Topswara.com -- Pandemi memang masih ada. Anak-anak tak bisa keluar rumah sembarangan. Semua aktivitasnya dilakukan di dalam rumah. Sehingga, bagi yang sekolah dilakukan secara daring. Walhasil, mereka akan berteman dekat dengan ponsel.
Hampir setiap hari kebanyakan anak-anak pasti memegang ponsel. Apalagi jika sudah bosan, maka barang tentu mereka akan membuka aplikasi video yang berada di YouTube ataupun bermain games. Di satu sisi karena kesibukannya, jarang sekali orang tua memperhatikan aktivitas anak-anaknya selama 24 jam. Akibatnya, kemungkinan ada konten video yang tak seharusnya ditonton. Terutama untuk anak-anak Muslim.
Inilah yang tengah ramai di media sosial beberapa hari yang lalu. Pada channel youtube kids terdapat iklan tentang L68T. Judul videonya 'Andai Aku Homo'. Luar biasa sekali. Konten ini muncul sebagai iklan yang terselip diantara video musik anak-anak. Isinya menceritakan bagaimana seorang menjadi gay (baca: pria menyukai sesama jenis).
Sungguh mengerikan. Walaupun video tersebut menggunakan animasi buah-buahan, tetapi tetap saja kontennya akan merusak pikiran anak-anak dan remaja. Video ini diunggah pertama kali oleh akun Sinduatiga pada tanggal 9 September 2021 dan telah ditonton sebanyak 14.611 kali. Ditambah channel tersebut ternyata memiliki 182 subscriber.
Menanggapi kejadian tersebut, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nuning Rodiyah menjelaskan bahwa KPI tidak dapat menindaklanjuti kasus tersebut, karena terbelenggu regulasi. Artinya, konten yang di YouTube bukanlah objek pengawasan KPI. Menurutnya, KPI bertugas mengawasi konten yang tayang di televisi. Sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran yaitu berupa teguran tertulis. Jika membandel, maka akan dikenakan sanksi berupa penghentian penyiaran untuk sementara waktu (Republika.co.id, 14/08/2021).
Lantas siapakah yang harus bertanggung jawab, jika konten tersebut muncul lagi? Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Susanto mengatakan belum bisa berkomentar banyak, karena masih harus melakukan pendalaman terkait konten tersebut. Maka, dari pihak pemerintah sendiri belumlah bersikap tegas.
Sehingga, menurut Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS Sukamta berpendapat agar KPI-lah yang mengawasi konten-konten digital. Tidak hanya di televisi. Sebab, dapat dimasukkan dalam revisi UU Penyiaran. Misalnya mengatur video apa saja yang melewati YouTube. Beliau pun menambahkan munculnya konten L68T telah melanggar hukum, khususnya UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE (Cnnindonesia.com, 15/09/2021).
Itulah yang terjadi. Konten L68T akan selalu membuntuti generasi muda. Tak akan kehabisan cerita untuk membuat konten-konten L68T yang akan disebarluaskan melalui kanal apapun. Lebih-lebih sekarang era digital, sehingga akan lebih mudah tersebar melalui media sosial.
Akar Permasalahannya
Sejatinya, kaum L68T tidak akan pernah menyerah begitu saja. Mereka akan semakin kreatif dan berani tampil di media sosial ataupun dunia nyata. Karena permasalahan L68T bukanlah perkara mudah yang hanya dapat selesai dengan diberikan sanksi atau sekadar diawasi. Tetapi ini permasalahan sistemik yang berkaitan dengan yang lain.
Sebab, L68T merupakan produk liberalisme yang dihasilkan ideologi kapitalisme. Makanya mustahil akan selesai permasalahannya. Ditambah kelompok L68T ini mendapatkan perlindungan di dunia Internasional. Sehingga wajar jika tak mampu mengerem, karena sudah menjadi gaya hidup.
Terutama saat ini, begitu mudah sekali anak-anak mengakses internet. Maka terbuka lebarlah anak-anak melihat konten apapun yang dianggap menghibur, mulai dari Instagram, Facebook, sampai Youtube. Makanya tak cukup hanya dengan pengawasan video ataupun pemblokiran channel-nya, tetapi diperlukan tindakan tegas dalam menyelesaikannya.
Bagi kaum L68T tidak menyurutkan semangatnya untuk terus memperluas idenya. Dengan mengandalkan media sosial, mereka berharap akan tercapainya target komunitas, sehingga upaya pelegalan hukum secara sah lebih cepat. Padahal media sosial sesungguhnya adalah sarana komunikasi modern, dengan beragam aplikasi di dunia maya. Namun dalam ideologi kapitalisme, media sosial justru menjadi sarana untuk menyebarkan ide L68T.
Itulah aturan manusia. Tidak berprinsip pada fitrah manusia, tetapi lebih mengedapankan akal manusia. Ditambah berpegang pada asas kebebasan yang amat didukung oleh Negara pengadopsi sistem sekuler. Terbukti kaum L68T bebas melakukan hal apapun, bebas berpendapat selama tidak merusuhkan kepentingan orang lain. Sungguh menyedihkan.
Lalu, bagaimanakah solusinya? Cukupkah hanya dengan pemblokiran? Seperti yang dilakukan pemerintah Indonesia. Ataukah perlu solusi sitemik pula? Ya, sangat perlu. Semuanya akan diatur dalam agama Islam. Tanpa sedikitpun yang terlewatkan. Dan memastikan konten apa saja yang perlu ditayangkan.
Solusi dalam Islam
Sebenarnya solusinya tak cukup hanya dengan pemblokiran. Karena bisa saja mereka mengganti nama channel-nya, lalu membuat konten lagi, dan begitulah seterusnya. Peran negara sangatlah penting dalam menyelesaikan perkara ini, tak hanya sebatas ranah individu, ataupun masyarakat.
Jika ditelaah, berdasarkan Kitab an Nizham al Ijtima’iy, Syekh Taqiyuddin An Nabhani memberikan penjelasan bahwa Allah SWT memberikan kepada manusia berbagai naluri (gharaa’iz) yang di antaranya adalah naluri melestarikan keturunan (gharizah nau’). Yang naluri tersebut perlu diungkapkan, karena jika tidak, maka akan merasa khawatir dalam dirinya (baca: gelisah).
Seyogyanya, negara mengganti aturannya berdasarkan ideologi Islam. Dimana aturan tersebut berasal dari Allah SWT, Sang Pencipta manusia. Tentu akan memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa dan akal.
Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga anak-anak dari konten yang tak berguna, pertama dalam Islam, pihak negara perlu mengawasi dengan ketat dan memblokir semua situs-situs yang berbau pornografi dengan tegas. Ditambah melarang majalah, koran, siaran televisi dan situs-situs milik asing untuk beredar bebas. Karena media berfungsi untuk membangun masyarakat Islami yang kukuh. Kalaupun untuk luar negeri. Kedia berfungsi menyebarkan Islam, baik dalam suasana perang maupun damai, untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam sekaligus membongkar kebobrokan ideologi kufur buatan manusia (Masyru’ Dustur Dawlah al-Khilâfah, pasal 103).
Kedua, pihak masyarakat yang merupakan tempat bergaul dengan orang lain perlu dijaga pemikirannya. Sehingga akan saling menjaga satu sama lain. Prinsip tetap berpegang teguh pada akidah Islam. Caranya, selalu ada amar makruf nahi mungkar.
Ketiga, pihak orang tua harus memiliki visi misi yang sama. Artinya dalam mendidik anak haruslah berprinsip pada tuntunan Al-Qur'an dan sunah. Caranya dengan meluangkan waktu untuk berkumpul dengan anak-anak. Berbicara satu sama lain tanpa ada ponsel atau barang digital lainnya. Karena ayah adalah designernya, dan ibu adalah petugas lapangannya.
Dengan kerjasama yang baik antara semua pihak, maka kita akan mampu membentengi generasi dari ancaman L68t.
Wallahu a'lam bishshawab
Oleh: Citra Salsabila
(Pegiat Literasi)
0 Komentar