Topswara.com -- Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) menyampaikan bahwa menulis buku itu adalah tradisi Islam. “Jadi tradisi menulis buku itu adalah tradisi Islam,” katanya dalam video berjudul Islam Menghargai Ilmu dan Pendidikan yang diunggah di kanal YouTube UIY Official, Selasa (14/9/2021).
UIY memaparkan bahwa dulu para ulama menuliskan ilmu yang didapatkan, dipahami, dan diketahui, di dalam berbagai kitab yang terus dibaca kaum Muslimin sampai hari ini.
Dia juga memberikan contoh buku-buku yang sampai hari ini masih menjadi rujukan kaum Muslim, meskipun penulisnya telah meninggal dunia ratusan tahun yang lalu. Misalnya kitab Al-Umm dan Ar-Risalah yang ditulis oleh Imam Syafi’i, Ihya Ulumuddin yang ditulis oleh Imam al-Ghazali, Fathul Bari yang ditulis Ibnu Hajar al-Atsqalani, dan banyak lagi judul kitab lainnya yang akan terus menghiasi khasanah tsaqafah Islam.
Ia juga menjelaskan betapa Islam begitu luar biasa menghargai ilmu, intelektualitas, dan pendidikan. Islam bahkan mewajibkan aktivitas menuntut ilmu bagi setiap Muslim dan Muslimah. Wajibnya menuntut ilmu mengindikasikan begitu pentingnya ilmu bagi kehidupan seorang Muslim. Dengan ilmu, seseorang bisa berpikir dengan benar, dan pada akhirnya akan bertindak dengan benar.
“Baginda Rasulullah SAW membebaskan tawanan Perang Badar setelah ia mengajarkan sejumlah anak. Para khalifah sesudahnya menghadiahi para ulama dengan emas seberat kitab yang ditulisnya itu,” papar UIY tentang keteladanan Rasulullah dan para khalifah setelahnya, dalam penghargaannya terhadap ilmu dan pemberi ilmu.
UIY menjelaskan, “Demikianlah semestinya sikap seorang Muslim ketika dia berhadapan dengan ilmu, intelektualitas, dan pendidikan. Karena inilah jalan menuju kemajuan. Penghargaan terhadap ilmu dan penghargaan terhadap mereka yang memberikan ilmu, itulah para guru, dosen, ustaz, itu semestinya dilakukan oleh kita. Karena dari sanalah kita menjadi tahu dan mendapatkan ilmu.”
Namun UIY menyayangkan hari ini peradaban sekuler telah menyisihkan kemuliaan ilmu menjadi sekadar untuk kepentingan materialistis. Bahkan penghargaan terhadap pemberi ilmu, seperti guru, ustaz, dosen, ilmuwan, kalah dibandingkan para penghibur yang hanya sekadar memberi kenikmatan jasmani sesaat.
“Jadi berbeda sekali dengan peradaban Islam. Itulah salah satu perbedaan prinsipal, bagaimana peradaban Islam itu menghargai nilai-nilai yang substansial, yang transendental, sementara peradaban material itu menghargai nilai-nilai material, yang supervisial, tidak substansial, apalagi transendental yang akan membawa manusia terpuruk menjadi lebih rendah daripada derajat hewan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, UIY mengajak setiap Muslim untuk berjuang demi tegaknya kembali peradaban Islam agar kebaikan Islam terpancar dan dirasakan oleh semua manusia di mana pun berada.[] Binti Muzayyanah
0 Komentar