Topswara.com -- Pengasuh Bengkel Pasutri Tasqif.com Ustaz Iwan Januar (UIJ) menjelaskan bahwa anak yang menelantarkan orang tuanya, bukan saja Allah SWT murka kepada mereka, namun negara juga akan menegur dan memaksa anak-anak mereka untuk merawat orang tua sebaik-baiknya.
“Dalam Islam, manakala ada orang tua yang ditelantarkan anaknya, bukan saja Allah SWT murka pada mereka, namun negara juga akan menegur dan memaksa anak-anak mereka untuk merawat orang tua sebaik-baiknya,” jelasnya kepada Topswara.com, Selasa (02/11/2021).
UIJ menyitat hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Jabir bin Abdullah berkata, “Seseorang lelaki berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku mempunyai harta dan anak, sementara ayahku juga membutuhkan hartaku.’ Maka Beliau bersabda:
أَنْتَ وَمَالُكَ لِأَبِيكَ
‘Engkau dan hartamu milik ayahmu.’.”
“Dalam hadis di atas terkandung pelajaran bahwa anak tidak boleh menolak permintaan orang tua terhadap hartanya sebatas kebutuhannya dan tidak memudaratkan sang anak dan keluarganya. Karena ketika orang tua tidak lagi memiliki nafkah, kewajiban ini jatuh pada anak lelaki untuk mencukupi nafkahnya secara makruf,” jelasnya.
UIJ menjelaskan, jika anaknya tidak punya kecukupan nafkah, sehingga tidak bisa merawatnya karena sudah lanjut usia atau sakit-sakitan, maka dalam hal ini negara khilafah bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhannya dan merawatnya dengan layak.
“Karena, memang pemimpin telah diangkat oleh kaum Muslim untuk meri’ayah atau memelihara urusan umat. Dengan begitu, sebagian beban rakyat akan terangkat karena peran negara meri’ayah mereka,” ungkap UIJ.
UIJ membeberkan, di masa Rasulullah SAW dan Khulafaurasyidin, kaum Muslim sering mendatangi mereka dan meminta bantuan untuk kemudian segala hajat mereka ditunaikan oleh negara.
“Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, misalnya sering menafkahi dan membantu warga lanjut usia terutama para janda yang telah tua. Bahkan, beliau memerah air susu kambing milik mereka untuk diantarkan pada pemiliknya, sampai-sampai salah seorang cucu para janda tua itu menyebut Khalifah Abu Bakar sebagai ‘tukang perah susu kambing kita’,” kisahnya.
Sedangkan peran negara, UIJ mengatakan, dibangunlah rumah sakit untuk merawat warga lanjut usia. Termasuk negara akan menyediakan rumah-rumah panti jompo yang dikhususkan bagi warga lanjut usia yang tidak memiliki anak atau keluarga yang menanggung mereka.
“Beginilah cara ideologi Islam menangani warga lanjut usia. Anak-anak mereka diwajibkan memuliakan dan merawatnya. Islam mengingatkan anak untuk bersabar dan penuh kasih sayang merawat orang tua,” tuturnya.
UIJ membeberkan, para ulama telah mengingatkan, bahwa salah satu balasan birrul-walidain adalah dihilangkannya berbagai kesusahan hidup anak-anak yang merawat mereka. Sehingga, jangan sampai ada kekhawatiran rezeki akan berkurang ketika seorang anak mengurangi konsentrasi pekerjaan mereka untuk merawat orang tua.
“Sebagaimana ketakutannya orang-orang hari ini. Sampai-sampai karena alasan sibuk bisnis dan bekerja, kemudian melepas kewajiban perawatan kedua orang tua,” pesannya.
Birrul-walidain
UIJ mengatakan, “Perlu kita pahami, mencintai orang tua itu bisa terjadi karena dua hal; secara fitrah dan karena ketaatan pada Allah SWT.”
Lebih lanjut, ia memaparkan, fitrahnya, setiap anak membutuhkan dan mencintai orang tuanya. Bukan saja di masa kanak-kanak, tapi juga saat dewasa bahkan berumah tangga pun.
"Hal itu adalah fitrah yang Allah SWT anugerahkan pada setiap anak Adam. Kecintaan pada orang tua akan menetap selama fitrah insani itu tidak terusik dan diganggu dengan nilai-nilai lain."
"Ketika kedua orang tua memasuki usia senja, fisik melemah, begitu pula dengan kemampuan berpikir mereka, bahkan Allah SWT kembalikan seperti kanak-kanak, kecintaan pada keduanya takkan pudar," paparnya.
Namun, ia mengingatkan, kecintaan pada orang tua semata karena fitrah rentan untuk menyimpang.
"Banyak orang tua yang berlanjut usia dititipkan ke panti-panti jompo dengan alasan kasih sayang. Kesibukan dengan keluarga inti — istri atau suami dan anak –, atau bisnis dan pekerjaan membuat banyak keluarga menyerahkan perawatan orang tua pada lembaga seperti itu," ujarnya.
UIJ menuturkan, Islam memandang bahwa merawat orang tua adalah kewajiban agung, bukan sekadar cinta kasih naluriah.
"Sebagai ideologi kehidupan yang sempurna, kewajiban berbakti pada orang tua berkali-kali digandengkan Allah SWT dengan perintah beriman pada-Nya," bebernya.
Ia menukil terjemahan surah An-Nisaa ayat 36 yang menunjukkan bobot yang luar biasa tentang hal itu:
Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua.
“Sedemikian pentingnya berbakti pada kedua orang tua, Nabi SAW membatalkan keinginan berjihad seorang pemuda agar kembali pulang dan merawat keduanya sebagai amalan jihad untuknya. Sebagaimana hadis riwayat Imam Bukhari:
أَحَيٌّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ
‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ Laki-laki itu menjawab: ‘Iya’. Maka Beliau berkata: ‘Kepada keduanyalah kamu berjihad (berbakti).’,” tuturnya.
Dengan pertanyaan retoris, UIJ mempertanyakan, apakah pantas menitipkan orang tua ke panti wreda dengan alasan sibuk bekerja. Sedangkan, jihad saja dibatalkan oleh Nabi demi berbakti pada kedua orang tua.
“Anak punya kewajiban merawat sebagaimana kewajiban menafkahi kedua orang tua. Bila dijalankan hanya sebagai naluriah, bisa jadi ini menjadi beban. Namun, bila dikerjakan karena dorongan iman dan mengharap ridha Allah SWT, ini akan menjadi suatu amal yang sungguh-sungguh dikerjakan. Seperti dalam hadis riwayat Imam Tirmidzi:
الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ
‘Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya.’,” urainya.
UIJ mengatakan, banyak anak yang masih mau bekerja keras merawat orang tua mereka, meskipun untuk itu mereka mengorbankan sebagian waktu keluarga dan pekerjaan. “Bahkan, tidak sedikit yang mau berbagi kehidupan dengan mertua mereka yang telah lanjut usia untuk dirawat bersama. Mereka lakukan itu karena dorongan keimanan, juga naluri kasih sayang,” pungkasnya.[] Reni Tri Yuli Setiawati
0 Komentar