Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Destinasi Prioritas Danau Toba, Rakyat Dapat Apa?


Topswara.com -- Wonderful Indonesia merupakan slogan yang sudah dipatenkan oleh pemerintah sebagai country branding dalam rangka memperkenalkan keindahan alam Indonesia kepada dunia internasional. Pemerintah menaruh perhatian kepada sektor pariwisata. Karena menjadi salah satu sektor yang diandalkan untuk menambah pendapatan negara, melalui kunjungan wisatawan terutama dari mancanegara.

Pada pertengahan tahun 2019, Danau toba (Sumatera Utara) ditetapkan sebagai salah satu dari lima kawasan destinasi wisata yang mendapat prioritas untuk dikembangkan melalui program percepatan pembangunan destinasi pariwisata super prioritas. Keempat destinasi lainnya adalah Borobudur (Jawa Tengah), Mandalika-Lombok (Nusa Tenggara Barat), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), dan Likupang (Sulawesi Utara).

Pada Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba, ada beberapa program untuk kawasan pariwisata Danau Toba seperti pada sektor sumber daya air antara lain  rehabilitasi Embung Pea Nadeak dan pembangunan penyediaan air baku kawasan Kaldera Toba. Program pembangunan jalan dan jembatan diantaranya  pembangunan jalan Balige by pass dan pembangunan kantilever Medan-Berastagi. 

Pada sektor permukiman, beberapa program antara lain penataan kampung Ulos Hutaraja dan Huta Sialagan serta pembangunan TPA Sidikalang. Sedangkan program perumahan antara lain pembangunan sarana hunian pendukung kawasan pariwisata pengembangan sarana hunian pendukung kawasan pariwisata.

Progres pengembangan pariwisata Danau Toba juga bisa dilihat dari pembangunan infrastruktur. Seperti pembangunan dermaga Porsea, pembangunan jalur kereta api dari Siantar ke Danau Toba, pembangunan jalan tol Medan-Tebing Tinggi- Parapat, dan jalur rel kereta Medan – Parapat, serta pengembangan fasilitas dan kapasitas Bandara Silangit dan Bandara Sibisa. 

Pemerintah melakukan percepatan pembangunan infrastruktur wisata super prioritas Danau Toba dengan pembentukan Badan Otorita Pariwisata Danau Toba (BOPDT). Kemudian pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi gencar mengundang investor global yang potensial. Menurut catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi yang potensial digarap oleh investor lain antara lain pembangunan hotel bintang empat dan lima, kemah mewah (glamour camping), fasilitas MICE ( Meeting, Incentive, Convention dan Exhibition), serta area komersial dan hiburan.

Pembangunan KSPN danau toba terus dipacu untuk mewujudkan destinasi wisata yang sempurna sebagaimana gambaran dari proyek pemerintah tersebut. Akan tetapi dibalik konsep KSPN Danau Toba yang sempurna terdapat dampak serius yang berbahaya baik bagi masyarakat, lingkungan, dan budaya. 

Arus wisatawan mancanegara yang berkunjung ke destinasi domestik sudah pasti membawa dampak bagi masyarakat Indonesia. Gegar budaya yang berujung pada peniruan budaya. Mulai dari perubahan gaya hidup, bahasa, cara berpakaian hingga sikap toleransi terhadap wisatawan. Hal itu menyebabkan masyarakat akan semakin sekuler dan rusak.

Kemiskinan akan terjadi karena kepemilikan lahan berpindah. Suryati Simanjuntak, Sekretaris Pelaksana Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), mengatakan bahwa pembangunan wisata jadi ancaman karena status lahan masyarakat setempat sekitar Danau Toba tak jelas. Pasalnya hampir semua tanah masyarakat adat setempat diklaim oleh pemerintah sebagai milik negara.

Padahal tanah yang masyarakat tinggali merupakan tempat berladang dan sumber mata air. Ancaman kerusakan lingkungan juga tidak dapat dihindari, karena adanya potensi perubahan fungsi lahan buntut dari pembangunan pariwisata. 

Kemajuan sektor ekonomi masyarakat setempat juga tidak meningkat secara signifikan, startegi janji kesejahteraan, lapangan pekerjaan dan kemajuan masyarakat, sejatinya tak sesuai dengan potensi dan karakter masyarakat. Kesenjangan ekonomi terjadi antara pelaku pariwisata dengan masyarakat lain yang tidak bersentuhan dengan pariwisata secara langsung dan ketidakberdayaan masyarakat lokal dalam persaingan ekonomi dengan investor luar daerah.

Masyarakat akan menghadapi bahaya yang mengancam generasi mereka, karena terjadinya eksploitasi seksual anak di tempat wisata. ESKA (Ekspolitasi Seksual Komersial Anak) prostitusi anak, pornografi anak, pariwisata seks anak dan perkawinan anak serta perdagangan anak untuk tujuan seksual atau yang disebut dengan Pariwisata Seks Anak (PSA). 

Data Ending The Sexual Exploitation of Children (ECPAT) Indonesia lokasi wisata seperti Pulau Seribu, Karang Asem, Garut, Bukittinggi, Toba Samosir dan Teluk Dalam (Nias Selatan) positif terjadi praktik kekerasan dan tindakan asusila terhadap anak.

Secara sekilas keuntungan dari sektor pariwisata terlihat menggiurkan, dengan janji pertumbuhan ekonomi dan majunya pembangunan. Namun sejatinya pariwisata merupakan alat para penjajah yang berpahamkan kapitalis liberalisme yang hanya berfokus untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya bagi kaum kapital namun merusak alam dan akidah umat. 

Khilafah dengan sistem ekonomi Islam yang diterapkannya. Serta ditopang penerapan sistem-sistem Islam lainnya dipastikan akan mampu mencegah segala bentuk penjajahan dan intervensi asing. Khilafah akan mengoptimalkan segala potensi alam yang dimiliki semata-mata untuk kepentingan rakyat. 

Dalam khilafah, pariwisata bukan sumber devisa utama. Negara mengandalkan devisa utama dari pos fai-kharaj, kepemilikan umum dan pos sedekah. Islam juga mengatur pariwisata agar sesuai syariat Islam secara kaffah. Negara tidak akan berkerjasama dengan asing dalam sektor pariwisata dan meniadakan tindakan yang melanggar hukum syariat dan melarang aktivitas maksiat.

Ketika Islam diterapkan sebagai aturan kehidupan dengan segenap perangkat aturannya maka dijamin semua akan jauh lebih baik. Lebih menyejahterakan dan pastinya membawa bahagia di dunia dan akhirat.

Wallahu a'lam bishawab

Oleh: Arifah Zahra Zakiah, S.Pd.
(Aktivis Dakwah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar