Topswara.com -- Kasus stunting yang masih tinggi di Kalimantan Selatan membuat Kepala BKKBN RI Dr. (HC), dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mendatangi Kalimantan Selatan, Rabu (16/6/2021).
"Kita melakukan koordinasi terintegrasi, dikovergensi di tingkat provinsi hingga daerah dan desa," ujarnya saat ditemui di VIP room Bandara Syamsuddin Noor Banjarmasin di Banjarbaru.
Kasus stunting di Kalimantan Selatan, dikeroyok lintas sektoral yang kini menjadi prioritas nasional hingga provinsi.
Saat ini angka rata-rata nasional stunting, jelasnya, 27,67 persen, sementara Kalsel 31 persen. Meski begitu diprediksi oleh para ahli angka rata-rata nasional telah naik hingga 32,5 persen akibat terdampak Pandemi Covid 19. (tribunnews, 27/06/2021)
Kasus stunting masih jadi perhatian di berbagai daerah Indonesia, termasuk Kalsel. Sebab, jika angka stunting masih tinggi, hal itu menunjukkan rendahnya asupan gizi masyarakat khususnya ibu hamil dan bayi. Akibat dari kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memenuhi gizi pada saat 1000 Hari Pertama Kehidupan Bayi, dari sejak bayi dalam kandungan hingga dua tahun.
Selain dari kurangnya kesadaran masyarakat untuk memenuhi gizi ibu hamil dan bayi, juga terbatasnya masyarakat untuk mendapatkan bahan pangan tersebut dikarenakan status ekonomi masyarakatnya yang rendah. Jika kasus stunting ini terus dibiarkan maka efeknya kualitas SDM juga akan menurun. Negeri ini akan kehilangan generasi-generasi berkualitas dimasa yang akan datang. Karena sangat berdampak pada tumbuh kembang mereka.
Asupan gizi erat kaitannya dengan ketersediaan bahan pangan yang cukup dan bernilai gizi yang memadai. Jika asupan gizi di masyarakat itu buruk, berarti distribusi pangan di masyarakat tidak berjalan dengan baik. Meskipun pemerintah selalu mengkampayekan "ayo hidup sehat" dan "makan dengan gizi yang seimbang" tetapi keasadaran yang dibangun oleh pemerintah tentang gaya hidup sehat itu bertolak belakang dengan kemampuan mereka untuk memenuhi itu semua.
Tidak semua bahan pangan mereka dapatkan dengan mudah, karena keterbatasan biaya hidup. Kebutuhan hidup masyakarat dari papan, sandang, termasuk pangan tidak ditanggung sepenuhnya oleh negara. Masyarakat harus membayar mahal untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Apalagi ditambah dengan pengenaan pajak pada sembako. Ini jelas makin membuat masyarakat kesulitan untuk memenuhi gizi yang memadai.
Inilah yang terjadi ketika negara mengadopsi sistem kapitalisme yang menyebabkan kebutuhan asasi rakyat akan pangan terabaikan. Sehingga muncul kasus stunting di berbagai daerah akibat hal tersebut.
Berbeda halnya dalam Islam kebutuhan pangan merupakan hal yang paling utama untuk terpenuhi. Negara lah yang berperan penting dalam menjamin ketersediaannya sekaligus menjamin distribusinya ke setiap orang secara menyeluruh. Sehingga akan bisa menghindari kasus stunting dalam negara Islam ini.
Masalah gizi buruk ini sesungguhnya adalah efek dari tidak terwujudnya jaminan kesejahteraan masyarakat. Indikator keadilan dan kesejahteraan dalam Islam oleh negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah adalah terjaminnya kebutuhan pokok setiap individu. Secara praktis, negara yang menerapkan sistem Islam kaffah akan menempuh dua cara dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat, yaitu melalui mekanisme langsung dan tidak langsung.
Mekanisme langsung berlaku untuk memenuhi kebutuhan pokok berupa jasa. Sementara pemenuhan kebutuhan pokok berupa barang dijamin dengan mekanisme tidak langsung.
Pertama, negara wajib memberikan pelayanan langsung berupa jasa, yakni pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Jaminan atas pelayanan ini harus diberikan secara gratis. Karena ketiganya termasuk dalam kebutuhan dasar rakyat.
Negara juga wajib menyediakan semua fasilitas yang dibutuhkan untuk pelayanan jasa tersebut, seperti pengadaan rumah sakit dan segala infrastrukturnya, sarana pendidikan dan semua perlengkapannya, dan sarana perlindungan keamanan beserta perangkat hukumnya. Inilah yang disebut mekanisme langsung.
Kedua, mekanisme tidak langsung untuk menjamin kebutuhan pokok rakyat ditempuh dengan cara menciptakan kondisi dan sarana yang dapat menjamin kebutuhan pokok tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengurangi “ketergantungan” rakyat pada negara. Sekaligus melatih mental rakyat agar tetap menjalankan ikhtiar dalam memenuhi kebutuhannya dengan dukungan penuh dari negara, yaitu:
Pertama, negara akan memberikan lapangan pekerjaan yang layak bagi semua kepala rumah tangga (laki-laki). Kemudahan dalam mengakses lapangan kerja akan memberikan kepastian bagi kaum laki-laki untuk mencari nafkah serta memenuhi kebutuhan primer dan sekunder bagi keluarganya.
Kedua, jika individu tersebut tidak sanggup bekerja, maka ahli waris berkewajiban memenuhi kebutuhan pokoknya. Jika tidak ada ahli waris yang mampu memenuhi kebutuhannya, maka negara berkewajiban memenuhinya melalui kas baitul maal.
Itulah beberapa mekanisme yang akan dilakukan negara yang mengadopsi sistem Islam dalam menjamin kebutuhan rakyat. Jika kebutuhan primer terpenuhi, gizi anak tentu tercukupi. Jika akses ekonomi dan pendidikan mudah, kualitas SDM meningkat, orang tua akan memahami terkait pengetahuan dan tata cara memenuhi gizi dan nutrisi anak. Dengan begitu, angka gizi buruk dan kelaparan akan terminimalisasi manakala akar masalahnya sudah terselesaikan.
Sejarah telah mencatat dan diketahui banyak orang kisah khalifah Umar bin Khattab ketika beliau melihat ada rakyatnya kelaparan, miskin tidak punya bahan pangan untuk dimakan, beliau langsung yang turun tangan untuk memberikan bahan pangan itu kepada rakyat. Islam mengajarkan bahwa memenuhi kebutuhan pokok ummat adalah bagian dari tanggung jawab besar khalifahnya. Jika seorang pemimpin melakukan kezaliman , apalagi sampai gizi rakyatnya tidak terpenuhi karena miskin maka ini bisa menjadi dosa besar bagi seorang khalifah.
Maka solusi hakiki agar stunting tidak terjadi adalah kembali pada sistem ekonomi Islam dalam naungan pemerintahn yang Islami.
Wallahu a'lam
Oleh: Hida Muliyana, SKM
(Sahabat Topswara)
0 Komentar