Topswara.com -- Pada tanggal 22 Oktober 2021 lalu, telah digelar acara khusus untuk memperingati Hari Santri Nasional, serta peluncuran logo baru Masyarakat Ekonomi Syariah (MES)di Istana Negara Jakarta.
Dalam peringatan tersebut, ada beberapa pesan yang disampaikan presiden Jokowi dalam pidato sambutannya, salah satunya adalah pengembangan ekonomi syariah di Indonesia harus terus dilakukan. Bahkan Indonesia harus bisa menjadi pusat gravitasi ekonomi syariah di dunia (setkab.go.id, 22/10/21).
“Berdasarkan data The State of Global Islamic Economy Indicator Report, sektor ekonomi syariah Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang berarti. Tahun 2018, ekonomi syariah Indonesia berada di peringkat 10 besar dunia. Kemudian di tahun 2019, naik menjadi peringkat 15. Dan di tahun 2020 ekonomi syariah Indonesia sudah berada di peringkat empat dunia. Naik, naik, naik terus,” ungkapnya. (setkab.go.id, 22/10/21).
Momentum Hari Santri tersebut dimanfaatkan Jokowi untuk mendorong para santri agar mau menggerakkan perekonomian berbasis syariah, dengan cara memotivasi santri untuk menjadi wirausahawan (viva.co.id, 22/10/21).
Sekilas, gagasan tersebut seolah nampak hebat dan brilian. Namun pada faktanya tentu saja tidak. Bahwa apa yang disebut sebagai sektor ekonomi atau usaha syariah, sebetulnya hanya merujuk pada label, siapa pelaku dan modifikasi transaksional, bukan pada sistem. Misalnya, holding berbasis pesantren, lembaga keuangan berlabel syariah, serta UMKM yang bergerak di industri produk halal, termasuk industri wisata halal (muslimahnews, 26/10/21).
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan untuk mendorong peningkatan ekonomi syariah hanya sebatas urusan cabang saja. Misalnya, program pemberdayaan ekonomi pesantren, program santripreneur, penguatan peran lembaga keuangan (berlabel) syariah, hingga dukungan terhadap UMKM atau industri berlabel halal.
Jadi, gagasan ini bukan berfokus pada penerapan prinsip-prinsip syariah secara hakiki dan menyeluruh. Padahal, akar permasalahan ekonomi kita adalah tidak diterapkannya sistem ekonomi syariah secara menyeluruh. Pemahaman ekonomi syariah yang ada saat ini hanya sampai pada level praktik kecil, bukan pandangan secara mendalam dan menyeluruh.
Mengapa bisa begitu? Karena menerapkan sistem ekonomi syariah tak akan bisa lepas dari ideologi yang melekat dan sistem syariah yang lain. seperti sistem politik, sistem moneter, sistem sanksi, politik luar negeri, dan sebagainya. Artinya menegakkan sistem ekonomi syariah mengharuskan semua aspek sama-sama berdasar syariah.
Mustahil menegakkan sistem ekonomi syariah, sementara asas bernegara dan sistem-sistem lainnya bukan syariah. Di sisi lain, posisi pemerintah saat ini begitu berseberangan dengan usaha penegakkan syariah dalam berbagai aspek. Khalayak pun sudah tahu bagaimana perlakuan pemerintah pada aktivis dakwah yang getol menyuarakan tegaknya syariah dalam seluruh lini kehidupan. Maka tak perlu riuh tepuk tangan dalam mendengar gagasan setengah matang itu karena sejatinya pemerintah hanya sedang memanfaatkan sektor ini sebagai solusi tambal sulam atas berbagai problem yang timbul akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis neoliberal.
Tentu saja sistem ini sangat bertentangan dengan sistem Islam yang justru akan memberikan solusi terbaik atas permasalahan negeri ini. Dalam Al-Qur’an telah jelas disebutkan larangan Allah atas perilaku mencampur yang hak dengan yang batil. Selain berdosa, perbuatan semacam itu dipastikan akan mengundang bala bencana. Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.” (T.QS Al-Baqarah [2]: 42).
Allah pun tegas melarang perbuatan mencomot secuil hukum dan meninggalkan sebagian lainnya dalam ayat berikut:
“Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” (T.QS al-Baqarah [2]: 85).
Ayat lain menyebutkan pula anjuran untuk berislam secara kaffah (menyeluruh): “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (T.QS. al Baqarah [2]: 208)
Sedangkan, dalam kacamata kapitalisme, syariah Islam kaffah adalah momok besar. Di tengah jumlah mayoritas umat Islam terbesar di Indonesia saat ini harapanya kapitalis sebagai ceruk terkuat pemutar roda kapitalis yang kini sedang melemah, akan semakin mudah menggulingkan ideologi cacatnya. Membuatnya rugi besar-besaran hanya karena seluruh masyarakat Muslim di dunia telah menyadari bahwa Islamlah satu-satunya solusi yang mampu mengeluarkan kita semua dari berbagai permasalahan pelik negeri ini.
Wallahu a'lam bishawab
Oleh: Ajeng Najwa, S.IP.
(Analis Sosial dan Politik)
0 Komentar