Topswara.com -- Filolog Muslim Salman Iskandar menjelaskan bahwa sejarah kata testimoni itu berasal dari sumpah kesatria para perwira Romawi di hadapan kaisar dengan mempertaruhkan testis mereka.
“Testimoni itu dalam sejarahnya adalah sumpah kesatria para perwira Romawi di hadapan kaisar dengan mempertaruhkan testis mereka,” jelasnya di kelas Api Sejarah Nusantara 2: Perang Ideologi, Rabu (13/10/2021) via WhatsApp Group.
Salman menjelaskan, para perwira Romawi tersebut bersumpah, bahwa yang memiliki kejantananlah yang berani maju ke medan perang.
“Jika mereka lari dari medan perang, maka tidak layak disebut kesatria pemberani. Mereka tidak pantas memiliki testis. Maka yang desersi, kudu dipotong testisnya atau dipecahkan testisnya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan, orang-orang Romawi berpendapat bahwa yang berani berperang adalah para lelaki. “Sedangkan, perempuan yang tidak memiliki testis, tidak wajib berperang. Jadi, jika ada lelaki yang tidak ikut berperang, maka tidak pantas disebut kesatria pemberani. Jadi, mereka harus dipotong atau dipecahkan testisnya,” urainya.
Salman mengatakan, kaum lelaki yang telah dipotong atau dipecahkan testisnya, maka menjadi para skoptsy (hamba sahaya atau budak terkebiri) yang terhina.
“Bagusnya jangan pake istilah testimoni atuhlah, mending pake diksi endorsement (dukungan),” pungkasnya dengan logat Sunda.[] Reni Tri Yuli Setiawati
0 Komentar