Topswara.com -- Beberapa hari lalu viral berita seorang ibu lansia yang ‘dibuang’ ke panti jompo. Alasan yang disampaikan oleh anak-anaknya, mereka tidak mampu mengurusnya. Bukan hanya karena sibuk bekerja, namun karena hubungan yang tidak harmonis diantara sang ibu dan anggota keluarga. Masih menurut mereka, di panti jompo sang ibu akan belajar beribadah dan lainnya (CNN Indonesia, 1/11/2021).
Di sisi lain berita tentang orang tua yang berlaku buruk pada anak-anaknya juga bertebaran. Diantaranya, anak yang dibuang meski baru lahir (Okezone, 16/7/2021), anak yang diperkosa ayahnya (KOMPAS.com 8/10/2021), pun anak yang dijual dengan alasan ekonomi (KOMPAS.com, 9/3/2021).
Kondisi ini bisa jadi merupakan fenomena gunung es. Sehingga seluruh pihak patut mewaspadainya. Serta, mencermati darimana munculnya perilaku anak dan orangtua yang menyimpang ini?
Hilangnya Agama dari Kehidupan
Tak dipungkiri, faktor terpenting pembentuk sikap seseorang adalah pemahaman mendasarnya tentang kehidupan, termasuk munculnya perilaku buruk orang tua serta anak saat ini. Yakni keberadaan paham sekuler yang dianut secara luas di tengah masyarakat. Hal ini mengakibatkan, meski mayoritas Muslim, mereka tidak menerapkan aturan agamanya dalam kehidupannya.
Bahkan, paham ini melihat relasi antar individu hanya berdasarkan manfaat dan materi. Sehingga menafikan kebutuhan manusia untuk memenuhi fitrahnya. Dalam kasus ini, yakni naluri berkasih sayang antara anak dan orang tua.
Ditambah lagi, negara saat ini menerapkan sistem sekuler kapitalis. Maka peran negara hanyalah regulator. Negara berlepas tangan mengurus kepemilikan umum rakyatnya, dan menyerahkannya kepada pihak swasta. Inilah pemicu tekanan hidup masyarakat yang semakin berat. Sebab, rakyat dibiarkan mengurus seluruh kebutuhan hidupnya sendiri, tanpa dukungan negara.
Selanjutnya, kondisi ini mendorong seorang anak tidak peduli dengan orang tuanya, ketika orang tuanya telah lanjut usia. Mereka juga tidak mampu bersabar mengurus orang tua, tersebab tak melihat adanya manfaat materi di dalamnya. Demikian pula sikap orang tua terhadap anaknya. Mengurus anak dianggapnya membutuhkan banyak materi dan merepotkan. Dengan berdalih hak asasi manusia, siapapun boleh memilih melakoni peran sebagai orang tua atau melepaskannya.
Sistem Islam Mengembalikan Fitrah
Jika sistem sekuler kapitalis memisahkan aturan kehidupan dengan agama, sebaliknya dengan sistem Islam. Aturannya justru mewajibkan setiap aktivitas dalam kehidupan baik individu, masyarakat maupun negara harus berlandaskan pada keimanan, tidak boleh dipisahkan. Sehingga muncul sikap terikat dengan seluruh perintah dan larangan Allah dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, termasuk ketika memenuhi nalurinya.
Allah berfirman dalam surat al-Isra 23-24 tentang sikap anak terhadap orangtuanya:
” Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”
Ayat di atas menunjukkan dengan dorongan keimanan yakni tidak meyekutukan Allah. Seorang anak mentaati perintah Allah agar bersikap baik kepada kedua orang tuanya, terlebih yang telah lanjut usia. Pun dilarang seorang anak berkata “uff”, membentak apalagi memukul atau “membuangnya”.
Sebaliknya dalam Islam orang tua pun diwajibkan mengurus keluarganya termasuk anak-anaknya dengan makruf. Allah berfirman dalam surat at-Tahrim ayat 6, yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”
Kemudian hadis dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha meriwayatkan, Rasulullah SAW telah bersabda : “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku”(HR. At Tirmidzi no: 3895 dan Ibnu Majah no: 1977 dari sahabat Ibnu ‘Abbas. Dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah no: 285).
Di sisi lain, sistem Islam, mewajibkan negara bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan kebutuhan pokok seluruh individu rakyatnya, baik yang sehat,sakit, muda, tua atau yang tak mampu secara fisik. Yakni, sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Negara tidak boleh membiarkan rakyatnya berjuang sendirian mewujudkan kesejahteraannya.
Kondisi ini mendorong rakyat fokus menjadi hamba yang taat syariat tanpa dibayangi tekanan ekonomi. Sehingga akan muncul sosok-sosok orang tua dan anak yang baik, yang sesuai dengan fitrahnya.
Oleh sebab itu, jika ingin menghentikan munculnya orang tua dan anak durhaka, maka satu-satunya jalan adalah mengganti sistem sekuler dengan sistem Islam. Yakni sistem sempurna dari sang pencipta alam semesta.
Wallahu a’lam bishawwab
Oleh: Dewi Masitho
(Sahabat Topswara)
0 Komentar