Topswara.com -- Blok Wabu merupakan blok tambang emas atau kawasan yang pernah dipakai Freeport untuk menambang emas. Blok Wabu yang berada di Intan Jaya, Papua, diduga memiliki potensi kandungan emas yang lebih besar dari Tambang Grasberg, Freeport Indonesia.
Blok ini disebut-sebut menjadi rebutan para pengusaha setelah dikembalikan Freeport Indonesia ke pemerintah sebelum 2018. MIND ID dan PT Aneka Tambang Tbk menyatakan siap untuk mengelola blok tersebut.(okezone.com, 03/10/21).
Sebagai anak perusahaan MIND ID, PT Antam berkomitmen menggandeng Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bila dipercaya mengelola Blok Wabu. Berikut fakta-fakta yang dikumpulkan Okezone terkait dengan Blok Wabu:
Pertama potensi blok Wabu. Holding perusahaan tambang Mining and Industry Indonesia atau MIND ID pernah menyampaikan wilayah tambang terbuka tersebut memiliki potensi emas yang diperkirakan mencapai 8,1 juta ounces. Meski sempat masuk ke dalam wilayah kerja (Blok B) PT Freeport Indonesia di kontrak karya, Blok Wabu belum sempat ditambang sebelum diserahkan kembali kepada pemerintah.
Kedua menarik minat untuk digarap. Potensi yang ada di Blok Wabu tentu saja membuat MIND ID dan PT Aneka Tambang Tbk tertarik dan menyatakan kesiapannya untuk mengelola blok tersebut. Antam sebagai anak perusahaan MIND ID pun telah menyatakan komitmennya untuk menggandeng badan usaha milik daerah (BUMD) jika dipercaya sebagai pengelola Blok Wabu. Dalam kesempatan lain, MIND ID juga menyampaikan bahwa hasil penghitungan sumber daya pada 1999 untuk kategori measured, indicated, dan inferred terdapat sekitar 117,26 juta ton dengan average 2,16 gram per ton emas.
Ketiga, Freeport Tltarik diri. Freeport Indonesia sebelumnya memastikan menarik diri terhadap pengelolaan Blok Wabu di Papua kendati diklaim memiliki kandungan yang menjanjikan. Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan Blok Wabu adalah salah satu wilayah dalam Blok B dikontrak karya yang lalu. Perusahaan telah melakukan eksplorasi blok dengan wilayah total 200.000 hektare tersebut, tetapi memutuskan tidak tertarik untuk melakukan penambangan.
“Kenapa? Bukan karena Wabu tidak berpotensi, tetapi kami fokus di Grasberg (Block Cave),” kata Tony. Dia menuturkan, telah melepas dan menyerahkan kembali Blok Wabu kepada pemerintah sebelum 2018.
Pemerintah secara resmi menyatakan dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada 21 Desember 2018 bahwa wilayah tambang Freeport hanya 9.900 hektare, yang dulu dikenal dengan Blok A. Tony menambahkan, Blok B sudah tidak ada lagi. Adapun, sisanya hanya wilayah penunjang seluas 116.000 hektare. Freeport pun memastikan tidak memiliki kepentingan apapun di Blok Wabu lagi.
Empat, tidak lagi memiliki kepentingan.
Perusahaan menegaskan tidak memiliki kepemilikan ataupun hak untuk menambang di wilayah tersebut. Dia menjelaskan biaya eksplorasi Blok Wabu mencapai USD170 juta yang dikeluarkan secara kumulatif pada periode 1996-1997. Kandungan di dalamnya terdapat emas dan tembaga. “Saya enggak bisa disclose, ada copper and gold. Enggak sebesar Grasberg,” ujarnya ketika ditanya mengenai detail kandungan Blok Wabu.
Kelima potensi lebih besar dari Grasberg
Mengacu data Kementerian ESDM 2020, Blok Wabu menyimpan potensi sumber daya 117,26 ton bijih emas dengan rata-rata kadar 2,16 gram per ton (Au) dan 1,76 gram per ton perak. Peneliti Alpha Research Database Ferdy Hasiman mengatakan nilai potensi ini setara dengan USD14 miliar atau nyaris Rp300 triliun dengan asumsi harga emas USD1.750 per troy once. Sementara itu, setiap satu ton material bijih mengandung logam emas sebesar 2,16 gram. “Ini jauh lebih besar dari kandungan logam emas material bijih Grasberg milik Freeport Indonesia yang setiap ton materialnya hanya mengandung 0,8 gram emas,” ujar Ferdy. (okezone.com, 3/10/21).
Fakta yang diperoleh dari MIND ID menjelaskan bahwa memang keuntungan lebih penting dari pada mensejahterakan rakyat. Pengusaha banyak mengincarnya karena lebih menghasilkan banyak uang. Selain itu jelas tergambar bahwa dalam sistem kapitalis tak ada keselamatan bagi SDA untuk tercapainya kemandirian tanpa campur tangan pengusaha yang akhirnya dimiliki asing atau swasta.
Konflik Blok Wabu menunjukkan adanya for money and money for power. Adanya power yang digunakan untuk mendapat money. Demikian pula money dibutuhkan untuk mendapatkan power. Prinsip ini lahir dari sistem ekonomi kapitalis-neoliberal yang melegalkan segala bentuk upaya eksplorasi sumber daya alam tanpa adanya batas meski harus merusak lingkungan.
Sistem ekonomi kapitalis-neoliberal ini telah melegalkan pihak swasta dalam mengelola SDA. Alhasil, SDA yang melimpah ruah hanya dinikmati oleh segelintir orang. Padahal kekayaan alam sejatinya merupakan ciptaan Allah SWT. Maka sangat ironis jika hanya dinikmati oleh segelintir orang. Dalam pengelolaan kekayaan alam negara seharusnya negara tidak boleh absen dengan alasan tidak memiliki kapasitas dalam mengelola karena anggapan ini adalah absurd. Indonesia nyatanya memiliki BUMN seperti aneka tambang freeport yang merupakan milik negara padahal Indonesia tidak memiliki kekurangan sedikitpun dalam hal kapasitas sumber daya manusia.
Sistem ekonomi kapitalis-neoliberal memunculkan kesenjangan ekonomi akibat terjadinya ketidakadilan ekonomi ditengah-tengah masyarakat. Salah satu problem ekonomi kapitalisme yaitu buruknya distribusi kekayaan. Namun, miris alih-alih
memperbaiki pola distribusi kekayaan saat ini negara justru menyerahkan blok minyak, blok tambang batu bara atau blok Wabu kepada pihak tertentu sehingga mengakibatkan distribusi semakin buruk.
Sangat berbeda jauh dengan ekonomi dalam perspektif Islam. Menurut ketentuan syariat Islam barang tambang dalam jumlah melimpah bagian dari kekayaan alam jadi kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikian umum. Kepemilikan umum wajib dikelola oleh negara hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum.
Sebaliknya, haram menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi kepada asing. Di antara pedoman pengelolaan kepemilikan umum merujuk pada sabda Rasulullah SAW:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ لَا يُمْنَعْنَ الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Yazid berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tiga hal yang tidak boleh untuk dimonopoli; air, rumput dan api." (HR. Ibnu Majah).
Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni, dikutip Al-Assal dan Karim (1999:72-73), mengatakan: “Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya seperti garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), minyak bumi, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikian individualnya) selain oleh seluruh kaum muslim sebab hal itu akan merugikan mereka.”
Masyallah, di sinilah peran pemerintah seharusnya dimaksimalkan. Karena pemerintah memiliki kewajiban mengelola seluruh barang tambamg atas nama rakyat lalu hasil pengelolaannya dikembalikan kepada rakyat. Baik dalam bentuk natura atau jasa, natura yaitu berupa minyak dan gas misalnya diberikan langsung kepada rakyat atau ke rumah-rumah. Sementara jasa yaitu diberikan dalam bentuk jalan, jembatan, layanan Kesehatan, atau layanan pendidikan.
Sehingga rakyat bisa menikmati semua fasilitas tersebut secara gratis.
Maka dari itu tidak sepantasnya jika masih ada rakyat yang tidak dapat bersekolah, tidak bisa makan dan tidak memiliki rumah atau tempat tinggal. Bahkan orang yang sampai mati kelaparan padahal mereka hidup di tengah kekayaan alam yang melimpah ruah.
Karena itu, keadilan ekonomi hanya akan terwujud dengan penerapan sistem ekonomi Islam sebab kekayaan alam benar-benar terdistribusi secara merata di tengah masyarakat. Dengan demikian, solusi untuk mengakhiri kisruh pengelolaan SDA yang terjadi saat ini bisa ditemukan.
Maka sudah seharusnya umat harus kembali kepada ketentuan syariat Islam. Sebab, selama pengelolaan SDA didasarkan kepada aturan-aturan sekuler kapitalis, semua itu tidak akan banyak manfaatnya bagi rakyat dan pastinya akan menghilangkan berkah serta menyengsarakan rakyat. Jadi hanya sistem Islam solusi sejati permasalah ini.
Wallahu a'lam bishawab
Oleh: Yafi’ah Nurul Salsabila
(Alumni IPRIJA dan Aktivis Dakwah)
0 Komentar