Header Ads Widget

Peceraian Meningkat Corona Penyebabnya, Benarkah?


Topswara.com -- Berdasarkan Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan, angka dispensasi menikah pada tahun 2020 mencapai 64.211. Faktor terbesar terjadinya lonjakan pernikahan ini disebabkan oleh ekonomi. Namun belum adanya kesiapan psikis dan ekonomi menjadi bumerang dari pernikahan itu sendiri.

Dilansir dari Kompas TV ( 11/3/2021), telah tercatat pada pandemi Covid-19 total angka perceraian sepanjang Maret 2020 hingga Februari 2021 adalah 5709, dan ada 3.513 kasus perceraian yang disebabkan faktor ekonomi.

Melihat fakta ini, psikologi keluarga Alissa Wahid dan Ketua Komnas Perempuan Andi Yentriyani memandang perlunya upaya penanganan dan pencegahan terhadap penceraian selama pandemi Covid-19.
Tujuannya adalah agar keluarga dapat siap menangani tekanan yang disebabkan oleh pandemi, terutama ekonomi. Selanjutnya menurut Alissa, pemerintah perlu menciptakan pendampingan pada keluarga terutama pada perempuan.

Di sisi lain, Komnas Perempuan lebih berfokus pada motif yang menyebabkan terjadinya perceraian. Misalnya motif disebabkan karena adanya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan pengecekan terhadapp fasilitas pelayanan perempuan. 

"Di masa pandemi ini sangat sulit mengadakan layanan karena dibatasi protokol kesehatan. Selain itu sulit untuk mengakses rumah aman. Bagi korban kekerasan juga tidak mudah melakukan visum karena rawan terpapar virus Covid-19 di rumah sakit," kata Andi pada Rosi Silalahi di Live Streaming Kompas TV, Kamis (11/3/2021).

Komnas Perempuan telah melakukan diskusi bersama satgas Covid-19 agar ada protokol kesehatan yang lebih spesifik untuk melayani korban kekerasan. selanjutnya, yang perlu diperhatikan adalah upaya pencegahan.

Pemerintah beserta masyarakat harus memberikan perhatian pada pernikahan anak. Andi menyebutkan ada dispensasi pada pernikahan anak di angka 64.000. Sepanjang 2020 ada 176 anak yang masuk kategori pernikahan anak.

Persoalan ekonomi menjadi salah satu faktor penyebab pernikahan anak hampir di seluruh belahan dunia. Kemudian selama pandemi, di pelosok sana orang tua merasa anak mereka tidak bersekolah karena selalu belajar di rumah. Begitu pula adanya ketakutan dari orangtua yang akan terpapar kegiatan seksual lewat gadget. "Nah ini yang harus dicegah agar tidak terjadi terus-menerus. Hal ini menjadi penyebab perceraian karena menikah tanpa persiapan psikis yang matang," kata Andi.

Aneh bin ajaib, berbagai permasalahan terjadi seakan selalu yang dikambinghitamkan pandemi Covid-19. Seakan Covid-19 yang merupakan makhluk Allah Swt penyebab dari kasus yang belakang ini marak. Kasus pelecehan disebabkan seringnya melihat pornografi dengan keseringan pegang gaget, lonjakan perceraian karena semasa pandemi ekonomi menjadi lumpuh lalu apalagi yang mengatasnamakan pandemi biang kerusakan di segala sendi masyarakat.

Sesungguhnya sebagai orang yang beriman dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini titik tekannya adalah menyikapi qada dan qadar. Di mana peran qada yang merupakan ketetapan Allah Swt adalah ketetapan yang wajib kita imani dengan menerima ketetapan itu sembari bersabar dan terus bermuhasabah dan terus mendekatkan diri pada-Nya.

Qada yang Allah Swt tetapkan sesungguhnya Allah lah yang mengetahui segala kebaikannya. Qada itu telah Allah Swt tetapkan tentunya sebelum kita diciptakan di dunia dan tertulis di lauhul mahfudz. Semuanya hanya Allah Swt Yang Maha Mengetahui dan semua itu atas kehendak-Nya (iradah). Tentunya diciptakannya Corona ini tidak akan adanya hisab. Namun yang dihisab itu adalah bagaimana kita melakukan berbagai upaya agar Corona ini mampu kita antisipasi agar keberadaannya dapat diselesaikan dengan menggunakan syariat-Nya.

Maka menindak lanjuti kasus perceraian yang meningkat tentunya harus adanya peran negara yang mampu untuk mengantisipasi agar permasalah ekonomi dan masalah pernikahan yang tidak siap mampu diselesaikan oleh negara.
Kalau mau dicermati keadaan ini terjadi tidak lepas dari apa yang diterapkan saat ini? Sumber permasalahan berasal dari mana?
Sesungguhnya saat ini kita berada di sebuah sistem yang tidak Islami. Sebuah sistem yang bukan dari Sang Maha Pencipta. Sistem yang mengatur negara ini dan negara di dunia adalah sistem semokrasi kapitalis. Sistem demokrasi dibuat oleh rakyat dengan menggunakan akal manusia yang terbatas. Ilmu manusia berbeda dengan ilmu Allah Swt Yang Maha Mengetahui, jadi wajar jika sistem demokrasi kapitalis ini rusak, cacat dan batil.

Dalam sistem kapitalis manusianya terbentuk dalam kondisi meraih kebahagian hidup dengan memperoleh materi sebanyak-banyaknya Sehingga syariat hanya dimaknai di dalam wilayah ibadah mahdhah saja (shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lain).

Nilai-nilai realistis dalam pernikahan pun dinilai dari banyak materi. Sehingga ketika masa pandemi Covid-19 ini melanda dunia dan ekonomi hancur yang ada justru mereka banyak mengalami kerugian. Ekonomi tidak mampu didongkrak karena berbagai aturan yang membatasinya.

Kebijakan yang tidak memuaskan akal dan menentramkan hati serta tidak sesuai dengan fitrah manusia membuat penyelesaian pandemi seakan setengah hati. Bagaimana tidak dikatakan setengah hati, saat tim nakes kelelahan karena lonjakan Covid-19 bahkan muncul  varian baru. Pemerintah menerapkan PPKM,  namun  di sisi lainpemerintah membiarkan TKA masuk ke negara ini.

Hal ini menunjukkan seakan kebijakan yang ketat ini hanya diperlakukan untuk rakyat dan menjadi lemah ketika bersinggungan dengan pengusaha asing maupun aseng. Alih-alih menyelamatkan ekonomi agar tidak semakin hancur namun kenyataan kasus kematian semakin bertambah.

Dari sini kita mampu menarik sebuah pemahaman bahwa di dalam sistem demokrasi kapitalis ini sesungguhnya yang mereka selamatkan dan yang mereka lindungi adalah korporasi. Alih-alih ekonomi penyebab perceraian namun sebenarnya karena saat ini sistem demokrasi kapitalis tidak mampu mensejahterakan rakyat. PHK terjadi dimana-mana, banyak perusahaan katanya bangkrut namun kenyataannya mereka mengganti pekerja lokal dengan TKA.

Semua ini disebabkan oleh sistem yang salah yang diterapkan untuk mengatur manusia. Karena kebatilan inilah maka sudah saatnya kita mengganti sistem ini dengan sistem yang bersumber dari Sang Maha Pencipta, sistem Islam.yang berdasarkan wahyu dari Allah yaitu Al Qur'an sebagai huddalinnas (petunjuk bagi manusia).

Pernikahan  sejatinya adalah aktivitas ibadah yang sakral (suci) yang di dalamnya ada aturan agama yang mengikat dalam menjalankan biduk rumah tangga. Dalam pernikahan tentunya tujuan utama adalah untuk beribadah kepada Allah Swt, melestarikan keturunan juga menjadikan kehidupan rumah tangga sakinah, mawahdah, warahmah.

Tentu sakinah, mawahdah, warahmah tidak akan terwujud dengan sempurna jika didalamnya tidak ada sistem yang diterapkan oleh negara dengan menggunakan sistem Islam secara kafah. Karena sistem Islam secara kafah inilah akan mampu melindungi rakyat dan memberikan kesejahteraan kebutuhan dasar bagi rakyatnya (sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan).

Allah SWT berfirman:
"Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu." (TQS. an-Nisa' [4]:1)

Sesungguhnya ketakwaan ini akan terpancar jika negara menerapkan syariat Islam secara kafah, melindungi, mensejahterakan serta memotivasi seluruh elemen rakyat, individu, masyarakat juga pemimpin dan para pejabat negara. Pancaran Islam akan memancar hingga banyak orang-orang kafir berbondong-bondong masuk kepangkuan Islam. Islam mampu menjadi cahaya dan rahmatan lil'alamiin.
Wallahu a'lam bishawwab.


Oleh: Ummu Ilham
(Pegiat Literasi)

Posting Komentar

0 Komentar