Topswara.com-- Pekerjaan seringan apa pun, jika dilakukan dengan terpaksa, maka akan terasa berat. Pekerjaan seberat apa pun, jika dilakukan dengan tulus, maka akan terasa ringan. Benar, sebagai hamba Allah SWT bekal hidup ini agar semua terasa ringan adalah tulus. Tulus adalah melakukan dengan ikhlas karena Allah SWT dan hanya mengharap keridhaan-Nya.
Betapa banyak orang yang stres dan depresi karena terjebak berharap keridhaan manusia. Bukan mengejar keridhaan Allah, tetapi sibuk mengejar keridhaan manusia.
Penting, sebagai Muslim menjaga ketulusan dalam dakwah. Ada tujuh poin penting ketulusan harus dijaga. Pertama, memurnikan niat, ketulusan ini erat kaitannya dengan niatan. Apabila niatan benar karena Allah SWT, tentunya amal perbuatan juga sampai kepada Allahu Rabbi. Tetapi jika niatnya keliru, mungkinkah amal ibadah tersebut diterima Allah? Mungkinkah dakwah akan berhasil jika niatnya tidak tulus dan lurus?
Kedua, tidak sombong dan jemawa. Setan selalu mengganggu dan menggoda manusia dari berbagai arah. Agar amal dakwah yang dilakukan terbakar di hadapan Allah SWT, setan menghembuskan kesombongan. Terkadang kesombongan ini yang mampu melalaikan manusia, beramal tidak karena Allah SWT, tetapi karena ingin dipuji, disanjung, didengar oleh manusia. Tak hanya itu, kesombongan juga bisa membuat seseorang menolak kebenaran. Seharusnya, kebenaran diterima dengan lapang dada. Tetapi kebenaran menjadi sulit diterima.
Ketiga, dakwah akan menjadi terasa mudah dan ringan. Ketulusan hati membuat segala hambatan dan rintangan dakwah mampu diselesaikan dengan mudah. Karena, di mana pun masanya, tidak ada dakwah yang sepi dari ujian. Justru ujian akan terus hadir. Semakin dekat dengan kemenangan, biasanya ujian semakin besar.
Sebagai contoh, Nabi Ayub as ketika diuji dengan sakit, sampai-sampai ditinggalkan istrinya. Begitu pula Nabi Ibrahim as, ketika diminta mengorbankan anaknya Nabi Ismail as untuk disembelih. Mana mungkin Nabi Ibrahim as bisa melakukannya kalau bukan karena dorongan ketulusan dan keikhlasan mematuhi perintah Allah SWT? Sungguh tak hanya keikhlasan, tetapi Nabi Ibrahim as menunjukkan pengorbanannya dan kecintaannya hanya kepada Allahu Rabbi.
Keempat, tidak mudah putus asa dan pantang menyerah. Ketulusan dan keikhlasan membuat seorang Muslim kuat menghadapi rintangan seberat apa pun. Setiap ujian yang melanda, pasti mampu dihadapi. Sebagaimana terjemahan surah Al-Baqarah ayat 286: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya.
Ketulusan itu mampu mengantarkan kepada keyakinan. Yaitu, keyakinan dirinya mampu menaklukkan ujian yang datang menerpa.
Kelima, senantiasa bisa bersyukur. Ketulusan mampu menenangkan hati, memurnikan niat, dan membersihkan jiwa, sehingga mereka yang tulus ikhlas bisa senantiasa mensyukuri atas segala ujian yang datang. Memang hal itu, tidak mudah, bersyukur di kala tertimpa musibah. Tetapi, bagi mereka yang ikhlas, hal itu begitu mudah dilakukan.
Keenam, dilindungi dari godaan setan yang terkutuk. Hanya keikhlasan yang membuat seseorang itu tidak digoda dari bisikan setan. Sebagaimana dalam terjemah surah Al-Hijr. “Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka." Allah berfirman: "Ini adalah jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah (menjaganya). Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat". (QS. Al Hijr: 39-42)
Ketujuh, istiqamah di jalan dakwah. Hanya dengan tulus ikhlas, seseorang mampu istiqamah tetap menapaki jalan dakwah yang terjal. Oleh karena itu, jika dakwah terasa berat, ujian begitu banyak, coba dimurnikan kembali ketulusan kita, apakah benar-benar tulus ikhlas karena Allah SWT ataukah terbelokkan dengan yang lain? Muhasabah diri itu penting, agar senantiasa tetap berjalan di jalan Islam. “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” (TQS. Al-Baqarah:286). Amin.[] Ika Mawarningtyas
0 Komentar