Topswara.com -- Dua tahun sudah pandemi masih menunjukkan eksistensinya, entah sampai kapan musibah ini akan berakhir. Begitu ganas, akibatnya ribuan korban pun berjatuhan. Berbagai persoalan pun bermunculan. Selain persoalan di sektor kesehatan, masyarakat pun dihimpit oleh persoalan ekonomi. Betapa banyak rakyat yang kehilangan pekerjaan di kala krisis akibat pandemi. Akibatnya rakyat harus rela mencari nafkah seadanya.
Ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah yang memberlakukan PPKM, membuat masyarakat semakin sulit bergerak mencari nafkah. Kesulitan ekonomi yang menghantui masyarakat makin mencekam. Akibatnya PPKM yang diberlakukan tersebut banyak dilanggar oleh masyarakat. Dana bantuan dari pemerintah pun tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Tak hanya sampai disitu, akibat kesulitan ekonomi sebanyak 602.208 mahasiswa putus kuliah efek dari adanya Covid-19. Jangankan untuk biaya pendidikan, untuk sekadar menyambung hidup saja begitu sulit.
Begitu pula dengan sektor kesehatan, banyaknya korban berjatuhan sebagian diakibatkan karena kekurangan obat-obatan dan fasilitas kesehatan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah benar-benar gagal dalam menghadapi pandemi hari ini.
Yang lebih mengejutkan lagi, disaat masyarakat sedang sekarat dalam menghadapi krisis pandemi, malah muncul berita tentang kekayaan sejumlah pejabat yang meningkat di era pandemi ini. Dilansir dari CNN Indonesia (7/9), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, sebanyak 70,3 persen harta kekayaan para pejabat negara naik selama setahun terakhir atau di masa pandemi Covid-19. Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, laporan kenaikan itu tercatat setelah pihaknya melakukan analisis terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) pada periode 2019-2020.
Juga terungkap realita berupa pengakuan lugas wakil rakyat yang membeberkan gaji yang diterimanya dan tunjangan dalam jumlah yang fantastis.
Dengan berita tersebut menunjukkan bahwa negara abai dalam urusan yang menyangkut kemaslahatan rakyatnya. Di satu sisi, ketika rakyat berjuang begitu keras melawan krisis pandemi yang berkepanjangan, di sisi lain justru pemerintah malah sibuk memperkaya dirinya masing-masing. Ibarat kata mengambil kesempatan dalam kesempitan. Bersenang-senang di atas penderitaan rakyat. Keadilan sama sekali tidak dirasakan oleh rakyat.
Hal ini tidak mengherankan, mengingat bahwa sistem yang dianut negeri ini adalah kapitalisme yaitu berasaskan materi. Dalam kapitalisme, setiap individu berlomba untuk memperkaya dirinya masing-masing dan yang kuat lah yang akan menang. Negeri yang menganut sistem ini sampai kapan pun tidak akan mampu menyejahterakan rakyatnya. Karena kerakusan dan ketamakan pemerintah yang mengutamakan pribadinya. Juga aturan yang mengatur dari segala aspek kehidupan yaitu aturan buatan mereka sendiri, sekularisme. Yakni aturan yang memisahkan antara agama dengan kehidupan. Sehingga, individu dibebaskan untuk memperkaya diri dengan cara apapun, baik halal maupun haram.
Sifat kapitalistik tersebut tidak akan kita jumpai dalam sistem Islam. Islam adalah agama yang bukan hanya agama ritual, tetapi mengatur segala aspek kehidupan manusia. Aturan tersebut ibarat kata paket lengkap Allah yang telah menciptakan manusia beserta aturan sebagai pedoman hidupnya. Ketika seorang Muslim selama hidupnya berpegang teguh pada Al-Qur'an dan sunah maka ia tidak akan tersesat selama-lamanya.
Islam memiliki tiga sumber pemasukkan yang telah jelas pendistribusiannya. Yakni pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Sumber daya alam dalam sistem Islam akan dikelola oleh negara dan hasilnya akan diberikan kepada rakyat dalam bentuk pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Tak lupa pula individu dalam sistem Islam akan dipastikan kebutuhan sandang, pangan, dan papannya telah tercukupi. Jika individu tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya dan tidak memiliki wali dalam hidupnya, maka kebutuhannya mutlak sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara.
Tidak seperti yang kita lihat faktanya pada hari ini, dimana sumber daya alam dikeruk habis-habisan secara brutal oleh swasta maupun asing. Alhasil, para penguasa yang bekerjasama dengan mereka lah yang mendapat bagian kecil dari keuntungan tersebut. Tak jarang pula, justru penguasa tidak mendapat bagian apapun dari hasil sumber daya alam tersebut. Apalagi jika kita berbicara soal rakyat, tentu rakyat sama sekali tak mendapatkan bagian sekecil apapun.
Aturan kepemimpinan juga tidak luput dalam Islam, hal ini sangat dianggap penting. Tidak main-main, ketika pemimpin suatu negara mampu melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan aturan Islam, maka kesejahteraan dapat diraih. Maka dari itu fungsi pemimpin dalam Islam yakni sebagai pelayan dan meriayah rakyatnya supaya rakyat senantiasa hidup hanya untuk beribadah kepada Allah. Untuk itu, seorang pemimpin dalam Islam harus didompleng dengan keimanan dan ketakwaan. Sangat jarang ditemukan pemimpin negara Islam yang mengutamakan diri mereka sendiri karena mereka hanya mengharapkan rida Allah SWT.
Seperti seorang khalifah Umar bin Khattab yang rela kekurangan demi mencukupkan keperluan rakyatnya yang pada saat itu sedang dilanda krisis kekeringan dan kelaparan. Jika sebelumnya Khalifah Umar bin Khattab selalu dihidangkan roti, lemak dan susu, pada masa krisis yang melanda, beliau hanya makan minyak dan cuka. Beliau mengisap-isap minyak dan tidak pernah kenyang dengan makanan tersebut. Akibatnya warna kulit beliau menjadi hitam, tubuhnya pun menjadi kurus. Kondisi ini berlangsung selama sembilan bulan sampai masa sulit berakhir.
Begitulah sikap pemimpin dalam Islam, sosok pemimpin yang rela menderita demi mencukupkan keperluan rakyatnya. Ketika seorang pemimpin di rasa adil dalam memimpin suatu negara dengan aturan Islam, Allah SWT menyediakan surga baginya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: " Penghuni surga ada tiga golongan, pertama penguasa yang adil, suka bersedekah dan sesuai (dengan syariat). Kedua, orang penyayang, halus perasaannya bagi setiap yang memiliki keluarga dan terhadap orang Muslim. Ketiga orang yang menjaga kesucian, menahan diri terhadap hal-hal yang haram dan meminta-minta." (HR. Muslim).
Bukan hanya kenikmatan surga saja tetapi Allah sendiri yang akan menaungi pada hari yang ketika hari itu tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Seperti sabda Rasulullah SAW yang artinya: "ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah dibawah naunganNya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNya, yaitu pemimpin yang adil; pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah semasa hidupnya; orang yang senantiasa terpaut dengan masjid; dua orang yang saling mencintai karena Allah; seorang lelaki yang diajak perempuan cantik untuk berzina tetapi dia berkata, "Aku takut kepada Allah"; orang yang memberi sedekah tetapi dia merahasiakannya seolah-olah tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya dan seorang yang mengingat Allah SWT di waktu sunyi sehingga bercucuran air matanya. (Mutafaq'alaih).
Demikianlah kenikmatan yang dijanjikan oleh Allah SWT kepada pemimpin yang adil. Tetapi sebaliknya ketika seorang pemimpin menzalimi rakyatnya maka nerakalah ancaman Allah kepadanya. Seorang pemimpin dalam Islam yang taat kepada Allah dan rasul-Nya, niscaya mampu menjadikan negara Islam sebagai negara adidaya. Sejarah telah mencatat bahwa daulah Islam mampu menyejahterakan rakyatnya selama 1300 tahun lamanya.
Tidaklah kita merindukan sosok pemimpin yang seperti itu? Pemimpin yang mampu meriayah rakyatnya, sehingga bisa hidup dengan aman dan sejahtera.
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Andriani
Sahabat Topswara
0 Komentar