Topswara.com -- Lagi -lagi rakyat menelan pil pahit dan kegusaran dari buruknya penanganan pandemi yang berlarut-larut. Seakan kebijakan tidak berpihak pada rakyat. Di saat terjadi gelombang kedua lonjakan penularan Covid-19. Rakyat dalam situasi darurat. Persediaan alat penunjang kesehatan sulit didapat dan dijangkau harganya. Overload rumah sakit menjadi pemandangan keseharian. Akhirnya rakyat mencari sendiri pengobatan yang bisa diusahakan untuk bisa bertahan hidup. Walaupun berspekulasi dengan keamanannya.
Kemudahan Regulasi Fasilitas Kesehatan Tanggung Jawab Negara
Komandan Posko Dukungan Operasi Satgas Covid-19 DIY Yogyakarta Pristiawan Buntoro mengonfirmasi sebanyak 63 pasien di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta meninggal dunia dalam sehari semalam pada Sabtu (3/7/2021) hingga Minggu (4/7/2021) pagi akibat menipisnya stok oksigen. (m.bisnis.com, 4/7/2021)
Ketua DPP PKS Kurniasih Mufidayati, dalam keterangannya, Senin (5/7/2021), menyebut pemerintah bisa mendorong pihak swasta, produsen dan distributor oksigen terlibat penuh dalam mendukung penyediaan oksigen untuk kebutuhan penanganan pasien Covid-19. Asosiasi pengusaha, seperti Apindo, Kadin, serta asosiasi produsen dan distributor gas dan oksigen, katanya harus diajak langsung untuk memenuhi kebutuhan oksigen ini.
“Jika perlu, pemerintah buat kebijakan agar rantai pasok oksigen sampai ke konsumen masyarakat lebih dipangkas, tidak lagi melalui agen atau distributor kecil. Tapi langsung dari distributor utama. Lakukan semacam operasi pasokan langsung ke masyarakat dan faskes yang membutuhkan untuk penanganan pasien Covid-19. Perlu kebijakan extraordinary dalam situasi darurat ini.” Kata Kurniasih. (news.detik, 5/7/2021)
Dari fakta di atas terlihat berbelitnya birokrasi di saat darurat pandemi terjadi. Regulasi kemudahan birokrasi haruslah menjadi prioritas utama ketika dalam keadaan genting. Nyawa manusia menjadi taruhannya. Rakyat bukanlah media percobaan suatu kebijakan ditetapkan. Kondisi melonjaknya pasien terkonfirmasi positif. Menandakan harus ada perubahan aturan yang mengutamakan keselamatan rakyat. Bukan disibukkan dengan perbaikan angka ekonomi. Karena sudah tugas para pemimpin untuk memperhatikan dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Rakyat yang sehat akan menumbuhkan angka ekonomi. Walaupun nanti akan tertatih terlebih dahulu. Tapi dengan mobilitas normal dari rakyat yang sehat akan menghasilkan ekonomi yang kuat.
Keterbatasan persediaan fasilitas kesehatan (faskes), seperti oksigen dan obat penunjang kesembuhan Covid-19 seakan tidak terpikirkan akan terjadi di benak pembuat kebijakan pada masa gelombang lonjakan ke dua ini. Padahal kejadian di beberapa negara, contoh India. Dijadikan acuan untuk tindakan preventif kemungkinan Indonesia mengalaminya. Karena gerbang internasional di beberapa wilayah tetap terbuka lebar untuk warga asing walaupun dengan persyaratan tertentu. Seharusnya dari awal sebaran melonjak dan memaksa rakyat sendiri untuk membatasi mobilisasinya dengan aturan PSBB, PPKM, maka perjalanan keluar masuk akses luar negeri pun ditutup.
Bagaimana kapitalisme yang diemban telah membutakan nurani. Tetap memprioritaskan perekonomian dibandingkan penanganan kesehatan. Sebaiknya memaksimalkan pembelanjaan anggaran kesehatan untuk faskes yang urgen dan harus tersedia secara reguler Sehingga ketika terjadi keadaan darurat. Terhindar dari kolaps pasien dan ketiadaan faskes. Memudahkan birokrasi dalam pencairan anggaran untuk memenuhi kebutuhan para nakes, rumah sakit, dan tempat isolasi rujukan lainnya.
Selain itu pihak pemerintah harus segera turun tangan mengatur harga faskes terutama tabung oksigen agar tidak dimanipulasi oleh swasta dengan harga fantastis. Karena sejatinya negara lah yang harus bertanggung jawab memberikan pelayanan kesehatan yang baik bagi rakyatnya. Terutama di saat pandemi dan mengalami gelombang lonjakan terkonfirmasi yang melesat tinggi.
Peran Negara Menjamin Obat Aman bagi Rakyat
Banyak kalangan mendesak penggunaan obat antiparasit generik, ivermectin, secara luas sebagai obat Covid-19. Ivermectin ini sudah lama disanjung sebagai obat ajaib karena multikhasiat. Kini, bermunculan kesaksian orang-orang yang berhasil lolos dari gejala infeksi virus corona SARS-CoV-2 karena pemakaian obat ivermectin. Tapi Badan pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bergeming. Tidak merekomendasikan ivermectin untuk mengobati Covid-19 karena mengikuti panduan WHO. Bahkan memberi sangsi bagi pabrik PT Harsen Laboratories, produsen obat ivermectin dengan merek dagang Ivermex 12 mg, karena dianggap tidak kooperatif. (tempo, 3/7/2021)
BPOM mengumumkan bahwa PT Harsen tidak memenuhi sejumlah syarat terkait Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) untuk obat ivermectin. Menurut pemaparan Kepala BPOM Penny K Lukito dalam konferensi pers, Jumat (2/7/2021) bahwa penggunaan bahan baku ivermectin dengan pemasukan tidak melalui jalur resmi atau terkategori ilegal. Serta pendistribusian obat Ivermex 12mg ini tidak dalam kemasan siap edar, tetapi dus kemasan yang disetujui dalam pemberian izin edar. Mereka mencantumkan masa kadaluwarsa tidak sesuai kaidah BPOM.
Promosi obat keras hanya dibolehkan di forum tenaga kesehatan dan tidak boleh dilakukan di publik, sementara promosi ke masyarakat umum langsung oleh industri farmasi merupakan pelanggaran. Pelanggaran tersebut menyebabkan mutu obat yang menurun atau tidak bisa dipertanggung jawabkan sehingga bisa membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat. (suarabatam, 2/7/2021)
Kontroversi ivermectin sebagai obat Covid-19 menunjukkan pemerintah tidak sigap menjamin pemenuhan kebutuhan obat bagi rakyat yang terinfeksi. Beragam spekulasi dan polemik obat-obatan yang ditengarai mampu mempercepat proses kesembuhan dengan harga terjangkau terus tumbuh dan berkembang. Seyogianya pemerintah bertindak cepat bersama pihak terkait dalam penanganan kesehatan untuk mencari solusi tepat. Penyediaan obat dengan harga terjangkau dan mudah mendapatkannya.
Keamanan dan keselamatan rakyat tentu menjadi tujuan utama negara. Maka wajib negara bertanggung jawab penuh akan ketersediaan obat yang dibutuhkan oleh rakyat dengan label halal, aman, dan harga terjangkau. Bahkan dalam kondisi darurat seperti sekarang. Negara harus dapat menyediakan obat utama secara gratis. Sehingga rakyat mendapatkan kemudahan dalam menjalani pengobatan dan fokus untuk proses kesembuhan. Baik yang isolasi di tempat rujukan mau pun yang melakukan isolasi mandiri.
Syariah Menjaga Nyawa Rakyatnya
Islam telah memiliki regulasi tepat dalam penanganan pandemi. Di mulai dari pemimpinnya, khalifah yang bertanggung jawab akan urusan rakyatnya sesuai dengan hukum syara’.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
اَلإِ Ù…َام رَاعٍ ÙˆَÙ…َسْؤُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ
“Imam adalah pelayan, dan hanya dialah satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya.”
Maka khalifah membuat kebijakan yang amanah dan mengutamakan kepentingan rakyatnya. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar rakyat yang harus dipenuhi oleh negara dan diberikan secara gratis. Baik dalam keadaan normal mau pun pandemi. Rakyat juga diwajibkan untuk taat akan aturan yang telah ditetapkan khalifah. Karena merupakan bentuk ketakwaan kepada Allah SWT.
Dalam penanganan pandemi, Islam telah mempunyai pedoman sahih yaitu hadis dari Rasulullah SAW:
“Jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kalian meninggalkan tempat itu" (HR Bukhari dan Muslim)
Inilah metode karantina untuk mencegah wabah tidak meluas ke wilayah/negara lain. Agar proses karantina berhasil, Rasulullah mendirikan tembok di sekitar daerah terjangkit wabah dan menjanjikan bahwa mereka yang bersabar dan tinggal akan mendapatkan pahala sebagai mujahid di jalan Allah. Dan yang melarikan diri diancam mendapat malapetaka dan kebinasaan.
Benteng utama penanganan pandemi adalah karantina. Sebetulnya Indonesia telah memiliki metode karantina kesehatan yang tertuang dalam UU Kesehatan No. 6 tahun 2018. Sayangnya dalam aplikatifnya tidak dijalankan karena negara merasa tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya.
Khilafah memiliki departemen kesehatan. Sebuah sistem administrasi yang disesuaikan dengan kebutuhan, cara (uslub), dan sarana-sarana yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang kesehatan. Peruntukkannya disesuaikan dengan kebutuhan di wilayah/negeri. Landasan strategi dalam mengurusi departemen ini adalah: sederhana dalam aturan, cepat dalam pelayanan, dan profesional dalam penanganan (ditangani oleh ahlinya). Maka semuanya akan membawa pada kesempurnaan kerja.
Maka dipastikan regulasi kebijakan penanganan pandemi/wabah penyakit akan mudah dan ditangani para ahli kesehatan. Memaksimalkan fasilitas kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan rakyat. Mendorong para peneliti untuk menghasilkan formula obat yang tepat dan vaksin yang aman dan halal. Pihak swasta akan digandeng bekerja sama dengan pemerintah agar seragam dalam menghasilkan obat yang jelas standar keamanan dan keselamatan bagi rakyat/umat. Negara dilarang mengambil celah untung-rugi secara materi dari penemuan obat dan vaksin yang dihasilkan.
Inilah wujud dari negara dalam menjaga dan melindungi nyawa manusia. Dalam pandangan Islam nyawa manusia sangat berharga dan harus diutamakan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seprang mukmin tanpa haq.” (HR an-Nasa’i dan at-Tirmidzi).
Semoga dengan adanya pandemi ini, umat mulai menyadari dan memahami untuk bersama memperjuangkan aturan Islam yang sempurna sebagai aturan hidup. Penanganan pandemi yang sesuai dengan aturan syara’ akan mendekatkan pada pertolongan Allah.
Maka sudah selayaknya kita bersegera kembali kepada aturan-Nya, supaya pandemi segera berakhir.
Wallahu a'lam
Oleh: Ageng Kartika, S.Farm
(Pemerhati Sosial)
0 Komentar