Topswara.com-- Pengamat Politik Dr. Riyan, M.Ag. mengatakan, momen haji dan Idul Adha adalah momen perubahan besar umat.
“Momen haji dan Idul Adha adalah momen perubahan besar umat (the great change),” katanya dalam acara Kajian Siyasi: Idul Adha: Momen Perubahan Besar (Great Change) Umat di YouTube Ngaji Shubuh, Senin (12/07/2021).
Dr. Riyan menerangkan, ada dua aspek perubahan yang harus dilakukan, yaitu aspek yang sifatnya sistemik atau struktur dan yang sifatnya kultur atau orang.
“Nah dengan apa perubahan itu dilakukan? Dengan dakwah melanjutkan kehidupan Islam untuk: pertama, memperkokoh keimanan melalui taqarrub ilallah. Kedua, mengajak umat bersama-sama melakukan bukan politik amar makruf nahi mungkar dan jangan takut untuk menyampaikan kebenaran,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan, urusan publik itu harus dilakukan dengan ketaatan dan ketaqwaan secara kolektif. “Kalau secara teoretis, orang yang melakukan perubahan pasti jumlahnya lebih kecil. Maka tidak perlu kita pesimis. Apapun yang kemudian sekarang terjadi, hanya Islamlah arah yang kita tuju, bukan kapitalisme dan komunisme,” tegasnya.
Ri’asah wa Ri’ayah
“Momen haji adalah ri’asah (kepemimpinan) dan ri’ayah (kepedulian) oleh para pemimpin Muslim (nabi dan para khalifah), khusus setiap tahun mendengarkan dan memberi solusi atas masalah rakyat,” urainya.
Dia menjelaskan, haji wadak dikenal dengan nama haji perpisahan nabi pada 25 Dzulqaidah 10 Hijriah atau setahun sebelum beliau wafat. “Sejarah mencatat, ketika Rasulullah SAW menyeru kaum Muslimin dari berbagai kabilah untuk menunaikan ibadah haji bersamanya, diriwayatkan bahwa jamaah haji pada tahun itu berjumlah lebih dari 100.000 orang bahkan lebih,” paparnya.
Ia menerangkan, pada tanggal 8 Dzulhijah 10 Hijriah, Nabi SAW berangkat menuju Mina dan shalat Zuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan bermalam serta menunaikan shalat Subuh di sana. Setelah matahari terbit, beliau berangkat menuju Arafah.
"Ketika matahari mulai bergeser, condong ke Barat, Nabi SAW memberikan khotbah di sebuah tempat bernama Namirah. Setelah beliau berkhotbah, Allah SWT menurunkan ayat Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 3: ‘Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu’,” bebernya.
“Khotbah terakhir ini adalah pesan politik Nabi SAW sebagai nabi dan kepala negara Islam. Rasulullah menyampaikan khotbah yang merupakan wasiatnya yang terakhir,” katanya.
Kemudian ia menambahkan, pada 10 Zulhijah tahun itu, Rasulullah berkurban dengan 100 unta. 63 unta disembelih sendiri dan 37 onta disembelih oleh Ali bin Abi Thalib.
“Dimensi sosialnya, daging kurban dibagikan kepada orang lain, ini artinya dimensi kepedulian kepada sesama manusia (hablum minannas). Hendaklah orang yang berkurban melaksanakan kurban karena Allah SWT semata,” pungkasnya.[] Reni Tri Yuli Setiawati
0 Komentar