Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Siapa Penanggung Jawab Terlaksananya Ibadah Haji?


Topswara.com -- Akhirnya Pemerintah Republik Indonesia melalui Kemenag menerbitkan keputusan Menteri Agama No.660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Pemberangkatan Ibadah Haji 1442 H/ 2021 M. Pengumuman itu disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam keterangan pers di gedung Kementrian Agama, Jakarta, Kamis ( 3/6/2021).

Dengan adanya peraturan tersebut , maka penyelenggaraan keberangkatan haji tahun 2021 resmi dibatalkan. Keputusan ini juga mendapat dukungan dari komisi VIII DPR RI dalam rapat kerja masa persidangan kelima tahun sidang 2020/2021 pada 2 Juni 2021 lalu dimana pihak DPR RI menyatakan menghormati keputusan pemerintah yang akan diambil terkait penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/ 2021 M.

Pertimbangan Pembatalan

Dalam pengumuman tersebut Menag mengungkapkan sejumlah pertimbangan yang menjadi dasar pemerintah membatalkan pemberangkatan jamaah haji. Pertama, terancamnya kesehatan , keselamatan dan keamanan jamaah haji akibat Covid-19  yang melanda hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia dan Arab Saudi.

Pertimbangan lainnya yakni karena Kerajaan Arab Saudi yang belum juga mengundang pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani nota kesepahaman tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2021. 

Hal ini berpengaruh pada beberapa hal yang belum bisa diselesaikan sebelum pemerintah meneriman besaran kuota haji secara resmi. Seperti kontrak penerbangan, pelunasan down-payment, penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas, pelaksanaan bimbingan manasik dan sebagainya.

Pemerintah Arab Saudi sendiri secara resmi membatasi kuota haji 2021 sebanyak 60 ribu jamaah saja. Mengutip dari Haramain-Kanal informasi urusan Masjidil Haram-seluruh tamu haji hanya dkhususkan untuk warga negara (citizen) dan penduduk (resident) dari berbagai kewarganegaraan yang ada di dalan negeri saja.

Menteri Kesehatan Arab Saudi, Tawfiq al Rabiah menjelaskan bahwa jamaah haji haruslah telah menerima vaksin Covid-19 yang sesuai dengan ketentuan program vaksinasi kerajaan, berusia 18 - 65 tahun dan tidak memiliki/ terbebas dari penyakit kronis.

Terlaksananya Kewajiban Haji oleh Rakyat adalah Tanggung Jawab Negara

Penyelenggaraan ibadah haji secara mutlak menjadi tanggung jawab negara. Sebagaimana dalam penjelasan UU 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh dikatakan bahwa Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang muslim yang mampu baik secara fisik, mental, spiritual, sosial maupun finansial dan sekali dalam seumur hidup.

Penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah yang dikoordinir oleh Menteri Agama. Ini  merupakan rangkaian kegiatan yang beragam, melibatkan banyak pihak dan orang dalam melayani publik yang bersifat rutin setiap tahunnya.

Menurut pengamat ekonomi syariah, Nida Sa'adah pembatalan haji yang kedua kali ini setidaknya berdampak pada dua aspek. Pertama aspek dana, dana haji akan semakin menumpuk. Problem lanjutan pasti akan muncul seiring alokasi dana haji yang mengendap terutama ketika dana dialokasikan untuk hal lain sebelum dialokasikan langsung pada kebutuhan haji jamaah yang bersangkutan.

Dampak yang kedua adalah dari aspek manajemen pengelolaan keberangkatan jamaah , karena pembatalan haji yang kedua ini tentu akan semakin membuat panjang antrian dan semakin meresahkan jamaah haji terutama yang sudah lanjut usia.

Menteri Yaqut sendiri menyatakan bahwa penyebab terjadinya antrean panjang keberangkatan haji karena adanya dana talangan. Artinya orang yang belum memiliki biaya cukup bisa mendapat nomor kursi untuk mendaftar haji karena ada pihak yang memberikan dana talangan.(fin.co.id, 5/4/2021)

Jadi orang yang sebenarnya belum mampu secara finansial, bisa mendapatkan porsi haji karena ada pihak yang memberikan dana talangan yang harus dilunasi sampai batas waktu tertentu, ditambah biaya fee atas jasa pendaftaran haji tersebut.

Dari penjelasan di atas bisa dipahami bahwa penyelenggaraan haji di negara sekuler seolah hanya dipandang dari aspek ekonominya saja. Bukan pelayanan penguasa dalam memfasilitasi warganya dalam menunaikan kewajiban beribadah.

Sistem Islam Menjamin dan Memfasilitasi Kewajiban Haji Rakyat

 Rasulullah SAW bersabda
الإمام راع و مسؤول عن رعيته
"Imam ( khalifah ) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggungjawab atas rakyat yang ia urus"
(HR al Bukholari)

Inilah tugas pemimpin dalam Islam, khalifahlah yang bertanggungjawab atas apa yang menjadi kebutuhan umat, termasuk kebutuhan dalam beribadah.

Pengurusan haji termasuk pemberangkatannya adalah salah satu upaya khalifah dalan melayani warganya dalam beribadah. 
Di dalam sistem khilafah, kaum Muslim hakikatnya berada dalam satu kesatuan wilayah. Tidak tersekat-sekat oleh batas daerah dan negara sebagaimana saat ini. Berikut beberapa langkah yang dilakukan oleh khilafah dalam mengatur permasalahan haji.

Pertama, khalifah membentuk departemen khusus yang berisi orang orang profesional yang mengurusi urusan haji dan umroh, dari pusat hingga daerah. Departemen ini mengurusi urusan haji terkait dengan persiapan, bimbingan, pelaksanaan hingga pemulangan jamaah haji ke daerah asal. Bekerjasama dengan departemen kesehatan dalam mengurus kesehatan jamaah dan departemen perhubungan dalam urusan transportasi massal.

Kedua, Ongkos Naik Haji (ONH) , besarannya disesuaikan dengan biaya yang dibutuhkan oleh para jamaah berdasarkan jarak wilayahnya dengan Tanah Haram (Mekkah - Madinah). serta akomodasi selama pergi dan kembali dari Tanah Suci.

Ketiga, khalifah mengatur kuota haji dan umroh dengan berdasarkah hadis tentang kewajiban haji  dan umroh hanya sekali seumur hidup serta memprioritaskan jAmaah yang sudah memenuhi syarat dan kemampuan. Dengan demikian antrian panjang bisa dipangkas karena hanya yang benar benar mampu yang diutamkan.

Keempat, penghapusan visa haji dan umroh, karena dalam sistem khilafah seluruh kaum muslim hakikatnya berada dalam satu kesatuan wilayah tanpa sekat batas daerah dan negara.Visa hanya berlaku untuk kaum muslim yang menjadi warga negara kafir.

Kelima, khalifah akan membangun berbagai sarana dan prasarana untuk kelancaran, ketertiban, keamanan mencakup sarana transportasi menuju tanah suci hingga tempat pelaksanaan haji seperti Masjidil Haram, Mina , Arafah dan sebagainya agar bisa menampung banyak jamaah serta dapat memberikan kemudahan  dan kenyamanan dalam beribadah.

Keenam, khalifah akan tetap berusaha menyelenggarakan haji walau pada masa pandemi dengan melakukan 3T yaitu testing    (pengetesan), tracing (pelacakan), dan treatment (perlakuan) sesuai prosedur kesehatan. Mereka yang terbukti sakit akan dirawat sampai sembuh sedangkan yang sehat tetap diijinkan beribadah haji. Khilafah akan menjamin sanitasi , pemberian vaksin serta sarana kesehatan dan tenaga medis yang memadai. Semua aktivitas khilafah itu dilakukan dengan prinsip ri'ayah (pelayanan)  bukan bersifat komersil atau mengambil keuntungan dari jemaah.

Demikianlah keagungan pelayanan haji dalam sistem khilafah. Tamu-tamu Allah akan dilayani sesuai syariat Islam, karena tanpa syariat sebagai landasan, pelaksanaan haji sering menjadi ajang mencari keuntungan bagi pihak pihak yang tidak bertanggungjawab.
Wallahu a'lam bisshawab.


Oleh: Atik Kurniawati
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar