Topswara.com -- Dakwah adalah Kewajiban
Islam memiliki keistimewaan dibandingkan dengan agama dan ideologi lain seperti kapitalisme dan komunisme. Islam adalah agama sekaligus mabda/ideologi. Mabda’ Islam adalah pola pikir dan pola sikap yang islami (kepribadian Islam). Umat Islam mengemban Islam sebagai kaidah berpikir dan kepemimpinan berpikir yang meliputi akidah dan syariah Islam.
Salah satu kepentingan terbesar Islam sebagai sebuah ideologi atau mabda’ adalah bagaimana merubah masyarakat sesuai dengan visi dan cita-citanya mengenai transformasi sosial. Tidak hanya Islam, bahkan semua ideologi menghadapi suatu pertanyaan pokok, bagaimana merubah masyarakat dari kondisi yang ada sekarang menuju kepada keadaan yang lebih dekat dengan tatanan idealnya. Sebagai sebuah ideologi, Islam menderivasikan pemikiran-pemikiran sosialnya dari dalil-dalil untuk transformasi sosial menuju tatanan masyarakat Islami.
Oleh karena itu, menjadi sangat jelas bahwa realitas sosial dalam kaca mata Islam bukan hanya untuk dipahami, tapi juga diubah dan dikendalikan. Ini berakar pada misi ideologisnya, yakni cita-cita untuk menegakkan amar makruf nahi mungkar pada masyarakat dalam kerangka mewujudkan nilai-nilai tauhidullah (mengesakan Allah).
Allah mewajibkan setiap Muslim untuk bertanggung jawab kepada saudaranya dan segenap umat manusia. Salah satu wujud tanggung jawab yang dimaksud adalah dakwah.
Dakwah adalah mengajak manusia ke jalan Allah SWT. Di dalamnya termasuk seruan amar makruf nahi mungkar. Dengan dakwah manusia bisa keluar dari kegelapan jahiliah menuju cahaya terang Islam.
Dakwah hukumnya wajib. Setiap pribadi Muslim yang telah balig dan berakal, baik laki-laki maupun wanita, diperintahkan untuk berdakwah. Allah SWT berkalam:
فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
Karena itu berdakwahlah dan beristiqamahlah sebagaimana diperintahkan kepada kamu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (TQS asy-Syura [42]: 15).
Pada ayat lain Allah SWT pun berkalam:
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang baik (TQS an-Nahl [16]: 125).
Rasulullah saw. pun bersabda:
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
Sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat (HR al-Bukhari).
Lebih dari itu, Rasulullah saw. menyebut ‘inti’ dari agama ini (Islam) adalah nasihat. Beliau bersabda:
الدِّيْنُ نَصِيْحَةٌ
(Inti) agama (Islam) ini adalah nasihat (HR at-Tirmidzi).
Oleh karena itu tugas dan kewajiban dakwah berlaku umum atas setiap Muslim tanpa memandang profesi, status sosial maupun tingkat ilmunya. Dakwah bukan sekadar tugas dan kewajiban pihak-pihak yang mendapatkan label “ulama”, “ustadz” atau nantinya dai yang bersertifikat dari penguasa. Pengemban dakwah tak perlu sertifikat dari penguasa. Apalagi jika program dai “bersertifikat” tersebut malah mengaburkan esensi dakwah Islam dan menghalangi amar makruf nahi mungkar (termasuk kepada penguasa).
Setiap Muslim pada hakikatnya adalah penyambung tugas Rasulullah Muhammad SAW. dalam menyampaikan risalah dakwah. Risalah dakwah yang diemban Rasulullah SAW. adalah ciri kemuliaan beliau. Oleh karena itu setiap Muslim yang meneruskan aktivitas mengemban risalah dakwah juga akan memiliki kedudukan yang mulia.
Allah SWT dan Rasul-Nya banyak memberikan dorongan dan pujian yang ditujukan kepada para pengemban dakwah dan penyampai hidayah-Nya. Allah SWT, berkalam,
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal salih dan berkata, “Sungguh aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (TQS al-Fushilat [41]: 33).
Imam Hasan al-Bashri memberikan penjelasan terkait ayat di atas, bahwa mereka yang menyeru manusia ke jalan Allah adalah kekasih Allah, wali Allah dan pilihan Allah. Mereka adalah penduduk bumi yang paling dicintai Allah karena dakwah yang mereka serukan. Inilah kemuliaan yang akan diberikan kepada setiap Muslim yang berdakwah.
Rasulullah saw. pun bersabda:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدَى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يُنْقَصُ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا
Siapa saja yang menyeru manusia pada hidayah Allah, ia mendapatkan pahala sebesar yang diperoleh oleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka (HR Muslim)
Dakwah Penerapan Syariat Islam Kaffah
Rasulullah selalu berdakwah mengabarkan wahyu dari Allah Subhanahu wata’alaa kepada manusia, baik ketika beliau berada di pasar-pasar, di majelis ilmu, di masjid-masjid, bahkan di saat bertempur di medan jihad pun lisan beliau selalu berdakwah. Jadi hakikatnya Rasul mengajari manusia mengamalkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari dalam keadaan apapun.
Dalam menerapkan syariah Islam itu, Rasul SAW. sangat adil dan sesuai syariat Islam. Misalnya, Rasulullah tidak memberi keringanan hukuman kepada wanita terpandang yang mencuri, walaupun orang yang sangat dekat dengan belia mengajukan permintaan keringanan hukuman. Bahkan ketika itu beliau bersabda, “Wahai manusia, sungguh orang-orang sebelum kalian itu binasa karena bila yang melakukan pencurian itu orang terpandang, mereka biarkan. Namun, bila yang mencuri itu kalangan rakyat jelata, mereka menerapkan hukuman atasnya. Demi Allah, kalau saja Fathimah putri Muhammad mencuri, sungguh akan aku potong tangannya.” (HR Muslim).
Di Madinah, Rasul SAW. menyatukan dan melebur masyarakat menjadi satu kesatuan umat dengan ikatan yang kokoh, yakni ikatan akidah Islam. Dengan demikian hal ini akan melenyapkan ikatan-ikatan ‘ashabiyyah jâhiliyah, seperti ikatan kesukuan dan kebangsaan. Perbedaan-perbedaan kebangsaan, kesukuan, bahasa, mazhab dan nasionalisme menjadi penyebab permusuhan, kebencian dan kezaliman.
Masyarakat pun–atas nikmat Allah–berubah menjadi bersaudara. Jadilah orang Arab, orang Persia, orang Romawi, orang India, orang Turki, orang Eropa dan orang Indonesia semuanya berperan saling menopang satu sama lain sebagai saudara yang saling mencintai karena Allah. Tujuan mereka semua hanya satu, yaitu menjadikan kalimat Allah menjadi unggul dan kalimat setan menjadi hina. Mereka mengabdi demi Islam dengan ikhlas.
Banyak contoh teladan yang meneladani Rasululllah seperti Salman al-Farisi, Shuhaib ar-Rumi, Bilal al-Habasyi, dan masih banyak yang lainnya. Mereka adalah di antara yang beriman kepada Allah dengan ikhlas, memperjuangkan dan menolong Islam dengan segala kekuatan yang mereka miliki, memprioritaskan kepentingan Islam di atas kepentingan bangsa dan kaum mereka. Ini karena mereka memandang bahwa ketaatan kepada Allah adalah di atas segalanya dan bahwa kebaikan atas kemanusiaan ada pada pengabdian mereka pada Islam.”
Rasul SAW. juga memimpin umat untuk menjalankan misi agung menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Islam dan penerapannya secara totalitas akhirnya merambah ke berbagai negeri menebarkan rahmat di setiap jengkalnya.
Ketika Rasul SAW. wafat pada 12 Rabiul Awwal 11 H, kepemimpinan beliau itu dilanjutkan oleh para sahabat dalam sistem Khilafah selama era Khulafaur Rasyidin. Kepemimpinan itu merupakan sunnah Khulafaur Rasyidin yang juga Rasul SAW. perintahkan untuk kita pegangi.
Alhasil, semua keteladanan Nabi SAW. itu harus diteladani secara totalitas, termasuk keteladanan dalam kepemimpinan. Meneladani kepemimpinan Nabi SAW. bukan hanya meneladani beliau sebagai sosok pemimpin, tetapi juga meneladani dan merealisasikan sistem yang beliau gariskan dan contohkan, yaitu sistem Islam, melalui penerapan syariah Islam secara menyeluruh. Termasuk syariah Islam tentang Khilafah. []
Wallahu’alam bishowab
Oleh: Setya Soetrisno
Mubaligah Solo
0 Komentar