Topswara.com -- Akhirnya, di bawah pemerintahan ******, Indonesia jadi negara yang ditakuti dunia, demikian bunyi sebuah meme keripik pedas. Yah, bukan karena kekuatan militernya, tapi ditakuti karena penanganan pandemi yang tidak serius dan berlarut-larut. Akibatnya sekitar 59 negara menutup pintu untuk warga negara Indonesia. Negara-negara tersebut khawatir pendatang asal Indonesia menularkan virus Corona (Tempo.co, 10/9/2020). Menyusul, saat ini setidaknya belasan ribu warga asing 'eksodus' dari RI sebulan terakhir sejak periode 1 Juli(CNBC Indonesia , 27/7/2021).
Belum lagi travel warning dari beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS). Pemerintah AS telah mengeluarkan imbauan untuk warganya yang berencana pergi ke Indonesia. Salah satu alasannya Pusat Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau CDC AS (United States Centers for Disease Control and Prevention) mengeluarkan Level 3 Health Notice atau Pemberitahuan Kesehatan Perjalanan tingkat 3 pada Indonesia karena tingkat Covid-19 cukup tinggi. (CNBC Indonesia , 12/6/2021)
Anehnya, justru tentara AS beramai-ramai datang ke Indonesia. Sebanyak 330 tentara AS (US Army), tiba di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Sabtu (25/7/2021). Selanjutnya akan disusul gelombang berikutnya dengan jumlah total 2.282 personel AD AS.
Menurut Kepala Dinas Penerangan TNI-AD Brigjen TNI Tatang Subarna, ini dalam rangka kerja sama antara TNI AD dengan AD Amerika Serikat. Rencananya, latihan bersama digelar Tanggal 1 Agustus hingga 14 Agustus 2021 di tiga daerah latihan tempur Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, Amborawang Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, dan Makalisung Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.
Tatang menambahkan, tujuan latihan bersama ini adalah untuk meningkatkan kerjasama dan kemampuan prajurit kedua negara dalam pelaksanaan tugas operasi. (wartaekonomi, 25/7/2021). Benarkah? Sebab sangat jelas latihan bersama di tengah wabah Corona yang tidak terkendali terkesan memaksakan diri.
Kedudukan Negara-negara di Dunia
Hubungan antar negara adalah sebuah keniscayaan. Begitu pula adanya posisi negara yang satu dengan lainnya.
Menurut Syaikh Taqiyyudin An-Nabhani (Konsepsi Politik Hizbut Tahrir, edisi mu’tamadah 2009 ), ada empat kedudukan negara di tengah kancah perpolitikan internasional. Yakni negara pertama, pengikut, satelit dan independen.
Negara yang terikat dengan negara lain dalam politik luar negerinya dan sebagian masalah dalam negerinya adalah negara pengikut. Misalnya Mesir terhadap AS, Kazakhstan terhadap Rusia.
Sementara negara Jepang terhadap AS, Australia terhadap AS dan Inggris adalah negara satelit. Yakni negara yang politik luar negerinya terikat dengan negara lain karena ikatan kepentingan bukan sebagai pengikut.
Sedangkan negara independen adalah negara yang mengelola politik dalam dan luar negerinya sesuai kehendaknya sendiri atas kepentingannya sendiri. Seperti Perancis, Cina dan Rusia. Diantara empat kedudukan negara di atas, semua negara akan saling berpengaruh dalam hubungan internasional, kecuali negara pengikut.
Oleh sebab itu, jika terjadi hubungan bilateral dengan negara lain apalagi dengan negara pertama, maka hanya ada satu jenis hubungan negara pengikut yakni pemanfaatan oleh negara pertama atas negaranya. Dari penjelasan ini, maka hubungan militer antara negara pertama yakni AS dengan pengikutnya diantaranya Indonesia, tidak mungkin selain hubungan ini.
Sementara garis besar politik luar negeri sebuah negara sangat tergantung dari ideologi yang dianutnya. Saat ini ada tiga ideologi di dunia, yakni kapitalis yang dianut AS dan sebagian negara Barat, sosialis komunis yang dianut Cina, Rusia dan beberapa negara, dan Islam yang saat ini tidak diemban oleh satupun negara di dunia.
Oleh karena itu hubungan internasional antar negara hanya dipengaruhi negara berideologi kapitalis dan komunis, sementara pengaruh Islam tidak akan ditemukan.
Saat ini, negara pertama diduduki oleh AS. Sebagai pengemban ideologi kapitalis, posisi ini sangat menguntungkan bagi penyebaran sekularisme kapitalis ke seluruh dunia. Ideologi ini mempunyai metode penyebaran yang tetap sepanjang masa, yakni imperialisme atau penjajahan. Sementara itu cara pelaksanaannya bisa berbeda-beda bentuknya. Misalnya metode AS di Irak dan di Mesir sama-sama imperialisme, namun beda cara pelaksanaannya.
Begitu juga AS atas Indonesia. Walaupun bentuknya latihan militer maka kita harus tetap waspada. Sebab metodenya tidak akan pernah berubah yakni eksploitasi dan imperialisme.
Bisa jadi bentuknya lebih ke penjagaan aset-aset SDA yang memang selama ini telah dikuasai oleh korporat warga negara AS. Sebagaimana diberitakan detik.com (21/7/2021), jalur sutra new maritime silk road, sedang diperebutkan oleh Cina dan Amerika. Oleh karena itu, bukan suatu kebetulan pemilihan lokasi latihan salah satunya di Palembang, yang sangat dekat dengan jalur tersebut.
Bisa juga bentuknya kerjasama ekonomi berkedok kesehatan. Apalagi kondisi dalam negeri Indonesia semakin terpuruk karena pandemi. Hal ini tampak jelas dari kesepakatan Duta Besar AS untuk Indonesia H.E. Sung Kim dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, melalui Courtesy Call virtual membahas isu terkait upaya peningkatan kerja sama bidang ekonomi secara bilateral, penanggulangan pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Siaran pers Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia HM.4.6/174/SET.M.EKON.3/07/2021 juga menyatakan bahwa hubungan perdagangan antara Indonesia dan AS berpotensi untuk ditingkatkan dari nilai perdagangan saat ini sekitar USD 30 miliar. Pun, pertemuan ini membahas prospek kerja sama energi terbarukan seperti matahari, angin, dan panas bumi di Indonesia.
Dari sini nampak semakin jelas, kehadiran ribuan tentara bukan hanya sekedar latihan bersama. Akan tetapi, turut mengawal intervensi kepentingan AS dalam kebijakan ekonomi yang sedang berlangsung.
Mengembalikan Kedaulatan Negara
Ketika ada sebuah negara yang merdeka, seharusnya negara tersebut mempunyai kedaulatan penuh. Namun faktanya jika negara tersebut adalah negara pengikut, ia tidak memiliki kedaulatan, ia akan mengikuti seluruh kemauan negara pertama.
Itulah sebabnya, pemahaman kedudukan negara di kancah internasional seharusnya dimiliki oleh seluruh warga negara. Sehingga ketika mereka mengetahui negaranya adalah negara pengikut, mereka akan bangkit. Kemudian akan berjuang bersama-sama mengubah kondisi dari negara yang tidak berdaya di bawah ketiak negara pertama menjadi negara yang independen dan berdaulat.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran: “Sesungguhnya Allah tidak akan megubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah nasibnya (Ar-Ra'd [13]: 11).
Tidak dipungkiri, sulitnya mengubah pemahaman masyarakat bahwa walaupun negara kita tercatat sebagai negara merdeka, namun tidak memiliki kedaulatan. Bahkan selama 76 tahun hanya menjadi pengikut negara pertama di dunia. Hal ini bisa dilihat dari segala kebijakan politik luar dan dalam negeri, sepenuhnya bergantung pada kepentingan negara pertama. Mulai dari pemilihan pemimpin, kebijakan ekonomi, sosial, pendidikan, keamanan, sampai kesehatan.
Inilah tugas kita bersama, memahamkan umat tentang kehidupan. Dimulai dari mengenalkan tiga pertanyaan mendasar yakni darimana, untuk apa dan mau kemana kehidupan ini. Sebab, dari jawaban ketiga petanyaan inilah lahir sebuah ideologi. Kemudian kita mengajak umat membandingkan tiga ideologi di dunia, yaitu komunis, kapitalis dan Islam.
Setelah tampak jelas bahwa hanya Islam satu-satunya ideologi yang benar dan berasal dari Pencipta Alam Semesta, maka umat kita ajak meyakini dan mengembannya. Baik secara individu, masyarakat dan negara.
Dari sinilah, umat bersama-sama akan berjuang memerdekakan negeri ini, seperti dahulu para ulama dan syuhada meraih kemerdekaanya.Kemudian menjadikan negeri ini berideologi Islam yang berpengaruh di kancah perpolitikan internasional. Sehingga bisa sungguh-sungguh menolak dan berhenti mengamankan kepentingan negara pertama, dan berdiri kokoh mengancam kepentingan mereka.
Sebagaimana dahulu Rasulullah SAW melakukannya bersama para sahabat dan penduduk Madinah Al-Munawarah. Saat itu, mereka melawan negara pertama yakni Romawi dan Persia.
Demikianlah, wajib bagi kita selalu mewaspadai agenda-agenda negara besar di negeri kita. Salah satu diantaranya hadirnya ribuan tentara di saat kita semua sibuk menghadapi keterpurukan karena pandemi. Tentu sambil terus memahamkan umat akan bahaya menjadi negara pengikut. Sebab hal itu akan menyeret negeri kita kepada kehancuran. Kemudian bersama-sama segera bangkit merubah keadaan.
Wallahu a’lam
Oleh: Dewi Masitho, M.Si.
(Aktivis Dakwah)
0 Komentar