Topswara.com -- Marital Rape ramai diperbincangkan di kalangan publik. Hal ini dikarenakan RUU KUHP memasukan definisi pemerkosaan termasuk pemerkosaan suami terhadap istrinya (marital rape), di mana suami bisa dipenjara ketika memaksa istri untuk melayaninya. Ketika istri merasa diperkosa, maka istri bisa melaporkan suami ke penjara. Bahkan sampai 12 tahun penjara. Bagaimana bisa seorang istri memenjarakan suaminya sendiri karena berhubungan seksual bukan atas dasar suka sama suka?
"Berdasarkan Catatan Tahunan 2021, jumlah laporan terkait pemerkosaan terhadap istri adalah 100 kasus untuk 2020. Tahun 2019, data kasus mencapai 192 kasus yang dilaporkan," ucap komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini saat dihubungi, Senin (16/6/2021). (Detik News).
Dengan adanya marital rape yang muncul pada draft RUU KUHP, maka para pengemban ide sekuler dan feminis mendapat kesempatan untuk menggaungkan dan meninggalkan hukum Islam bahkan menyerang hukum Islam terkait kewajiban suami istri dalam berumah tangga. Dalam Islam, istri wajib mentaati suami sehingga ketika istri tidak ingin melayani, namun suami ingin dilayani, dan keduanya melakukan bukan atas dasar mau sama mau, maka tidak bisa dikatakan suami memperkosa istri.
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan dalam kitabnya An-Nizham al-Ijtimaa’iy fi al-Islam, bahwa taat dan melayani suami adalah kewajiban istri sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“Jika seorang istri tidur malam meninggalkan tempat tidur suaminya, niscaya para malaikat akan melaknatnya sampai ia kembali.” (Muttafaq ‘alaih dari jalur Abu Hurairah)
Maka bisa dipastikan marital rape ini tidak sesuai dengan hukum Islam dan mengandung nilai-nilai sekuler yaitu memisahkan agama dengan kehidupan, serta memuat nulai liberal didalamnya. Sehingga akan banyak sekali kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga yang akan terjadi. Hal ini dikarenakan solusi yang diberikan bukanlah solusi yang solutif atas permasalahan.
Dalam hukum Islam pemerkosaan adalah istilah yang tidak bisa diterapkan dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, yang mana fakta dan solusi hukumnya berbeda. Peristiwa yang terjadi haruslah dilihat dari akar permasalahan, dan mencari solusi yang sesuai dengan syariat Islam sehingga solusi yang diberikan adalah solusi yang tepat dan mensolusikan, bukan malah menyesatkan dan menjauhkan dari aturan Islam.
Jika kita lihat fenomena kekerasan dalam rumah tangga, fenomena ini terjadi semata-mata karena landasan rumah tangga dan negara tidak berdasarkan hukum Islam, sehingga solusinya bukan dengan menghapus hukum-hukum islam tapi justru dg menjadikan Islam sebagai landasan berkeluarga dan bernegara. Karena dalam Islam antara kewajiban suami dan istri, hak suami dan istri sudah diatur, sehingga semua dilakukan dengan penuh keridhoan dan keberkahan.
Allah Swt. berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.” (QS Al-Baqarah [2]: 228)
Dalam syariat Islam, semua sudah diatur dengan indah sehingga akan sangat sulit ditemukan kekerasan rumah tangga manakala sistem Islam diterapkan. Semua aktivitas dalam rumah tangga akan dilakukan dengan cara yang ma'ruf sehingga dapat mengokohkan sebuah negara.
Dengan adanya marital rape yang terus digaungkan, umat Muslim harus segera sadar akan agenda-agenda yang merusak kaum muslim itu sendiri. Umat harus sadar bahwa apa yang sedang digaungkan ini adalah upaya kaum sekuler, liberal, feminis yang menyesatkan. Umat juga harus sadar bahwa hanya dengan penerapan hukum Islam kekerasan dalam rumah tangga dapat diberantas, hanya dengan penerapam hukum Islam secara kaffah hidup ini penuh dengan keberkahan. Jika ada solusi yang solutif, mengapa masih mengambil solusi lain yang belum terbukti mampu memberikan solusi tuntas atas segala permasalahan yang menimpa umat.
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Salwa
(Sahabat Topswara)
0 Komentar