Topswara.com -- Banjir merupakan musibah yang menyebabkan kerugian. Baik materil atau fisik maupun kerugian nonmaterial yang jumlahnya tentu sangat besar. Dilansir dari Merdeka.com (8/11) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Garut, Nurdin Yana mengatakan bencana banjir bandang yang terjadi di wilayah Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat, salah satu pemicunya adalah kerusakan kawasan hutan. Dengan kondisi tersebut, menurutnya perlu dilakukan reboisasi. Ada penggundulan di situ (kawasan hutan), mau tidak mau harus dilakukan reboisasi, termasuk nanti penetapan tata letak betul, harus dengan kajian lingkungan. (bukan hanya di bagian hulu) sebetulnya di bawah juga ada yang rusak, akumulasi. Tapi poinnya adalah bagaimana kita menumbuhkan kembali (pohon tegakan).
Rumah-rumah dan lingkungan yang rusak, juga sekolah dan beberapa bangunan-bangunan fisik ikut terkena dampak banjir. Belum lagi aktivitas ekonomi yang terganggu. Iklim usaha yang lesu, pemenuhan kebutuhan kebutuhan masyarakat yang tidak bisa tertunaikan dengan sempurna. Banjir hari ini tentu tidak hanya kita lihat sebagai fenomena alam karena curah hujan yang tinggi.
Tentu kita juga tidak hanya mengatakan bahwa problem banjir ini yang terus berulang dari tahun ke tahun dan kadarnya semakin memburuk adalah karena faktor teknis semata. Yakni kurangnya drainase sehingga sekarang sedang di proses pembuatan infrastruktur drainase vertikal, daerah resapan air yang harus lebih banyak lagi, membersihkan gorong-gorong atau buat kanal-kanal yang lebih banyak dan seterusnya.
Peraturan-peraturan teknis itu memang niscaya harus diselesaikan tetapi tidak bisa kita lepaskan dari itu semua, bahwa banjir ini lahir dari problem sistemik. Sistem kapitalis hari yang menghantarkan kepada tata kelola kota dan pembangunan infrastruktur lebih banyak diserahkan pada kemauan kaum kapitalis atau pemilik modal.
Mereka lebih berorientasi memenangkan keuntungan dan bisnis mereka tanpa memperhatikan lingkungan. Tanpa memperhatikan bagaimana dampak jangka panjang pembangunan infrastruktur. Maupun orientasi orientasi bisnis yang hari ini mereka jalankan. Boleh jadi pemerintah dalam memperlakukan ada analisis mengenai dampak lingkungan atau Amdal. Tetapi pada faktanya itu tidak mencukupi untuk meredam kerakusan keuntungan yang diinginkan oleh kaum kapitalis.
Sistem kapitalis meletakkan materi diatas segalanya. Oleh karena itu, sang empunya modal dan kekuasaan mendapatkan privilege atau mendapatkan hak istimewa untuk banyak mempengaruhi penetapan kebijakan kebijakan tata ruang, tata kota maupun soal pembangunan infrastruktur. Akibatnya hari ini lingkungan rusak, masyarakat terdampak dengan kerusakan lingkungan itu baik banjir kerusakan lingkungan. Berupa polusi udara dan kerusakan kerusakan lainnya.
Problem kemiskinan pun terjadi di negeri ini masyarakat masih tidak bisa dituntut untuk melakukan aktivitas kehidupan sebagaimana idealnya. Mereka hidup di bantaran kali, membangun pemukiman di tempat-tempat yang seharusnya tidak dijadikan pemukiman. Mereka juga tidak bisa hidup dengan pola hidup bersih dan sehat, membuang sampah di sembarang tempat, karena memang tidak ada kemudahan dan minimnya kesadaran untuk melakukan hal itu. Karena keterbatasan yang mereka miliki. Kemiskinan massal ini juga harus diselesaikan. Karena hal ini turut menyumbang sebagai faktor yang merusak lingkungan.
Evaluasi kita terhadap banjir hari ini tentu tidak cukup hanya dengan evaluasi-evaluasi teknis. Tapi harus mencakup juga evaluasi sistem, yakni bagaimana pemberlakuan sistem ekonomi kapitalis. Bagaimana pula regulasi yang ada hari ini seharusnya tidak di menangkan oleh kepentingan bisnis, dan bagaimana pula hari ini negara bisa menciptakan sebuah kondisi ekonomi yang bisa mengentaskan kemiskinan massal yang diderita oleh sekian banyak masyarakat.
Ingatlah Allah SWT berfirman di dalam QS. Ar-Rum Ayat 41
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Artinya: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Semoga musibah banjir ini mengantarkan kita kepada taubatan nasuha, tidak hanya pada level individu dengan memperbanyak shalat, meninggalkan maksiat. Tetapi juga pada level yang menghantarkan kita untuk mendekat kepada menuju kepada penerapan aturan-aturan Allah.
Dengan pemberlakuan aturan Allah, individu-individu, masyarakat akan dituntun untuk menerapkan pola hidup yang baik. Masyarakat juga akan menjadi masyarakat yang produktif karena melakukan amar ma'ruf nahi mungkar untuk menjaga lingkungannya.
Demikian pula sistem ekonomi dan politik tidak lagi berorientasi untuk memenangkan kepentingan golongan tertentu, tapi membawa kemaslahatan bagi semua. Maka dari itu, selayaknya kita mendambakan sistem Islam yang diturunkan Allah SWT. Sistem yang diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Riris Dwi
(Aktivis Pergerakan Mahasiswa di Surabaya)
0 Komentar