Topswara.com-- Dosen Online Universitas Online (Uniol) 4.0 Diponorogo, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. dan Puspita Satyawati, S.Sos. membeberkan penyebab tragedi rumah tangga yang menjauhkan pasangan dari rumah tangga berkarakter asmara (as-sakinah mawaddah wa rahmah).
"Tragedi rumah tangga seperti KDRT, perselingkuhan, perceraian, hingga pembunuhan, setiap hari menghiasi pemberitaan media. Fenomena ini menjauhkan pasangan dari tujuan pernikahan yaitu tercipta rumah tangga berkarakter asmara (as-sakinah mawaddah wa rahmah). Salah satu penyebabnya ialah ditinggalkannya pengaturan Islam, khususnya terkait pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing pasangan," tulis keduanya dalam materi kuliah online Uniol 4.0 Diponorogo "Pemenuhan Hak dan Kewajiban dalam Relasi Suami Istri: Mampukah Mewujudkan Rumah Tangga Asmara?" di Grup WhatsApp Uniol 4.0 Diponorogo, Sabtu (9/10/2021).
Prof. Suteki menjelaskan, untuk mengatasi masalah ini, menjadi keniscayaan bagi suami istri Muslim untuk terus belajar, memahami, dan saling bersinergi menerapkan tuntunan Islam dalam pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing.
"Inilah prasyarat yang mesti ditempuh demi meraih rumah tangga asmara," ujarnya.
Terkait rumah tangga asmara, Puspita mengingatkan bahwa Allah SWT telah menjadikan kehidupan suami istri sebagai tempat yang penuh kedamaian. Ia menyitir firman Allah SWT, “Dan di antara tanda–tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri–istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum: 21)
"Jadi, ketentuan dasar pernikahan adalah kedamaian, dan dasar kehidupan suami istri adalah ketenteraman," tegasnya.
Prof. Suteki melanjutkan, namun suasana damai dan tenteram ini hanya akan diperoleh dalam relasi suami istri yang berbalut persahabatan. Menurutnya, pergaulan suami istri bukanlah interaksi bisnis atau perseroan yang berbasis untung rugi secara materi. Pun bukan layaknya hubungan komandan sebuah divisi militer dengan anggota pasukan yang mau tak mau harus diiyakan.
"Islam memandang, istri merupakan sahabat bagi suami. Demikian sebaliknya. Pergaulan di antara suami istri adalah pergaulan persahabatan. Satu sama lain merupakan sahabat sejati dalam segala hal. Jenis persahabatan yang diharapkan mampu memberikan rasa damai dan tenteram satu sama lain, saat keduanya bersama dalam mahligai rumah tangga," imbuhnya.
Selain itu, Puspita memaparkan agar persahabatan suami istri dipenuhi kedamaian dan ketenteraman, syariat Islam telah menjelaskan apa yang menjadi hak istri atas suami dan hak suami atas istri. Berikut kewajiban istri terhadap suami, pun kewajiban suami terhadap istri.
"Pengabaian terhadap pemenuhan hak dan kewajiban tersebut niscaya mengantarkan suami istri pada kegagalan pencapaian tujuan pernikahan, salah satunya tak akan terwujud as-sakinah mawaddah wa rahmah," cetusnya.
Prof. Suteki lantas menuturkan, hanya saja, pasangan Muslim saat menjalankan pemenuhan hak dan kewajibannya tak sekadar demi meraih kesakinahan rumah tangga. Yang lebih utama adalah melaksanakannya sebagai bagian dari ketaatan kepada Allah SWT.
"Sehingga apa yang dilakukannya akan bernilai ibadah dan mendapat pahala di sisi Allah SWT. Bukankah Allah SWT adalah ghayatul ghayah (tujuan dari segala tujuan), dan ridha Allah menjadi prioritas peraihan setiap hamba dalam segala aktivitasnya?" ungkapnya.
Lebih lanjut Puspita menegaskan, pemahaman bahwa menikah adalah ibadah, memenuhi hak dan kewajiban pasangan merupakan bagian ibadah, menjadi hal penting. Maka, pernikahan harus didasarkan semata-mata menjalankan perintah Allah SWT dan tuntunan Rasulullah SAW. Bukan karena materi, kecantikan, dan jabatan.
"Dengan demikian, pastikan pernikahan dilakukan sebagai bentuk ketaatan hamba kepada Allah SWT. Insya Allah akan langgeng karena yang diharap hanyalah ridha Allah SWT. Selama manusia berupaya, ketaatan itu akan selalu ada," tandasnya. [] Alfia Purwanti
0 Komentar