakat saling mengingatkan dalam kebaikan dan kebenaran.
Yang terakhir, Islam memiliki sanksi tegas yang bertujuan sebagai jawazir dan jawabir, yaitu pencegah dan penebus dosa. Seperti masalah perzinaan maka sanksinya adalah di razam atau di cambuk 100 kali di khalayak umum.
Rasulullah SAW bersabda: “Dengarlah aku, Allah telah menetapkan hukum bagi mereka itu, perawan dan perjaka yang berzina maka dikenakan hukuman cambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan selama satu tahun, sedangkan pria yang sudah tidak perjaka dan perempuan yang sudah tidak perawan (yang keduanya pernah bersetubuh dalam status kawin) maka akan dijatuhi hukuman cambuk dan dirajam.” (HR. Muslim).
Begitu kompleks Islam mengatur kehidupan. Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia. Islam adalah solusi hakiki dalam setiap permasalahan. Peraturan Islam hanya dapat diterapkan ketika khilafah kembali memimpin kehidupan.
Wallahu a'lam bishawab
Oleh: Arnisah
(Sahabat Topswara)
0 Komentar