Topswara.com-- Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan bahwa pemerintah memberi target untuk menghilangkan kemiskinan ekstrem di Indonesia pada akhir tahun 2024. Hal ini disampaikan saat memimpin Rapat Pleno Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) secara virtual, Rabu, (25/08/2021).
Menurutnya, penurunan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen, sejalan dengan SDGs yang memuat komitmen global untuk menghapuskan kemiskinan ekstrem pada 2030. Sebagaimana dilansir PikiranRakyat.com (27/08/2021).
Keoptimisan target juga pernah diungkapkan oleh Presiden Jokowi dalam sebuah video saat sidang kabinet paripurna pada 18 Juni 2020. Dia menyampaikan bahwa saat ini kondisi sedang krisis akibat masa pandemi, tetapi kita optimis keluar dari krisis. (Kompas.com 14/08/2020)
Dan pada tanggal (26/08/2021), Presiden Jokowi juga mengatakan keoptimisannya. Hal ini disampaikan saat sarasehan 100 ekonom secara virtual. Dia mengatakan "Saya yakin dengan dukungan para ekonom yang siap berikan ide dan gagasan turun tangan jadi bagian dari solusi kita pasti mampu melewati masa yang sulit ini sambil persiapkan diri sebaik-baiknya untuk berlari kencang setelah kita keluar dari krisis ini," paparnya. Dikutip dari CNBC Indonesia (26/08/2021).
Demikianlah keoptimisan rezim saat ini, selalu berencana dan bermimpi di tahun yang akan datang. Pertanyaanya, bisakah target penurunan kemiskinan hingga nol persen tercapai? Melihat fakta yang terjadi saat ini, maka jawabannya mustahil terwujud. Bagi penulis ada empat alasan.
Alasan yang pertama, adalah perekonomian yang anjlok karena utang riba dan diterjangnya masa pandemi. Kita semua tahu bahwa angka kemiskinan saat ini cukup tinggi, yakni sejumlah 27, 45 juta jiwa. Apalagi masa pandemi yang belum selesai menjadi problem bagi negara dalam mewujudkan kemiskinan hingga 0 persen. Tentu saja, angka kemiskinan tersebut menyedot APBN. Padahal kondisi keuangan negara mengalami defisit. Sebagaimana disampaikan oleh Sri Mulyani, menteri keuangan dalam konferensi pers APBN Kita. Seperti dilansir cnnindonesia.com (22/6/2021).
Pengeluaran rutin ditambah anggaran masa pandemi yang cukup besar, tentu menjadi beban berat bagi negara. Maka, dengan fakta ini menjadi alasan bahwa mewujudkan kemiskinan hingga 0 persen, sulit diwujudkan.
Alasan kedua, adalah jeratan utang luar negeri yang terus membengkak. serta bertambahnya utang baru yang terus dilakukan oleh rezim saat ini. Di awal menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia, Presiden Jokowi ditinggali rezim sebelumnya sebesar 2.601.72 triliun, yakni per Oktober 2014. Yang kemudian pertahun mengalami peningkatan hingga per Juni 2021 mencapai Rp 6.554,56 triliun. Finance.detik.com (6/6/2021).
Dan perlu kita ketahui bahwa utang luar negeri terus bertambah, minimal bunganya. Maka jelas, dengan jeratan utang riba yang terus membengkak menjadi alasan sulitnya mewujudkan target angka 0 persen kemiskinan.
Alasan ketiga, adalah sumber daya alam yang menjadi kekayaan negara baik yang terdapat di darat, laut, maupun perut bumi telah dikuasai asing dan aseng. Yang hasilnya hampir 100 persen diambil para kaum pemodal.
Alasan berikutnya adalah adanya sistem yang menyuburkan keburukan-keburukan tersebut, bahkan menimbulkan keburukan lainya. Tentu saja sistem ini kufur, yakni sistem yang mempunyai kelemahan di segala bidang. Karena sistem ini berasal dari pikiran manusia yang selalu mempunyai kepentingan pribadi.
Sistem tersebut adalah demokrasi kapitalisme, yang hanya mementingkan kaum pemodal, kaum ini selalu berperan penuh dalam hal pembuat aturan dan kebijakan negara, terutama rezim yang sedang berkuasa. Sebab, berkuasanya rezim karena adanya para kaum Kapitalis. Lebih tepatnya bahwa sistem demokrasi Kapitalisme adalah perselingkuhan antara penguasa dan pengusaha. Maka selama sistem ini berkuasa akan terus terus menimbulkan keburukan di segala bidang, termasuk tidak terwujudnya kesejahteraan.
Dengan demikian, penurunan angka 0 persen dalam sistem demokrasi kapitalisme tidak akan terwujud. Penurunan angka 0 persen hanya akan terwujud tatkala sistem Islam ditegakkan. Sebab, sistem ini berasal dari sang Kholiq, yang mengetahui kelebihan dan kelemahan apa yang dicipta, termasuk manusia. Sehingga aturan yang diterapkan dapat mewujudkan kebaikan di segala bidang.
Apalagi seorang pemimpin yang terpilih sesuai ketentuan hukum dari pencipta pula. Serta dalam menentukan kebijakan berstandarkan halal dan haram, Yang selalu merasa takut terhadap pertanggung jawaban di akhirat. Karena dalam Islam seorang pemimpin akan dimintai atas apa yang dipimpinnya. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda
Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang penguasa adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang lelaki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanya tentang kepemimpinanya. Seorang wanita adalah penanggung jawab dalam rumah suaminya dan akan ditanya tentang tanggung jawabnya. Seorang pelayan adalah penanggung jawab dalam harta majikannya dan akan ditanya tentang tanggung jawabnya. (Bukhari: 893)
Oleh karena itu, jika ingin mewujudkan penurunan angka kemiskinan 0 persen. Harusnya beralih kepada sistem Islam, yakni Daulah khilafah Islamiyyah yang Allah SWT ridhai. Wallahua'lam.[]
Oleh: M. Azzam Al-Fatih
Sahabat Topswara
0 Komentar