Topswara.com -- Sebanyak 330 tentara Amerika Serikat (AS) dilaporkan toba di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang pada Sabtu (24/7/2021). Mereka akan mengikuti latihan bersama TNI Angkatan Darat (AD) pada 1-14 Agustus 2021 di tiga daerah latihan tempur Baturaja, Amborawang, dan Makalisung. Berdasarkan penuturan Kepala Dinas Penerangan, Brigjen TNI Tatang Subarna, dalam keterangannya bahwa tujuan dari latihan bersama adalah untuk meningkatkan kerja sama dan kemampuan prajurit TNI AD dengan AD Amerika Serikat dalam pelaksanaan tugas operasi. (detiknews, 24/7/2021)
Kedatangan mereka di tengah-tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level empat dalam rangka persiapan latihan bersama TNI Angkatan Darat. Latihan bersama itu diberi nama “Garuda Shield” ke-15 tahun 2021. Berdasarkan informasi dari TNI AD, kedatangan 330 pasukan tersebut adalah bagian dari gelombang pertama sekitar 2.000 tentara yang akan tiba di Indonesia.
Brigjen TNI Tatang Subarna mengatakan, latihan bersama ini akan menjadi yang terbesar dalam sejarah kerja sama TNI AD dengan AD Negeri Paman Sam. Pasukan dari AS akan tiba secara bergelombang hingga Senin (26/7/2021) dengan menggunakan lima pesawat berbeda. Latihan besar ini menjadi sejarah karena diikuti oleh 2.246 personel TNI AD dan 2.282 personel tentara AD AS. Materi latihan meliputi latihan Staff Exercise, Field Training Exercise, Live Fire Exercise, Medical Exercise, dan Aviation. (Idntimes, 26/7/2021)
Kerja sama dalam bentuk latihan gabungan ini tentu saja menjadi kebanggaan bagi TNI AD. Di mana materi yang dilaksanakan menunjukkan sejauh mana kemampuan dari personel pasukan dalam menjalani berbagai latihan (exercise) tersebut. Tapi perlu didalami bahwa keadaan ini bisa menjadi bentuk intervensi asing untuk menangani permasalahan yang menjadi agend dalam mempertahankan cengkeraman atau kekuasaannya atas wilayah Muslim di negeri-negeri Asia. Dengan kerja sama ini maka akan terlihat dan tergambar dengan jelas kekuatan dari personel pasukan TNI AD. Mengukur kekuatan akan memudahkan asing dalam menguasai dan melancarkan tujuannya untuk meluaskan dominasinya.
Kedatangan bergelombang pasukan tentara AD dari Amerika Serikat ini diklaim untuk meningkatkan kerja sama dan kemampuan prajurit TNI AD dengan AD Amerika Serikat dalam pelaksanaan operasi. Apakah benar tujuan di balik latihan gabungan ini? Tentu saja ini menjadi pertanyaan besar karena jumlah pasukan AD AS yang bergabung dalam jumlah yang sangat besar.
Bagaimanapun TNI sebagai pasukan AD yang menjadi garda pertahanan negara harus memiliki kewaspadaan, menjaga kemungkinan ada udang dibalik batu dari tujuan latihan gabungan ini. Amerika Serikat sebagai negara adi daya yang diperhitungkan dunia sudah memiliki rekam jejak (track record) dalam mengintervensi negeri-negeri yang disinyalir mampu memuluskan agenda-agenda luar negerinya.
Dengan keberhasilan program yang dicanangkan AS di berbagai negeri maka akan mengukuhkan kekuasaannya sebagai negara adi daya, walaupun dalam kondisi sulit akibat pandemi berkelanjutan. Karena negeri-negeri ini adalah sumber pemasukan negaranya. Maka AS akan memaksakan kebijakannya agar disukseskan di negeri-negeri yang terikat perjanjian dengan organisasi buatan AS.
The New Normal adalah salah satu kebijakan di saat pandemi yang digaungkan Barat dengan tujuan memperbaiki sektor ekonomi di saat krisis melanda. Indonesia pun ikut menerapkan kebijakan ini. Dengan mengenalkannya sebagai bentuk tatanan baru agar tetap produktif di tengah pandemi dengan membiasakan perilaku yang berbasis pada adaptasi hidup bersih dan sehat. Sehingga diharapkan kehidupan ekonomi masyarakat dapat berjalan dengan normal di situasi baru pada masa pandemi berlangsung.
Apakah kebijakan ini tepat? Jika kita lihat yang terjadi justru prioritas penanganan ekonomi tersebut menjadi bumerang bagi penyelesaian pandemi. Penularan meningkat dan negara tidak siap dengan kemungkinan terburuk dari melonjaknya sebaran wabah penyakit ini. Tidak proporsional dalam penanganan kesehatan dan gegabah dengan karantina parsial menjadi penguat tidak berhasilnya kebijakan tersebut.
Penguasa seharusnya waspada akan segala kebijakan yang dikeluarkan oleh negara Barat selama pandemi. Istilah adaptasi kebiasaan baru (new normal) pun diiringi dengan pemberian bantuan finansial ke negara-negara berkembang, menawarkan utang ribawi dalam menyelesaikan permasalahan ekonominya. Maka akhirnya negara terjerat dalam kubangan utang di saat perekonomian terperosok akibat pandemi dan produktivitas masyarakat yang menurun.
Hal ini terbukti dari kebijakan yang dipaksakan oleh Barat bersifat egois dalam penanganannya, tidak memperhatikan epidemiologi negara lain, tidak memedulikan pada kebutuhan bangsa lain. Faktanya negara mengorbankan banyak nyawa rakyatnya setelah gagal mengatasi dampak kesehatan akibat pandemi. Serta berujung pada terancamnya kedaulatan negara karena intervensi pada berbagai kebijakan negeri-negeri yang ditawarkan bantuan barat.
Demi menjaga kedaulatan negara, maka penguasa harus bertindak tegas dan jelas terhadap bantuan-bantuan yang ditawarkan pihak asing. Penguasa harus mampu mengambil kebijakan untuk rakyatnya dengan melihat kebutuhan dan kepentingan rakyatnya. Bukan mengikuti kemauan asing untuk menerapkan kebijakan sesuai kesepakatan mereka. Apalagi telah nyata ideologi kapitalisme yang diusung Barat ini menunjukkan kebobrokan dan kezalimannya serta ingin menguasai negeri-negeri kaum Muslimin agar tunduk patuh pada segala kebijakannya. Terlebih di era pandemi ini banyak kepentingan AS yang ingin dipaksakan di berbagai negeri dengan kerangka program penanganan pandemi.
Seyogyanya pemerintah mewaspadai tekanan dan intervensi asing dalam beragam aspek. Demikian dengan bantuan latihan militer bersama, seharusnya negara tidak menyetujui begitu saja. Karena setiap bentuk kerja sama yang dibangun oleh negara yang menjunjung kapitalisme, selalu mengedepankan keuntungan atau manfaat yang didapat dari hubungan yang di bangun. Dengan kata lain, sebagai jembatan mereka untuk mengatur penguasa sehingga tidak memiliki kedaulatan atas negerinya sendiri.
Militer dalam Pandangan Islam
Dalam pemerintahan Islam, militer merupakan gambaran fisik, yang tercermin dalam angkatan bersenjata. Islam memandang militer sebagai institusi pertahanan dan ketahanan yang penting dalam negara. Dibangun dengan landasan mengemban dakwah Islam. Aspek-aspek kemiliteran bertujuan untuk membela dan meninggikan kalimat Allah. Dimaksudkan agar ajaran-ajaran Islam yang tinggi dan mulia tetap terjaga sehingga tidak ada fitnah dan supaya agama Islam semata-mata untuk Allah. Dan jihad merupakan salah satu kewajiban kaum muslimin dalam mengemban risalah Islam.
Sebagaimana firman Allah SWT:
وَقَا تِلُوهُم حَتَّى لاَتَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ
“Dan perangilah mereka itu, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.” (QS. al-Anfal [8]:39)
Negara harus bersungguh-sungguh dalam mempersiapkan pendidikan dan latihan militer yang prima sebagai upaya menyiapkan kekuatan. Semua yang melibatkan perlengkapan militer harus dipersiapkan dan dipenuhi dengan maksimal. Tentara Islam wajib membekali dirinya dengan pendidikan militer yang setinggi-tingginya. Menghasilkan tentara yang ahli dalam berperang dan membuat strategi perang. Sehingga pasukan tersebut betul-betul siap untuk terjun berjihad dan berperang setiap saat.
Pasukan harus memiliki persenjataan, perlengkapan tempur, dan perbekalan serta bahan-bahan yang memadai, agar maksimal melaksanakan tugasnya sebagai pasukan Islam. Semua itu bertujuan untuk mengalahkan dan menggetarkan musuh.
Sebagaimana firman Allah SWT yang artinyartinya: "Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian akan menggetarkan musuh Allah, musuh kalian dan orang-orang selain mereka, yang kalian tidak mengetahuinya; sedangkan Allah mengetahuinya.” (TQS. al-Anfal [8]:60)
Dalam menjalankan fungsi dan tujuan militer ini, Islam telah menerapkan aturan hubungan luar negeri dengan negara lain. Antara lain: pertama, bahwa bagi negara yang tidak terikat perjanjian dengan negara Islam , termasuk negara-negara imperialis seperti Inggris, Amerika, dan Perancis. Begitu pula dengan negara-negara yang memiliki ambisi pada negeri-negeri Islam seperti Rusia. Maka negara menempuh berbagai tindakan kewaspadaan terhadap mereka dan tidak boleh membina hubungan diplomatik.
Kedua, dilarang keras mengadakan perjanjian militer dan sejenisnya, atau yang terikat secara langsung dengan perjanjian tersebut, seperti perjanjian politik dan persetujuan penyewaan pangkalan serta lapangan terbang. Dibolehkan mengadakan perjanjian bertetangga baik, perjanjian dalam bidang ekonomi, perdagangan, keuangan, kebudayaan, dan gencatan senjata.
Ketiga, negara tidak boleh turut serta dalam organisasi yang tidak berasaskan Islam atau menerapkan hukum-hukum selain Islam. Seperti organisasi internasional PBB, Mahkamah Internasional, IMF, World Bank. Begitu pula dengan organisasi regional seperti Liga Arab.
Jelas dalam Islam tidak boleh ada bentuk kerja sama dalam bidang militer dengan negara asing. Semuanya senantiasa dikembangkan dan ditingkatkan agar mampu menyiapkan kekuatan negara secara mengagumkan sehingga mampu menggetarkan musuh Allah dan musuh kaum muslimin. Semua ini dapat terwujud ketika negara menerapkan aturan Islam secara kaffah dalam bingkai daulah khilafah.
Wallahu a'lam bishawab
Oleh: Ageng Kartika (Pemerhati Sosial)
0 Komentar