Topswara.com -- Negeriku sayang negeriku malang, negeri yang kaya tapi tidak mengayakan penduduknya. Pandemi Covid-19 yang semakin melonjak, menyisakan kepedihan yang mendalam bagi rakyat. Setahun lebih mereka harus pontang panting untuk bisa bertahan hidup di tengah himpitan ekonomi yang semakin tidak terkendali.
Tidak hanya, itu rakyat pun semakin terombang-ambing dengan kebijakan yang tidak merakyat. Berbagai kebijakan dibuat ternyata tidak mampu menahan lajunya pandemi Covid-19. Karena memang pada dasarnya, penyelasaian yang dilakukan tidak dilakukan secara keseluruhan dari akar persoalannya.
Namun, seiring berjalannya waktu ternyata tidak membuat penguasa ini sadar, bahkan mereka justru mencari pembenaran demi pembenaran atas kebijakan yang sudah mereka lakukan. Hari ini, mereka (penguasa) kembali hadir dengan statemen bahwa mereka tidak akan membiarkan satupun dari rakyatnya yang mengalami kelaparan. Benarkah seperti itu?
“Bapak-Ibu, sebangsa setanah air, sekali lagi negara hadir. Tidak ada warga negara yang akan dibiarkan dalam kelaparan.” Begitulah pernyataan dari juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dedy Permadi dalam konferensi pers PPKM Darurat secara virtual, Minggu (11/7/2021).
Beliau menegaskan bahwa baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI-Polri relawan akan memastikan semua bantuan akan sampai kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Dimana salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan mendirikan dapur umum, melalui Kemenkes, menyediakan makanan siap saji untuk disalurkan dalam rangka mencukupi kebutuhan makanan bagi Nakes dan penjaga penyekatan PPKM di sekitar DKI dan wilayah penyangga.
Selain itu dapur umum didirikan di berbagai kota yang memberlakukan PPKM darurat seperti: Surabaya, Bandung, Surakarta, Denpasar, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sleman (Okezone, 12/7/2021). Selain penyediaan dapur umum, juga disalurkannya bansos ke berbagai elemen masyarakat yang membutuhkan. Kemensos menyiapkan tiga jenis bansos yaitu Program Keluarga harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT), Kartu Sembako, dan Bantuan Sosial Tunai (BST). Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp13,96 Triliun bagi 10 juta penerima manfaat PKH, Rp45,12 Triliun untuk 18,8 juta Penerima Kartu Sembako, dan Rp6,1Triliun bagi 10 juta Penerima Bantuan Sosial Tunai. Untuk konsep penyalurannya BST akan disalurkan melalui Kantor Pos, sementara BNPT dan PKH akan disalurkan melalui jaringan Himpunan Bank-Bank Negara (Merdeka.com, 11/7/2021).
Begitulah upaya yang dilakukan pemerintah untuk menangani kelaparan yang terjadi pada rakyatnya. Namun, yang menjadi pertanyaannya akankah upaya tersebut akan berhasil? Sudahkah penguasa memikirkan betul bagaimana pelaksanaan teknis dari upaya tersebut? Diadakan dapur umum, mungkin untuk rakyat yang dekat dengan dapur umum tersebut akan merasakan manfaatnya. Namun bagaimana dengan rakyat yang jauh dari jangkauan? Bagaimana dengan rakyat yang tidak memiliki transportasi untuk menjangkaunya? Dari sekian juta penduduk negeri ini akan lkah betul-betul merasakan manfaat dari dapur umum tersebut?
Seharusnya negara betul-betul mempertimbangkan teknis pelaksanaanya dengan matang. Agar upaya yang dilakukan tidak sia-sia dan dapat dirasakan oleh rakyat yang berdampak secara keseluruhan.
Kemudian terkait dengan dana bansos, melihat fakta yang ada ternyata realistis tidak seindah wacana. Beberapa waktu lalu dana bansos yang katanya akan disalurkan kepada rakyat yang sedang membutuhkan, justru dibagi-bagikan kepada pejabat yang sangat amat tamak. Begitu pun teknis pelaksanaannya yang karut-marut, memicu terjadinya kerumunan (melanggar Prokes), bahkan adanya keributan antar yang satu dengan yang lain. Bagaimana tidak, masyarakat dalam kondisi yang sama, sama-sama merasakan bagaimana dampak dari pandemi Covid-19 tapi ternyata ada diantara mereka yang tidak masuk daftar. Yang masuk daftar pun ternyata masih tidak mendapatkan jatah. Betulkah upaya yang dilakuan pemerintah ini sudah tepat? Yakin rakyat tidak akan kelaparan lagi? Rasanya sudah sangat sulit rakyat menaruh kepercayaan lagi terhadapan pemerintah saat ini.
Ditambah lagi beberapa waktu lalu ada banyak sekali kasus rakyat yang meninggal karena kelaparan, salah satunya kasus ibu Serang yang meninggal kelaparan lantaran suami yang hanya bekerja sebagai pemulung sudah tak sanggup lagi menafkahi akibat pendemi. Ada lagi kasus seorang ibu di Riau yang mencuri kelapa sawit untuk membeli beras lantaran ketiga putrinya sudah tidak mampu lagi menahan lapar. Dua kasus tersebut hanya sebagian kecil dari banyaknya kasus kelaparan yang tampak di negeri ini. Dimana peran negara selama ini?
Negara seolah-olah abai akan tanggung jawabnya dalam memenuhi seluruh hak rakyatnya. Demikian juga dengan kebijakan yang dikeluarkan, hanya manis di depan saja, agar terlihat seolah-olah negara benar-benar telah memenuhi tanggung jawabnya dalam meriayah rakyat.
Selama negeri ini masih menerapkan sistem buatan manusia (kapitalis- demokrasi) persoalan demi persoalan tidak akan tertangani dengan baik. Kelaparan tidak akan terjadi di negeri ini hanyalah ilusi dan harapan semu semata. Lalu adakah solusi yang pantas untuk negeri ini?
Di dalam Islam, negara merupakan penanggung jawab dalam mengurusi hajat rakyatnya yaitu sebagai raa’in (pelayan/pengurus) dan junnah (pelindung). Sebagaiamana sabda Rasulullah SAW : “Imam (khalifah) raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya” (HR Muslim dan Ahmad).
Tugas seorang pemimpin tidaklah mudah, pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban terhadap rakyat yang ia pimpin. Bayangkan, di negeri ini penduduknya jutaan, nanti ketika di Akhirat sebagian besar menuntut haknya, meminta pertanggung jawaban atas apa yang sudah dilakukan semasa ia memimpin. Lalu apa yang akan ia jawab, ketika ia tidak memenuhi hak rakyat nya dengan baik, dengan aturan Allah SWT. Naudzubillah min dzalik.
Sungguh, tidakkah kita merindukan pemimpin yang takut akan azab Allah SWT? Pemimpin yang benar dan amanah? Tidakkah kita menginginkan hidup diatur dengan sistem Islam? Yang dengannya, kemuliaan dan kesejateraan bagi seluruh alam akan kita dapatkan. Sudah saatnya kita umat Muslim hijrah dari sistem kufur buatan manusia. Saatnya kembali kepada syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah ala minhaji Nubuwah. Wallahu a'lam
Oleh: Rosyati Mansur
(Mahasiswi UNIB)
0 Komentar