Topswara.com-- Pakar Parenting Islami Ustazah Yanti Tanjung menjelaskan perihal khitan perempuan dalam pandangan syariah Islam.
"Menurut Imam Al Mawardi, khitan adalah memotong sebagian kecil kulit yang menutupi klitoris atau bagian atas farjinya. Kulit bagian atas yang harus dipotong tanpa mencabutnya/tanpa menghilangkan klitorisnya," tuturnya kepada Topswara.com, Kamis, (7/10/2021).
Menurut Ustazah Yanti, dalil yang digunakan oleh ulama dalam perkara khitan perempuan yaitu Rasulullah memerintahkan kepada tukang khitan perempuan, Ummu ‘Athiyah r.a.,
لاَ تُنْهِكِي فَإِنَّ ذَلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ إِلَى الْبَعْل
“Jangan berlebihan dalam mengkhitan, karena akan lebih nikmat (ketika berjimak) dan lebih disukai suami.” (HR. Abu Dawud)
Ustazah Yanti menjelaskan bahwa ulama berbeda pendapat tentang khitan perempuan. Sebagian ulama mazhab Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad menurutnya mewajibkan khitan, baik bagi pria maupun wanita. Dalilnya antara lain Qur'an Surah An Nahl ayat 123:
ثُمَّ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ أَنِ ٱتَّبِعۡ مِلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفٗاۖ
"Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): 'Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif'."
Selain itu Rasulullah bersabda,
إذ ا جاوز الختان الختان فقد وجب الغسل
“Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi.“ (Hadis sahih diriwayatkan imam Ahmad dalam musnad hadis no. 24709; HR. Muslim, Al Hadis 88/ 349; dalam kitab Al Muatha’, Imam Malik, hlm 38)
Juga sabda Rasulullah,
الق عنك شعر الكفر واختتن
“Buanglah rambut kekafiranmu dan berkhitanlah.” (HR. Ahmad dalam kitab Muhtashar Nailul Authar/I/98)
Sementara itu, menurut Ustazah Yanti, sebagian penganut dan pendukung ulama mazhab Syafi'i berpendapat bahwa berkhitan wajib bagi pria dan sunah bagi wanita.
"Mereka berargumentasi tidak ada dalil yang terdapat tuntutan yang tegas atau pasti. Dalil yang yang ada adalah tuntutan tidak pasti/tidak tegas. Dengan demikian, sunat (khitan) perempuan hukumnya sunah, tidak wajib," terangnya.
Lebih lanjut ia menambahkan, ulama yang berpendapat khitan perempuan hukumnya sunah juga berargumentasi bahwa ada perbedaan tujuan antara khitan laki-laki dan perempuan. Ibnu Taimiyah r.a. menjelaskan tujuan khitan laki-laki adalah untuk menghilangkan najis yang terdapat dalam penutup kulit kepala penis agar suci dari najis sehingga syarat untuk melakukan ibadah shalat terpenuhi.
"Sementara, tujuan khitan perempuan adalah untuk menstabilkan syahwatnya. Karena, apabila wanita tidak dikhitan maka syahwatnya sangat besar,” ujarnya mengutip Majmu’ Fatawa 21/114.
Sementara itu, Ustazah Yanti menjelaskan bahwa menurut Ibnu Hajar al-Atsqolani ada dua pendapat hukum khitan. Pertama, bahwa khitan itu wajib bagi perempuan. Pendapat tersebut menurutnya dipelopori oleh Imam Syafi’i dan sebagian besar ulama’ madzhabnya. Kedua, khitan itu tidak wajib, dapat dinyatakan oleh mayoritas ulama dan sebagian pendapat ulama Syafi’i.
Lebih lanjut Ustazah Yanti menjelaskan pendapat Ibnu Hajar yang mengatakan khitan perempuan dalam madzhab Syafi’i sekali pun, pada praktiknya banyak perbedaan pendapat.
"Ada yang mengatakan khitan wajib untuk perempuan, namun ada juga yang mengatakan ia hanya wajib bagi perempuan yang klentitnya cukup menonjol, seperti para perempuan daerah timur. Sebagian pendapat madzhab Syafi’i juga ada yang mengatakan bahwa khitan perempuan tidak wajib," tutupnya.[] Saptaningtyas
0 Komentar