Topswara.com -- Hujan tidak menjadi penghalang bagi dirinya untuk tetap melakukan aktivitas. Termasuk di hari terakhir hayatnya. Ia tetap pulang usai mengisi pengajian untuk segera mengurus ayahnya, meskipun hujan menerjang
Meski telah beberapa waktu yang lalu Siskawati menghadap Ilahi Rabbi, tapi kenangan bersamanya tak mau pergi, selalu menggelayut di hati Rumi, kakaknya Siskawati.
“Setiap hari Jumat terdengar alunan ayat Al-Qur’an di masjid-masjid, di setiap itu pula air mata ini mengalir, kisah ini membekas di hati dan pikiranku, yang aku tahu kerinduan ini tak akan berujung, aku ingin menatapmu berbicara denganmu memelukmu dan aku tahu (yang bisa kulakukan, red) ini hanya sebatas doa,” ungkapnya Jumat (19/08/2016) di akun facebooknya, Rummyhasta.
Ya, hari Jumat menjadi hari yang menyedihkan baginya. Jumat, 17 Juni 2016. Rummyhasta melihat Siska untuk yang terakhir kali. Dari Jakarta, Rumi langsung pulang kampung ke Sukoharjo begitu mendengar kabar adik
tercintanya dinyatakan hilang hanyut terbawa arus sungai Bengawan Solo. Sejak Kamis sore belakangan jenazahnya ditemukan beberapa jam kemudian sudah terbujur kaku tetapi tetap terbalut pakaian syar’inya.
“Jumat itu hatiku hancur, lidahku kelu aku menatapmu kamu diam terbujur kaku,” kenang Rumi.
Aninditya, sahabat Siskawati, pun merasakan hal serupa. “Beberapa hari terakhir, saya takut membuka laman Fb. Semua timeline membicarakan sahabat saya Sisca Chika (nama akun facebook Siskawati, red), setiap membaca postingan itu, saya selalu tak kuasa menahan air mata dan mengungkit kenangan-kenangan perjuangan dalam dakwah maupun mencari maisah dan curhatan-curhatannya. Dan pada akhirnya, kehidupan pun terus berjalan. Dia tetap terkenang...,” ungkap Aninditya di akun facebooknya.
Berpulang
Usai mengisi pegajian di Desa Ngadipuro, Siska pulang melalui jalan pintas melalui jembatan sesek bambu di Desa Lengking, Kecamatan Bulu, Kamis (16/6) petang. Warga Desa Lengking ini terpeleset saat mengerem di tengah jembatan tersebut sekitar pukul 16.30 WIB.
Tim SAR bersama, BPBD, polisi dan relawan lainnya melakukan upaya pencarian di sepanjang aliran sungai di sekitar lokasi kejadian. Namun arus yang cukup deras dan volume air cukup tinggi menjadikan proses pencarian mengalami hambatan. Sehingga butuh waktu berjam-jam mencari sebelum akhirnya jenazah Siska ditemukan.
Pentakziyah menshalatkan almarhumah Siska putri ke 11 dari 12 bersaudara keluarga Bapak Derajat. Sekitar 500 orang hadir, baik dari warga kampung Lengking maupun para aktivis muslimah, bahkan beberapa Babinsa juga turut hadir.
Prosesi pemakaman cukup singkat, tepat pukul 10 jenazah Siskawati dikebumikan di Desa Jomblang 300 meter dari rumahnya. Hampir seluruh keluarga yang berada di Jakarta pulang demi melepas kepergian Siska untuk terakhir kalinya.
Mengenal Kelompok Islam Kaffah
Awal mengenal sebuah kelompok Islam kaffah pada 2011 tatkala dirinya masuk kuliah di Universitas Satya Negara Indonesia (USNI) Jakarta. Menurut Layli Triana, pembina dan sahabatnya di tim dakwah kampus, Siska bergabung dengan komunitas ini karena merasa sedih dengan kondisi umat Islam saat ini dan sangat ingin merubahnya.
“Sebelum mengenal komunitas ini, almarhumah seperti halnya Muslimah kebanyakan dan belum berjilbab. Setelah mengenal kajian Islam kaffah, ia berubah drastis baik dalam penampilan maupun sikap. Muncul kegundahan ketika melihat maksiat di mana-mana. Almarhumah selalu mengaitkan segala aktivitasnya dengan hukum syara’ dan tidak ingin sampai melanggarnya,” beber Layli.
Siska juga orang pertama yang menjadi pejuang syariah khilafah di kampusnya. “Sejak itulah dakwah di kampus USNI semakin terasa dan banyak mahasiswi yang mulai mengkaji Islam karena ajakan amarhumah,” ungkap Layli.
Selain di kampus, Siska juga sangat gigih mendakwahi keluarga. Meskipun awalnya banyak pertentangan dan mendebat perubahannya terutama dalam hal pakaian, namun almarhumah tetap berpegang teguh dan menjalankannya.
Seiring waktu pada akhirnya keluarga menjadi terbiasa dan bahkan almarhumah bisa memberi pengaruh besar dalam keluarga, almarhumah menjadi rujukan nasihat dalam keluarga. Alhamdulillah satu per satu kakak-kakaknya mengikuti jejaknya dan bahkan jilbab yang semula adalah pakaian asing, kini menjadi pakaian sehari-hari di keluarga termasuk yang mulai ikut mengkaji Islam dan bergabung dalam barisan dakwah.
“Adikku Sisca Chika aku mencintaimu, banyak hal yang ingin kuceritakan padamu, kamu adalah permata di keluarga ini, aku bersyukur memilikimu aku bersyukur karena menjadi adikku, aku bersyukur kamu mengajariku tentang Islam sebenarnya. Adikku kini siapa lagi yang akan mengajariku? Sungguh aku merindumu,” curhat Rumi di akun Facebook-nya.
Siska juga sangat aktif dalam mengadakan acara besar dan berbagai kegiatan Islam di kampus. Salah satunya saat menjadi panitia di acara Rapat Pawai Akbar tahun 2015 lalu, almarhumah tetap bersedia menjadi pj bus meskipun kondisi kakinya pada saat itu sedang sakit karena almarhumah pernah mengalami kecelakaan dan cedera pada lutut sebelah kirinya. Sempat akan digantikan dengan yang lain karena tugas pj bus yang mengharuskan almarhumah berjalan jauh, namun almarhumah tidak mau digantikan karena merasa mampu untuk menjalankan amanah itu.
Siska senantiasa all out dalam menjalankan amanah dakwah, terutama dakwah kampus. Sebulan sebelum almarhumah meninggal, almarhumah sangat sibuk dalam menyiapkan acara super training di kampus dan bahkan merangkap tugas karena kurangnya SDM panitia. Meskipun menghadapi beberapa kendala dari kampus yaitu masalah tempat yang tidak mendapat izin dari kampus, tapi
almarhumah tidak menyerah dan terus berusaha mencari solusi agar acara tetap bisa terlaksana.
“Padahal saat itu almarhumah juga seharusnya pulang ke Sukoharjo untuk menjenguk bapaknya yang sakit. Karena tahu bapaknya sakit saya persilahkan almarhumah pulang kampung dulu dan menyerahkan acara kampus ke SDM yang lain,” kenang Laily.
Namun Siska memilih mengundurkan pulang kampungnya dan menyelesaikan amanah di kampus. “Almarhumah bilang, ingin tenang ketika pulang kampung dan ingin merawat bapaknya selama bulan puasa sampai lebaran,” kata Laily kepada Media Umat, Ahad (21/08/2016).
Siska pun pamit untuk pulang kampung ke Sukoharjo sejak awal Ramadhan lalu, karena sesuai janjinya, ingin merawat bapaknya yang sakit selama Ramadhan.
“Pengorbanannya begitu besar untuk dakwah. Lokasi sejauh apa pun, cuaca hujan atau panas, bahkan selelah apa pun, almarhumah tidak pernah mengeluhkannya. Contohnya setiap kali akan menghadiri rapat, almarhumah
rela menjemput salah satu anggota yang lokasi rumahnya tidak dilalui transportasi umum dan anggota tersebut harus membawa dua anak. Padahal, hal itu membuat almarhumah harus memutar lebih jauh dari lokasi rapat. Tapi tidak tampak dari almarhumah suatu keberatan sedikit pun dalam hal itu,” bebernya.
Di kampung, selain mengurus orang tuanya, Siskawati pun tetap aktif berdakwah. Hujan tidak menjadi penghalang bagi dirinya untuk tetap melakukan aktivitas. Termasuk di hari terakhir hayatnya. Ia tetap pulang usai mengisi pengajian untuk segera mengurus ayahnya, meskipun hujan menerjang.
Rekannya di Sukoharjo Muri Indrawati mengatakan bahwa Siska adalah aktivis Muslimah yang istiqamah menjalankan amanah dakwah. Dirinya tampak merasa kehilangan dengan sosok Siska saat menceritakan kronologi kejadian.
“Mbak Siska ini sebelum kejadian sedang mengisi kajian di desa Ngadipiro bada Asar. Kondisi yang sedang hujan membuat jembatan bambu licin, motor beliau terpeleset, dan beliaunya jatuh ke sungai,” ucap Muri.
Muri mengharapkan keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran dan mengikhlaskannya.
“Kami sedang berduka kehilangan salah satu aktivis kami yang sungguh luar biasa perjuangan untuk Islam dan dakwah. Kami doakan semoga husnul khatimah dan syahid di jalan Allah, dan keluarga mau mengikhlaskan diberi kekuatan dan menjadi pahala kesabaran bagi keluarganya,” pungkas Muri.
Penulis: Joko Prasetyo
Sumber: Taat Syariat Hingga Akhir Hayat (10 Kisah Menggugah Pejuang Khilafah yang Istiqamah Hingga Berkalang Tanah)
0 Komentar