Topswara.com -- Berjalan dua tahun sudah hidup ini ditemani oleh pandemi Covid-19. Media massa pun selalu mengabarkan terkait dengan pandemi ini, banyak sudah orang yang berguguran baik rakyat biasa maupun tenaga kesehatan. Bahkan ketika melihat Tempat Pemakaman Umum (TPU) khusus yang terpapar Covid-19 maka kita akan sadar bahwa Covid-19 sampai saat ini masih terus menghantui. Ibaratnya rakyat ini masih mengunggu giliran kapan terjangkit dengan virus ini.
Selama dua tahun ini rakyat hidup dibawah bayang ketakutan, bahkan pola kehidupan pun berubah hampir 100 persen. Namun dalam kondisi ini, rakyat tidak berhenti menunggu segala kebijakan yang turun dari penguasanya. Walaupun rakyat memahami bahwa dalam dua tahun berjalan kehidupan ini, penguasa masih saja belum mengambil pelajaran secara utuh dari setiap kebijakan yang telah mereka terapkan.
Ketika digali kembali setiap kebijakan yang diterapkan untuk rakyat, maka rakyat sendiri lah yang selalu kena imbasnya. Rakyat berupaya banting tulang, jungkir-balik demi bertahan hidup di masa pandemi dimana perekonomian mengalami kondisi surut.
Namun kondisi yang tidak stabil dikuti tumbangnya sistem kesehatan saat ini, bahkan melonjaknya angka kematian bahkan mencapai kurang lebih 40.000 perhari, masih belum mampu menyadarkan para pemegang kebijakan. Rezim ini masih berupaya mengkonstruksi citranya, mencari pembenaran dalam kebijakannya yang berantakan. Padahal semua itu tidak mampu menutupi kebobrokan yang terlihat dari setiap kebijakan yang diterapkan hari ini.
Rakyat tidak butuh janji semu, rakyat juga sudah tidak perlu melihat citra tinggi. Namun saat kondisi terjepit seperti ini rakyat sangat butuh dengan tindakan nyata, serta sikap konsisten dari pemerintah. Akhir- akhir ini pemerintah mulai mencanangkan sebuah jaminan bahwa rakyat tidak akan merasakan kelaparan. Apakah sudah terealisasi keseluruh rakyat?
“Bapak Ibu, sebangsa se-Tanah Air, sekali lagi, negara hadir. Tidak ada warga negara yang akan dibiarkan dalam kelaparan,” tegas Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dedy Permadi dalam konferensi pers PPKM Darurat secara virtual, Minggu (11/7/2021).
“Baik pemerintah pusat pemerintah daerah, TNI-Polri relawan dan kita semua akan memastikan bahwa pertolongan akan sampai kepada saudara-saudara kita yang betul-betul membutuhkan,” tegasnya. (Okezone, 12/7/2021)
Adapun yang dilakukan untuk menanggulangi kelaparan rakyat adalah dengan menyediakan makanan siap saji yang terdapat dalam program dapur umum, yang mana makanan ini tertuju pada nakes dan petugas penjaga penyekatan PPKM darurat.
Adapun bansos juga diberikan pada warga dalam bentuk tunai (BST). Program yang pernah dihentikan di bulan april kini akan kembali disalurkan pada bulan Mei , Juni, dan Juli.
Mensos Risma mengatakan besaran BST yang akan diberikan adalah Rp 300 ribu per bulan dan akan disalurkan kepada warga di setiap awal bulan. Sedangkan untuk BST bulan Mei dan Juni akan diberikan Rp 600 ribu sekaligus.
Untuk target penyaluran per bulan, BST menyasar 10 juta penerima bantuan, penerima Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) sebanyak 18,8 juta, serta penerima Program Keluarga Harapan (PKH) sebanyak 10 juta. BST akan disalurkan melalui Kantor Pos.
Sementara BPNT dan PKH akan disalurkan melalui jaringan Himpunan Bank-Bank Negara (Himbara). Namun, apakah bansos ini telah tersalurkan dengan tepat sasaran? Hal ini masih perlu untuk dipertanyakan, bagaimana tidak, korupsi bansos yang sering dilakukan membuat kinerja pemerintah kadang diragukan, saat rakyat membutuhkan bantuan, malah para pejabat memanfaatkannya untuk kesenangan pribadi.
Selain itu, adanya dapur umum yang didirikan Kemensos juga bisa terkendala pelaksanaannya jika belum dipikirkan betul teknisnya supaya rakyat bisa merasakan bantuan tersebut. Seberapa jauh jangkauan dapur umum untuk rakyat yang membutuhkan? Misalnya, jarak rumah dengan dapur umum. Jika jaraknya jauh dan tidak terjangkau maka keberadaan dapur umumntidak akan banyak membantu. Transportasi bisa jadi menjadi hambatan untuk mendapatkan bantuan.
Bantuan-bantuan yang diperuntukkan untuk warga terdampak pandemi memang sudah bagus. Hanya saja, harus diperhatikan pula mekanisme penyalurannya baik dari sisi administrasi hingga teknis. Jangan sampai ada kesan bahwa bantuan rakyat dibuat ribet sebagaimana kebijakan yang sudah ada sebelumnya. Urusan administrasi untuk konglomerat dipermudah, kepada rakyat dibuat susah.
Islam juga memiliki pandangan bagaimana negara mengatur dan mengurusi rakyatnya. Belum pernah ditemukan selama masa kejayaannya pemerintah yang menerapkan sistem Islam secara kaffah menyia-nyiakan satu nyawa. Sebab Islam sangat menghargai setiap nyawa, sehingga dalam urusan kebutuhan hidup (hajatul udhawiyah) pasti akan sangat diperhatikan. Apalagi di masa pandemi seperti saat ini.
Dalam Islam, beratnya tanggung jawab pemimpin tergambar jelas dalam sabda Nabi SAW, diriwayatkan oleh Tabrani dari Abu Wail Syaqiq Bin Salamah bahwasanya ketika Umar ra menugaskan Busyur ibnu Asim ra untuk mengurus sedekah suku Hawazin, tetapi Busyur tidak mau menerimanya. Ketika ditanya, ”Mengapa kamu tidak mau menerimanya?” Busyur menjawab, ”Seharusnya aku menaati perintahmu, tetapi aku pernah mendengar Nabi SAW bersabda: ‘Barang siapa yang dibebani mengurus suatu urusan kaum Muslimin, maka di hari Kiamat kelak ia akan diberdirikan di tepi jembatan neraka Jahanam. jika ia melaksanakan tugasnya itu dengan baik, ia akan selamat. Namun, jika ia tidak melaksanakannya dengan baik, ia akan dilemparkan ke bawah jembatan Jahannam itu dan akan terpelanting ke dalamnya selama 70 tahun,”
Lalu Umar keluar dengan wajah susah, ketika Abu Zar bertanya kepadanya, ”Mengapa Anda terlihat amat susah? Umar pun menceritakan bahwa kesusahannya karena ia telah mendengar sabda Rasulullah tersebut di atas yang disampaikan oleh Busyur Asim. Lalu Abu Zar pun membenarkan bahwa ia juga pernah mendengar hadis serupa. (At-Targib jilid III, halaman 441).
Sungguh kita merindukan pemimpin yang mampu meriayah rakyat dengan baik layaknya Umar bin Abdul Aziz yang dalam dua tahun sukses memberi jaminan kesejahteraan hingga tidak ditemukan orang yang berhak menerima zakat. Kita pun merindukan sosok pemimpin yang begitu takut akan hisabnya seperti Umar bin Khaththab ra yang rela memanggul sekarung gandum untuk rakyatnya yang kelaparan. Kita membutuhkan pemimpin yang betulan, bukan kebetulan.
Untuk menghadirkan sosok pemimpin yang benar dan amanah, dibutuhkan sistem yang berkah, yakni sistem yang berasal dari Sang Pencipta alam semesta beserta segala isinya. Sistem yang telah terbukti selama lebih dari 13 abad memberi jaminan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Sistem Islam yang diterapkan secara kaffah dalam bingkai daulah.
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Amirah Syafiqah
(Aktivis Malang Raya)
0 Komentar