Topswara.com -- Setiap tahun, kita selalu mendengar berita kenaikan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Apalagi di saat pandemi seperti sekarang ini, kasusnya terus melonjak. Bayang-bayang kekerasan kian menghantui.
Berdasarkan data CATAHU Komnas Perempuan, dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792 persen atau hampir delapan kali lipat. Kekerasan Terhadap Anak Perempuan (KTAP) pun melonjak sebanyak 2.341 kasus pada 2020, melonjak dari tahun sebelumnya sekitar 65 persen. Angka-angka tersebut menunjukkan kondisi perempuan Indonesia mengalami kehidupan yang tidak aman. (Liputan6.com, 15/7/2021)
Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah, baik provinsi maupun kota/kabupaten untuk meredam terjadinya kasus kekerasan ini. Salah satunya adalah dibentuknya Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), yaitu sebuah gerakan yang bekerja secara terkoordinasi untuk membantu pemerintah memberikan perlindungan terhadap anak.
Misalnya provinsi Kalsel, PATBM ini sudah terbentuk diseluruh kabupaten kota yang ada di Kalsel.(infopublik.id, 6/9/2021)
Hal ini sejalan dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah bahwa untuk menghapus tindak kekerasan perempuan dan anak, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri melainkan perlu bermitra dengan lintas sektoral. Seperti masyarakat, swasta organisasi, perguruan tinggi, termasuk media sosial.
Upaya tersebut terus digencarkan. Terbukti dengan bermunculannya berbagai pihak yang mendorong disahkannya rancangan undang-undang terkait dengan perlindungan perempuan dan anak ini. Seperti The Body Shop Indonesia yang tiada henti menyuarakan isu terkait kekerasan seksual. Selain mendukung pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), ada pula kampanye yang dilancarkan guna memerangi kekerasan seksual, bertajuk No! Go! Tell! (Katakan Tidak! Jauhi! Laporkan!) (liputan6.com, 8/7/2021)
Akar Masalah
Tingginya kasus ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Tetapi juga menimpa perempuan dan anak di berbagai belahan bumi lainnya. Laporan baru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkap bahwa sepertiga perempuan di dunia, atau sekitar 736 juta dari mereka, pernah mengalami kekerasan fisik maupun seksual. WHO menganalisis data hasil survei di 161 negara antara tahun 2000 hingga 2018 untuk menghasilkan estimasi terbaru ini. Namun studi ini tidak memasukkan data dari selama pandemi Covid-19 terjadi. (bbc.com, 10/3/2021)
Sedangkan data terbaru yang dilaporkan oleh WHO, UNESCO, dan UNICEF menyatakan separuh dari total populasi anak di dunia atau sekitar satu miliar anak mengalami kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikologis, cedera, menjadi disabilitas, dan meninggal dunia.(bisnis.com, 19/6/2020)
Berdasarkan siaran pers dari laman resmi WHO yang dikutip Jumat (19/6/2020), kekerasan terhadap anak tersebut dikarenakan negara gagal mengimplementasikan strategi dan kebijakan yang telah dibuat untuk melindungi anak-anak.
Ya, ini lah akar masalahnya. Negara gagal melindungi anak dan perempuan. Sebab negara yang berbasis kapitalisme lebih mengutamakan nilai materi dalam setiap kebijakannya. Perempuan didorong bekerja di ruang publik demi perputaran roda ekonomi. Perempuan dianggap lebih “berharga” jika berdaya secara ekonomi, laiknya sebuah komoditi. Sehingga mereka meninggalkan peran utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.
Akibatnya, anak di rumah hidup tanpa pengawasan orang tua. Atau disubkontrakkan pendidikan dan pengasuhannya pada orang lain. Sehingga anak rentan mengalami kekerasan dari orang-orang sekelilingnya karena lemahnya posisi mereka.
Di sisi lain, ide feminisme terus menerobos ruang pikir perempuan di seluruh dunia, termasuk para muslimah di negeri-negeri Muslim. Sehingga para muslimah terus terdorong untuk terjun ke ruang publik demi sebuah kesetaraan yang semu.
Alhasil, saat perempuan berbondong menyejajarkan dirinya dengan laki-laki di ruang publik, membuat tugas utamanya sebagai istri, ibu dan pengatur rumah tangga terabaikan. Anak-anak menjadi kehilangan kasih sayang ibunya. Mereka tumbuh dalam pengasuhan yang tak ideal. Meski diasuh dalam Day Care yang terhebat sekali pun, tetap saja peran ibu tak akan bisa tergantikan.
Banyak posisi penting yang layaknya diduduki laki-laki, ternyata telah diambil alih oleh perempuan. Akibatnya, banyak laki-laki justru kembali ke rumah. Menggantikan posisi istri, mengasuh dan merawat anak-anaknya. Pertukaran peran pun kerap terjadi.
Sekilas sepertinya tak mengapa. Namun nyatanya, hal ini bisa menimbulkan efek yang luar biasa. Sebab fitrahnya laki-laki adalah sebagai qowwam (pemimpin), tapi terpaksa menggantikan peran istrinya. Tentu kondisi ini tidak mudah dan menyebabkan banyak kaum lelaki yang sulit melakoninya.
Terkadang emosi laki-laki tak terkendali karena dihadapkan pada kondisi seperti ini. Akibatnya, anak dan istrinya kerap menjadi korban pelampiasan emosinya. Tak jarang pula kita dapati anak atau istrinya dianiaya, bahkan meregang nyawa di tangannya.
Saat kekerasan terhadap anak dan perempuan terus terjadi hingga sekarang, belum ada solusi tuntas yang bisa menyelesaikannya. Yang ditawarkan hanyalah edukasi kepada rakyat bahwa kekerasan itu tidak boleh dilakukan, atau mendukung undang-undang baru. Atau juga membuat lembaga-lembaga yang menampung para korban, dan lain sebagainya. Tanpa ada sanksi yang tegas bagi para pelaku. Alih-alih perubahan sistem kehidupan yang ada. Tentu solusi seperti ini jauh panggang dari api.
Solusi Terbaik
Secara fitrah, perempuan itu penuh kelembutan dan kasih sayang. Dengan fitrah inilah dia mampu merawat dan mendidik anak-anaknya dengan sabar. Hingga mengantarkan anaknya menjadi sosok yang cerdas dan hebat.
Dalam Islam, fitrah perempuan ini lah yang dijaga. Sehingga Allah SWT tidak memberikan beban mencari nafkah pada perempuan. Justru perempuan lah yang harus dinafkahi oleh mahramnya.
Allah SWT berfirman: “…Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan sesuai kadar kesanggupanya…” (TQS. Al Baqarah [2] : 33)
Allah SWT juga berfirman:"...Dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…” (TQS an-Nisaa [4]:34).
Rasulullah SAW bersabda: “Bertakwalah kepada Allah perihal perempuan. Karena sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanah Allah, dan dihalalkan atas kalian kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Maka hak mereka atas kalian adalah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan cara yang ma’ruf.” (HR. Muslim)
Dari sini kita bisa pahami bahwa kedudukan perempuan itu sangat dijaga dan diperhatikan dalam Islam. Serangkaian hukum-hukum praktis yang terkait dengan kehamilan, penyusuan, pengasuhan, perwalian dan nafkah diturunkan Islam untuk menjaga kesempurnaan peran keibuan setiap muslimah.
Seorang perempuan juga tidak dibebankan kewajiban shalat berjama’ah di masjid, bekerja, berjihad, dan hukum lain yang bisa mengabaikan perannya sebagai ibu.
Jaminan Islam atas nafkah perempuan diatur sedemikian rupa dalam mekanisme perwalian. Jika dia seorang anak, maka nafkahnya akan ditanggung ayahnya. Jika dia seorang istri, maka suaminya yang menanggung nafkahnya. Apabila ayah atau suaminya tidak ada, maka Islam mengatur mekanisme terinci pada kerabat terdekat sesuai dengan ketetapan syariat. Tanpa pernah ada pengabaian jaminan nafkah bagi seorang perempuan.
Bahkan, saat seorang perempuan tersebut harus bercerai dengan suaminya pun, tetap jaminan nafkah bagi perempuan diatur oleh Islam dengan mekanisme yang adil dan menentramkan semua pihak.
Setiap Muslim yang senantiasa berusaha membahagiakan kaum perempuan di sekelilingnya, niscaya akan mendapatkan keridhaan Allah SWT. Ini lah kunci untuk mendapatkan surga-Nya.
Jika aturan Islam terhadap perempuan dan anak ini diterapkan secara sempurna dalam kehidupan kita, tentu kasus pelecehan dan kekerasan terhadap anak dan perempuan tak akan terjadi. Kalau pun terjadi juga, maka negara akan memberikan tindakan tegas bagi para pelakunya.
Sebagaimana yang pernah dilakukan Khalifah Mu’tasim Billah, saat mengerahkan pasukan perangnya karena membela seorang muslimah yang dilecehkan dan ditawan oleh pemuda Romawi di Amurriyah.
Diceritakan bahwa kepala pasukannya ada di Amurriyah (Turki), sementara ekornya ada di Baghdad (Irak) tempat khalifah berada. Begitu besar perhatian negara atas kemuliaan seorang perempuan muslimah.
Hanya seorang muslimah saja diusik kehormatannya, ribuan pasukan perang diturunkan oleh khalifah. Bagaimana jika ratusan ribu muslimah seperti sekarang yang telah dilecehkan dan dianiaya? Adakah pembelaan negeri Islam atas mereka?
Seperti inilah Junnah(perisai) yang kita rindukan dan dinantikan. Agar kehidupan seluruh kaum Muslim aman dan tentram dalam perlindungannya. Rasulullah SAW bersabda:
إنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ، فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ، وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ
“Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang Imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka dia (Khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad)
Demikianlah solusi terbaik dalam Islam yang sejatinya kita jalankan. Agar tak ada lagi perempuan dan anak hidup di bawah bayang-bayang kekerasan.
Wallahu a’lam bishawwab
Oleh : Laila Thamrin
Praktisi Pendidikan
0 Komentar