Topswara.com -- Indonesia terkenal dengan negeri kaya akan kekayaan alamnya. Berupa tanah yang subur dan diperut buminya banyak tersimpan berbagai aneka barang tambang yang berharga. Namun sayangnya, kekayaan yang melimpah ruah nyatanya bukanlah jaminan kehidupan rakyatnya menjadi makmur dan sejahtera.
Hal ini terjadi tak lain tak bukan akibat dari penerapan sistem yang rusak dan para penguasa (pemimpin) yang tidak amanah dalam menjalankan tugasnya. Di mana negara-negara yang menganut sistem kapitalis dalam pengaturan ekonominya memakai mekanisme pasar bebas, negara hanya menjadi regulator yang mengatur jalannya usaha ekonomi saja, tanpa terlibat langsung dalam pengelolaannya.
Inilah yang terjadi pada pengelolaan sumber daya alam di negeri ini, yang pengelolaannya dikuasai pihak asing, asinglah penikmat kekayaan negeri ini yang paling besar. Sementara pribumi sebagai pemilik sah kekayaan alam yang melimpah ruah hanya sedikit mendapatkan bagian jumlahnya.
Karena kurangnya sumber pendapatan negara dari hasil kekayaan alam, mau tidak mau untuk memenuhi kas negara pemerintah mencari jalan lain dengan menerapkan pajak sebagai sektor sumber pendapatan. Ini membuktikan bahwa negara makin bergantung pada rakyatnya dengan memfokuskan pendapatan kas negara melalui pajak.
Berbagai strategi dilakukan agar tidak ada objek harta maupun individu yang terlepas dari pajak. Untuk meningkatkan pendapatan kas negara melalui pajak, Menteri hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan Pemerintah dan DPR RI akan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) pada April 2022 sebesar 11 persen dan PPN juga akan dinaikkan sebesar 12 pada 2025.
Beliau menyatakan kenaikan ini lebih rendah dibanding negara lain secara umum, lebih lanjut Beliau menyatakan kenaikan ini pun sudah mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Untuk mempermudah akses penarikan pajak pemerintah sudah menambah fungsikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Meskipun NIK otomatis menjadi NPWP tidak dimungkinkan warga negara langsung ditarik pajak. (kompas.com, 07/10/2021).
Kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif PPN sebesar 11 persen, ini sangat melukai hati rakyat. Padahal jika dilihat dari kehidupan rakyat pada saat masa pandemi ini yang entah kapan berakhir, kehidupan rakyat sudah makin sulit. Untuk memenuhi kebutuhan hidup saja sudah terasa berat dan sulit apalagi harus membayar pajak yang kian hari kian naik.
Sebenarnya hal ini sangat wajar terjadi, karena mengingat negeri ini menganut sistem kapitalisme-demokrasi yang bobrok dan penguasa yang tidak amanah terhadap rakyatnya. Faktor inilah yang mengakibatkan kemiskinan dan kemerosotan makin menjadi-jadi di negeri ini. Maka jangan berharap terjadi perubahan yang lebih baik apabila sistem di negeri ini tidak diganti.
Untuk mencari penganti dari sistem ini kita tidak akan sulit mencarinya, karena solusi yang terbaik adalah kembali kepada ajaran Islam. Karena Islam adalah agama yang terakhir yang diturunkan Allah SWT. Islam memiliki hukum yang sempurna dan menyeluruh (kafah). Syariat Islam mengatur seluruh sendi kehidupan, mulai dari ibadah, makanan, pakaian, pendidikan, ekonomi, tata cara pergaulan, pemerintahan hingga hubungan politik luar negeri pun diaturnya.
Agar terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera, maka kita harus segera menerapkan hukum syariat Allah secara menyeluruh (kafah) dan tidak boleh setengah-setengah atau mengambil sebagian saja dalam penerapannya. Apabila penerapan hukum syariat tidak secara sempurna maka akan timbul kerusakan dan kemaksiatan.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (TQS. Ar-Rum [30]: 41). Wallahualam bisawab
Oleh: Rismayana (Aktivis Muslimah)
0 Komentar