Topswara.com-- "Tarik nafasmu, fahami dan yakini itu dari Allah, engkau telah bersyukur" (Imam Al Qurthubi)
الشُّكْرُ فَهُوَ فِي اللُّغَةِ الظهور وَ حَقِيقَتُهُ الثَّنَاءُ على الإنسان بمَعْرُوْفٍ يُوْلِيْكُه.
Arti syukur menurut literasi Bahasa Arab adalah Nampak.
Dan Hakikat syukur adalah sanjungan yang ditujukan kepada manusia, karena kebaikan yang telah diaberikan kepadamu.
قَالَ الْجَوْهَرِيُّ: الشُّكْرُ: الثَّنَاءُ عَلَى الْمُحْسِنِ بِمَا أَوْلَاكَهُ مِنَ الْمَعْرُوفِ
Al Jauhari berkata, "Syukur adalah sanjungan yang ditujukan kepada orang yang berbuat baik, atas kebaikan yang dia berikan kepadamu."
Imam At Tirmidzi dan Abu Daud meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi saw, beliau bersabda:
(لَا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ)
"Tidak bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada manusia."
Al Khaththabi berkata: Sabda Rasulullah ini dapat ditakwilkan dengan dua makna:
Pertama;
أَنَّ مَنْ كَانَ مِنْ طَبْعِهِ كُفْرَانُ نِعْمَةِ النَّاسِ وَتَرْكُ الشُّكْرِ لِمَعْرُوفِهِمْ كَانَ مِنْ عَادَتِهِ كُفْرَانُ نِعْمَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَتَرْكُ الشُّكْرِ لَهُ.
Sesungguhnya, barang siapa yang tabi'atnya ingkar terhadap nikmat dari manusia dan tidak bersyukur atas kebaikan mereka, maka biasanya dia akan ingkar terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah dan tidak bersyukur kepada-Nya
Kedua,
أَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ لَا يَقْبَلُ شُكْرَ العَبْدِ عَلَى إحْسَانِهِ إليْهِ إذ كَانَ الْعَبْدُ لَا يَشْكُرُ إِحْسَانَ النَّاسِ إِلَيْهِ وَيَكْفُرُ مَعْرُوفَهُمْ لِاتِّصَالِ أَحَدِ الْأَمْرَيْنِ بِالْآخَرِ.
Allah tidak akan menerima syukur seorang hamba atas kebaikan Allah yang telah diberikan kepadanya, jika dia tidak bersyukur atas kebaikan manusia terhadap dirinya, dan ingkar atas jasa baik mereka. Sebab salah satu dari kedua hal ini terkait dengan yang lainnya. (ada keterkaitan antara bersyukur kepada manusia dan bersyukur kepada Allah)
فِي عِبَارَاتِ الْعُلَمَاءِ فِي مَعْنَى الشُّكْرِ فَقَالَ سَهْلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ: الشُّكْرُ: الِاجْتِهَادُ فِي بَذْلِ الطَّاعَةِ مَعَ الِاجْتِنَابِ لِلْمَعْصِيَةِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَانِيَةِ
Pada Ungkapan atau ‘ibarah para ulama tentang makna syukur, Sahl bin Abdullah berkata bawa: "Syukur adalah berusaha keras atau upaya yang sungguh-sungguh, untuk mencurahkan ketaatan (kepada Allah) dan menjauhi segala kemaksiatan, baik dalam keadaan tersembunyi maupun dalam keadaan terang-terangan.
Oleh karena itu Allah SWT befirman dalam Al-Qur’an atas Nabi Daud as dan keluarganya:
" اعْمَلُوا آلَ داوُدَ شُكْراً" [سبأ: 13]
"Bekerjalah hai keluarga Daud (kalian) untuk bersyukur (kepada Allah)" (Qs. Saba' [34]: 13)
فَقَالَ دَاوُدُ: كَيْفَ أَشْكُرُكَ يَا رَبِّ وَالشُّكْرُ نِعْمَةٌ مِنْكَ!
Nabi Daud berkata "Bagaimana aku bersyukur kepada-Mu ya Tuhan, sebab syukur pun merupakan nikmat dari-Mu."
قَالَ: الْآنَ قَدْ عَرَفْتَنِي وَشَكَرْتَنِي إِذْ قَدْ عَرَفْتَ أَنَّ الشُّكْرَ مِنِّي نِعْمَةٌ
Allah kemudian berfirman: “Engkau telah mengetahui Aku, dan engkau terlah bersyukur kepada Ku”. Pada saat engkau telah mengerti bahwa syukur itu dari Ku, sebagai sebuah kenikmatan.
قَالَ يَا رَبِّ فَأَرِنِي أَخْفَى نِعَمِكَ عَلَيَّ
Daud berkata, "Ya Tuhan, perlihatkanlah padaku nikmat-nikmat Mu untukku yang paling tersembunyi!"
قَالَ يَا دَاوُدُ تَنَفَّسْ فَتَنَفَّسَ دَاوُدُ فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى مَنْ يُحْصِي هَذِهِ النِّعْمَةَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
Allah berfirmaru "Wahai Daud, bemafaslah!" Daud kemudian bemafas. Allah Ta'ala berfirman, “Siapa yang dapat menghitung nikmat ini (benafas) pada malam dan siang hari?”
Seringkali kita tidak menyadari ragam kenikmatan yang telah Allah berikan kepada kita, kita bisa bernafas, kita telah mendapatkan kenikmatan nafas itu secara gratis dari Allah.
Jantung kita selalu berdetak, tanpa kita harus berusaha untuk mendetakkannya. Paru-paru kita terus menyerap oksigen di saat siang dan malam. Darah kita terus mengalir setiap saat. Siapa yang mampu menghitung semua kenikmatan itu?
Ketika kita tidak memahami, tidak ma’rifat atas semua ini, artinya kita tidak atau belum bersyukur kepada Allah SWT. Saat kita mengetahui bahwa semua kenikmatan itu dari Allah SWT, itu adalah merupakan wujud bersyukur kita kepada Allah.
Kemudian diiringi dengan berupaya bersungguh-sungguh untuk ta’at kepada allah. Menjauhi segala kemaksiatan, di saat sembunyi atau terang-terangan.
وَقَالَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ: كَيْفَ أَشْكُرُكَ وَأَصْغَرُ نِعْمَةٍ وَضَعْتَهَا بِيَدِي مِنْ نِعَمِكَ لَا يُجَازِي بِهَا عَمَلِي كُلُّهِ!
Berkata Musa as: Bagaimana aku bersyukur kepada Mu Ya Allah, segala kenikmatan yang kecil dari segala kenikmatan itu, yang telah engkau letakkan di tanganku, tidaklah cukup seluruh amal-amalku ini untuk menutupinya”.
فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ يَا مُوسَى الْآنَ شَكَرْتَنِ
Maka Allah mewahyukan kepada Musa: “Wahai Musa, sekarang engkau telah bersyukur kepadaku”.
Betapa mudah sesungguhnya kita bersyukur kepada Allah, dengan mengakui segala kenikmatan yang telah Allah berikan kepada kita.
Itu adalah merupakan wujud syukur kepada Allah, walau seluruh amal kita kita tidak mampu membalas segala kebaikan dan kenikmatan dari Allah kepada kita.
Semoga detik-detik dalam sisa hidup kita, senantiasa dicatat Allah menjadi hamba yang bersyukur. Amin ya Rabbal alamin [].
Oleh: Guru Luthfi Hidayat
(Pengasuh Majelis Baitul Qur'an Tapin)
0 Komentar