Topswara.com -- Media sosial telah berubah fungsi. Dari sarana komunikasi jarak jauh hingga menjadi sebuah gaya hidup seseorang. All in one, media sosial digunakan sebagai alat komunikasi, tapi sekaligus sebagai interaksi sosial kehidupan pribadi, kelompok, bahkan sampai pada ranah intimasi seseorang yang menjadi konsumsi publik akibat tidak adanya filter dalam bermedia.
Perubahan pola hubungan interaksi yang terjadi pada manusia sangat berpengaruh besar. Sedianya interaksi sosial dilakukan antara manusia satu dengan manusia lainnya, dengan melakukan aktivitas nyata dalam berbagai interaksi apa pun. Mereka pun merasakan kedekatan emosi yang mengikat satu sama lain. Setiap orang mampu menilai seseorang dengan nyata berdasar interaksi yang dilakukan.
Namun lihatlah kini, ramai-ramai orang memamerkan kemesraan dengan keluarganya tanpa batas, harta kekayaaan berlimpah ikut dipertontonkan, menunjukkan barang-barang branded yang dimiliki demi menaikkan gengsi, bahkan konten-konten pribadi pun dengan bangga ikut menjadi bagian media sosial saat ini. Apakah ini menjadi hal yang positif dalam pemanfaatan teknologi dan bermedia sosial?
Jika kita mengamati lebih dalam, seseorang bukan lagi menjadi dirinya sendiri. Ada kepalsuan di dalamnya. Rasa iri yang tumbuh akibat “constant comaprison” yaitu membandingkan kehidupan teman sosial media dengan dirinya sendiri, menjadi ajang lomba yang tak sehat. Media sosial menjadi sebuah perwakilan diri kita yang palsu. Setiap unggahan yang ditampilkan bukanlah diri kita yang sesungguhnya, karena fiilter dan photoshop ikut menghiasi layar gadget-nya. Pada akhirnya, ketidakpuasan pada diri sendiri telah merasuki pikirannya. Keputusasaan, depresi, bahkan stres akan timbul jika seseorang tidak mampu membedakan antara dunia nyata dengan dunia maya. Itulah potret media sosial yang eksis saat ini, sungguh sangat mengerikan.
Lantas, bagaimakah fungsi media sosial yang sesungguhnya? Adakah kebaikan media sosial pada akhirnya?
Sistem Islam telah mengatur jalan hidup manusia dengan cara yang haq. Allah dan rasulnya telah menurunkan aturan di dalam Al-Qur'an dan hadis bagi manusia jika ingin mendapatkan kemaslahatan. Tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Karena sistem Islam kaffah telah terbukti memberikan batasan dan ketentuan berdasarkan syariat dari sisi kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat bahkan bernegara.
Begitu pun dalam bermedia sosial. Islam mengatur dan mengontrol penggunaannya demi kebaikan. Banyak fungsi media sosial yang digunakan dan diisi berbagai konten-konten bagi kemaslahatan umat manusia.
Sejatinya, kini manusia harus merubah konsep pemikiran yang benar sesuai syariat. Media sosial bukanlah segalanya. Mulailah berubah dengan mensyukuri apa yang dimiliki. Bukan yang ada di dalam dunia maya, tetapi dunia nyata yang ada di hadapan kita. Keluarga, sahabat, teman, komunitas dan interaksi sosial yang menunjukkan bahwa kita ada, kita hadir di tengah-tengah mereka.
Inilah fungsi media sosial yang akan selalu membawa efek samping positif jika dilakukan dengan cara yang tepat, baik dan maslahat, antara lain:
Pertama, tabayyun.
Sebagai sarana cek dan ricek dari yang diberitakan dengan yang memberitakan. Karena Islam tidak membenarkan adanya share berita tanpa melakukan penyelidikan kevalidan secara mendalam.
Kedua, menyampaikan informasi dengan benar.
Islam mengajarkan penyampaian opini yang jujur dan didasarkan pada fakta dan bukti yang diungkapkan dengan tulus. Tidak melakukan penyebaran berita palsu yang belum diketahui informasi kebenarannya di media sosial. Istilah ini disebut qaul zur yang berarti perkataan buruk atau kesaksian palsu.
Ketiga, haram menebar fitnah. MUI pun telah mengeluarkan fatwa No. 24 Tahun 2017, mengenai Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial. Di mana berkaitan dengan perilaku masyarakat dalam menggunakan medsos yang berdampak positif. Misalnya melarang konten pornografi, hoaks, kebencian, fitnah, permusuhan, informasi bohong, kemaksiatan dan segala yang terlarang oleh syariat.
Keempat, wadah amar makruf nahi mungkar yang menjamin dan mengatur kebebasan berekspresi. Kebebasan berpendapat merupakan hak yang diberikan bagi setiap manusia. Namun, berpendapat sering juga disalahgunakan untuk membuat fitnah, opini palsu, dan menebar kebencian yang sering dilakukan melalui media sosial. Hal tersebut harus dihindari.
Kelima, tidak digunakan untuk memperolok-olok. Media sosial tidak digunakan untuk mengolok-olok orang lain, menyebarkan berita dan informasi orang lain dalam bentuk apa pun, tanpa sepengetahuan orang yang dioloknya.
Itulah sistem Islam kaffah dalam mengatur media sosial di tengah masyarakat. Adanya batasan pada syariat membuat semua terkendali. Negara menjamin keberadaan media sosial penuh dengan kemaslahatan. Maka efek positif yang sehat akan senantiasa hadir dan membawa kebahagiaan jasmani dan rohani bagi rakyatnya hingga akhir zaman. Wallahu a’lam bishawab.
Oleh: Desi Wulan Sari, M.Si.
(Pegiat Literasi dan Pengamat Sosial)
0 Komentar