Topswara.com -- Data kasus Covid-19 mengalami penurunan sejak beberapa hari ini. Setelah sebelumnya Indonesia diterjang badai Covid-19 untuk yang kedua kalinya dan mencatatkan kasus harian dan kematian tertinggi selama pandemi berlangsung.
Hal ini membuat beberapa pihak termasuk masyarakat bertanya-tanya, apakah memang kasusnya benar-benar turun atau ada manipulasi data Covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah? Kecurigaan masyarakat akan data yang disuguhkan oleh pemerintah dirasa sangat wajar.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Airlangga (Unair) Yanuar Nugroho menyebutkan menurunnya angka kasus virus Corona beberapa waktu belakangan disebabkan karena berkurangnya jumlah testing Covid-19. Oleh karena itu, ia menilai penurunan kasus Covid-19 bermasalah. (Kompas.com, 22/7)
Realita Tidak Sesuai Data yang Disuguhkan
Tidak terbayang bahwa prediksi beberapa pakar mengenai adanya gelombang kedua Covid-19 di negeri ini benar-benar terjadi. Setelah sebelumnya kita menyaksikan bagaimana India berjuang menghadapi gelombang kedua hingga munculnya varian baru Covid-19 di sana. Fasilitas kesehatan ambruk, begitu juga dengan kelangkaan tabung oksigen. Kini, semua itu juga dialami oleh Indonesia.
Ironisnya, ketika kita tahu apa yang terjadi di India sana. Pada saat itu pemerintah justru membuka pariwisata mancanegara dan menerima banyak kedatangan WNA India yang ingin berlibur. Tidak ada rasa khawatir sedikitpun pada pemerintah jika nantinya varian Covid-19 yang baru juga menyebar luas di negeri ini.
Benar saja, tidak butuh waktu lama ternyata Covid-19 varian Delta menyebar dengan cepat. Jumlah masyarakat yang terinfeksi semakin tidak terkendali hingga mencapai rekor harian terbanyak sekitar 57.000an kasus. Sontak pemerintah menjadi kalangkabut.
Covid-19 dengan varian baru menginfeksi pasien dengan cepat, jika tidak ditangani dalam waktu dua hari bisa menyebabkan pasien dengan gejala serius meninggal.
Kepentingan Pemerintah dalam Data Covid-19
Dalam keadaan yang genting dan darurat, pemerintah masih saja sibuk mempermasalahkan data. Salah satu Menteri bahkan menantang kepada siapa saja yang menyebutkan pemerintah tidak bisa mengendalikan Covid-19 ini agar memberikan bukti.
Gugurnya ratusan tenaga kesehatan (nakes), kematian pasien yang menjalani isoman di rumah, serta pasien kritis yang tidak tertampung oleh rumah sakit, sudah lebih dari cukup memberikan bukti akan gagalnya pemerintah dalam menangani pandemi.
Melihat kondisi negeri yang semakin tidak kondusif, pemerintah melalui menterinya malah membuat pernyataan kontroversi yaitu permintaan maaf kepada masyarakat karena belum bisa mengendalikan Covid-19, padahal sebelumnya bersikap angkuh. Hal serupa juga diikuti oleh beberapa kepala daerah, mereka beramai-ramai menyatakan permohonan maaf kepada masyarakatnya.
Sebenarnya apa yang terjadi? Apakah permintaan maaf ini tulus pertanda pemerintah mengakui kegagalannya selama ini dalam mengendalikan Covid-19? Ataukah hanya sekedar trik untuk mengelabuhi rakyat (gimmick)
Masyarakat masih ragu atas apa yang dilakukan oleh pemerintah, karena tidak berselang lama data kasus Covid-19 menunjukkan penurunan yang lumayan signifikan. Selama ini masyarakat merasa pemerintah tidak pernah transparan dalam membuka data pasien Covid-19. Hal ini bahkan dilakukan sejak awal pandemi.
Data Covid-19 setiap harinya menjadi hal yang sangat penting guna mempercepat pengendalian dan memetakan penyebaran virus di suatu wilayah. Namun, sejak awal pemerintah seperti enggan memberikan data yang valid tentang Covid-19.
Dalam kasus menurunnya data Covid-19 ini, disinyalir adanya upaya untuk mengesankan pemerintah telah dapat mengendalikan Covid-19. Ternyata fakta justru berkata lain, terjadi kelangkaan tabung oksigen di rumah sakit di berbagai daerah sampai antrian pemulasaran jenazah pasien Covid-19 di beberapa kota besar. Sungguh data yang disuguhkan pemerintah tidak sesuai realita yang ada.
Walaupun memang data yang turun disebabkan angka testing Covid-19 yang juga turun. Entah karena diberlakukan pembatasan sehingga masyarakat tidak bisa melakukan testing atau memang faskes yang tutup karena collaps.
Dugaan lain dengan turunnya data kasus Covid-19 yaitu perihal kebijakan PPKM Darurat dan perpanjanganya. Pemerintah diduga mengotak atik data kasus covid agar kebijakan PPKM bisa ditarik kembali demi perekonomian.
Pengendalian Data Bukan Solusi
Beberapa kali pemerintah telah bertindak tidak transparan dalam memberitahukan data-data kepada masyarakat terutama yang sangat berhubungan dengan rakyatnya. Bukan kali ini, bahkan sebelumnya juga sering terjadi. Polemik pada data penerima bansos, belum lagi data peserta pemilu, juga data ASN yang tidak sesuai dan bermasalah.
Seharusnya yang menjadi fokus pemerintah saat ini adalah pengendalian pandemi secara optimal, bukan fokus pada pengendalian data apalagi sampai diotak-atik. Demi alasan ekonomi seolah data kasus Covid-19 dipaksa turun.
Inilah sistem kapitalis yang senangnya bermain-main dengan keselamatan rakyat. Penuntasan pandemi semakin terasa jauh jika sikap pemerintah terus seperti ini. Kebijakan-kebijakan yang di buat tidak juga bisa menekan angka penyebaran Covid-19 malah terkesan
blunder.
Saatnya kini pemerintah berani beralih pada solusi yang benar, yang berasal dari Allah. Karena pemimpin yang menerapkan hukum-hukum Allah tidak akan pernah mengelabui rakyatnya. Pemimpin yang jujur pasti akan mendapatkan kepercayaan dari rakyatnya. Hingga penerapan aturan Allah yang diikuti dengan kepatuhan pemimpin dan rakyat dalam menjalankannya. Maka, akan terwujud negeri yang baldatun thayyibatun Warabbun Ghafur.
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh : Rien Ariyanti
(Aktivis Dakwah Muslimah)
0 Komentar