Topswara.com -- Menanggapi fenomena pemuda menunda pernikahan karena takut masalah rezeki, Pakar Parenting Islam Ustaz Iwan Januar mengingatkan, untuk meluruskan kembali pemahaman akidah dan rezeki yang benar.
“Kalau orang menunda pernikahan karena takut dalam masalah rezeki, luruskan lagi akidahnya dan tanamkan lagi pemahaman rezeki yang benar,” ujarnya dalam acara Serial Rumahku Surgaku, Tepatkah Menunda Pernikahan?, Senin (21/6/2021) di YouTube Cinta Quran TV.
Iwan menerangkan, rezeki itu merupakan sesuatu yang mutlak pemberian dari Allah SWT, bukan sesuatu yang diikhtiarkan seorang kepala rumah tangga.
“Kalau belum menikah, satu orang laki-laki rezekinya satu. Kalau sudah menikah menurut mereka, satu rezeki itu dibagi menjadi dua dengan istrinya. Atau 3, 4, dan 5 dengan anaknya. Bukan demikian. Hitung-hitungan rezeki itu bukan sesuatu yang bisa diukur secara matematis, tapi merupakan hal mutlak pemberian dari Allah SWT,” tegasnya.
Ia menukil surat Huud ayat 6:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya”
“Ini konsep yang hanya diyakini oleh kaum muslimin. Karena memang kultur kaum muslimin secara syariat itu adalah menyegerakan dalam pernikahan,” lugasnya.
Ia mengatakan, menyegerakan pernikahan bukan berarti terburu-buru. “Menyegerakan itu artinya kesiapan dan kemampuan menikah. Bicara kemampuan ini terutama masalah kemampuan finansial. Ini bukan syarat orang harus punya kemapanan hidup. Harus gaji di atas Upah Minimum Regional (UMR) sekian kali lipat, punya rumah, atau kendaraan itu bukan syarat sama sekali. Dalam Islam, orang menikah merupakan salah satu cara yang akan membuka berbagai macam pintu rezeki,” ungkapnya.
Iwan menukil kalam Allah SWT di dalam Al-Qur’an An-Nur ayat 32. ”إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ” ‘Seandainya yang menikah orang-orang fakir, apa kata Allah SWT kemudian يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ, maka Allah akan buat mereka menjadi kaya, menjadi cukup dari karunia-Nya,” imbuhnya.
“Bicara nikah juga bicara masalah akidah atau keyakinan. Orang tidak akan ragu-ragu dan akan sungguh-sungguh untuk bersegera menjalankan perintah Allah, bila memang karena keyakinan. Insya Allah, niscaya akan dimudahkan oleh Allah SWT, termasuk akan dibukakan pintu rezeki,” paparnya.
Ia menyatakan, cara berfikir demikian enggak bisa matching (sesuai) dengan orang-orang sekuler yang sudah meminggirkan agama. Orang-orang tersebut tidak lagi berfikir bahwa Allah SWT itu zat yang memang senantiasa memberikan pertolongan termasuk memberikan rezeki kepada makhluk-makhluk-Nya.
“Memang harus dibenahi dulu akidahnya, kemudian diluruskan lagi akidahnya dalam masalah pernikahan dan rezeki. Harus yakin bahwa Allah SWT maha membuka rezeki,” tegasnya.
Iwan mengutip satu hadis yang menyebutkan ada tiga golongan yang berhak mendapat pertolongan dari Allah SWT:
وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ
“Seorang yang menikah karena ingin menjaga kesuciannya.” (HR. An Nasai no. 3218, At Tirmidzi no. 1655.)
“Orang yang menikah karena ingin menjaga kesucian diri ini berhak mendapat pertolongan dari Allah SWT,” tegasnya.
Peran Negara
“Tidak kalah penting memang di sini adalah peran negara. Negara itu mestinya bertanggung jawab tentang kondisi rakyatnya, bukan cuman dalam masalah penanganan pandemi kayak sekarang,” bebernya.
Ia mengingatkan, di dalam masalah kehidupan sosial warga, negara punya kewajiban untuk menyelamatkan masyarakat dari kerusakan sosial terutama di kalangan para pemuda.
“Jangan sampai para pemuda ini having fun (bersenang-senang). Pergaulannya tidak terjaga, lalu mereka menuju pernikahan. Ini menjadi musibah satu bangsa dan jadi masalah satu umat ketika umat ini menunda pernikahan,” katanya.
Iwan mengatakan, jangan sampai mereka justru tenggelam dalam kemungkaran dan kemaksiatan. Maka negara sangat ujung posisinya untuk menciptakan kultur masyarakat muslim, yang paham tentang pentingnya rumah tangga dan pernikahan.
“Dalam pemerintahan Islam, ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkuasa dan melihat harta zakat ternyata tidak terserap oleh masyarakat karena saking banyaknya, beliau meminta kepada amil-nya mencari pemuda yang ingin menikah tapi enggak punya biaya. Nanti diongkosi dari pos fakir miskin untuk para pemuda menikah,” engkapnya.
“Ini kan luar biasa, bagaimana dalam Islam seorang kepala negara bukan cuman berpikir masalah membangun jalan tol, bangun jembatan, tapi juga sampai memikirkan kondisi sosial masyarakatnya, utamanya para pemuda yang belum menikah,” tandasnya.[] Reni Tri Yuli Setiawati
0 Komentar