Topswara.com -- Pakar Ekonomi Syariah Dwi Condro Triono, Ph.D. mengatakan, titik sentral pasar menurut pandangan Islam mengacu pada surah An-Nisa’ ayat 29.
“Saya menjelaskan kaitannya dengan pasar menurut pandangan Islam, itu memang ada ada titik sentralnya. Titik sentralnya pasar dalam pandangan Islam bisa mengacu pada Surah An-Nisa’ ayat 29,” katanya dalam acara Live - Konsepsi dan Sejarah Pasar di Era Emas Khilafah Islam di YouTube Khilafah Channel Reborn, Selasa (31/08/2021).
Condro menukil surah An-Nisa’ ayat 29.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
Ia mengatakan, berangkat dari ayat tersebut, Islam sangat menghendaki bahwa aktivitas ekonomi harus berjalan mengikuti mekanisme pasar. Dalam bahasa ekonomi pilihan sebenarnya, dalam menentukan harga kembali kepada kekuatan permintaan dan penawaran yang disebut mekanisme pasar, atau penentuan harga ditentukan oleh negara.
“Kalau kita lihat sejarahnya Eropa, Eropa kan yang dianggap munculnya ilmu ekonomi modern yaitu setelah Adam Smith menulis buku itu The Wealth of Nations tahun 1760. Tulisan Adam Smith itu memang mengkritik keras terhadap aliran ekonomi merkantilisme, yang intinya ekonomi itu harus dikendalikan oleh negara,” ujarnya
Ia melanjutkan, faktanya, ekonomi Eropa menjadi ambruk, bangkrut, tidak maju, dan tidak bisa tumbuh karena dikendalikan oleh negara. Sehingga Adam Smith kemudian memberikan usulan dalam bukunya, kalau menginginkan ekonomi tumbuh pesat, maka ekonomi tidak diatur negara, tapi dikembalikan kepada kalau istilahnya invisible hands, tangan yang tidak dilihat. Yang dimaksud adalah kekuatan permintaan dan penawaran dalam penetapan harga.
“Kemudian memang membuat ekonomi Eropa bangkit dan pertumbuhannya luar biasa. Padahal kalau dikembalikan pada Islam, itu sudah 1.400 tahun sejak zaman Nabi. Di mana Nabi memang melarang adanya tas’ir. Tas’ir itu penetapan harga oleh negara. Tas’ir itu kalau dalam bahasa ekonomi bisa dua kemungkinan, pematokan harga atas atau pematokan harga bawah,” jelasnya.
Condro menegaskan, menurut Nabi, tas’ir haram hukumnya. Enggak boleh negara berperan untuk mematok harga, baik harga atas maupun harga bawah. Artinya, Islam mempunyai perhantian yang sangat kuat agar harga benar-benar ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran.
“Istilah dalam surah An-Nisa’ ayat 29 tadi adalah عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ, dua belah pihak itu harus saling ridha. Artinya, harus benar-benar diberi kebebasan untuk menentukan harga sampai benar-benar saling ridha. Di sinilah keberadaan negara di dalam Islam itu melarang tas’ir dan harus menjamin mekanisme harga itu benar-benar bisa berlangsung secara saling ridha. Baru ditemukan abad ke-18. Itu kan sudah sejak zaman dulu sebenarnya,” tandasnya.[] Reni Tri Yuli Setiawati
0 Komentar