Topswara.com -- Ustaz Asep “Wahiduddin” Darmawan [1972-2017], Pendiri HSG al-Mufasi
“Beliau suami sejati yang selalu menginginkan istri dan keluarganya mendapatkan pahala tertinggi meskipun harus melalui banyak kesusahan, seorang suami yang berusaha melaksanakan semua kewajibannya meskipun tampak tidak biasa.”
Ruang utama masjid tak mampu lagi menampung, sehingga ratusan jamaah yang hendak menyolatkan jenazah Ustaz Wahiduddin meluber ke serambi, Selasa siang, 28 Maret 2017 di Masjid Muhajirin Vila Pamulang, Pondok Petir, Bojongsari, Depok, Jawa Barat.
Almarhum berpulang pada Senin malam saat baru tiba di Rumah Sakit Fatmawati. “Beliau meninggal di pelukan saya saat mobil yang mengantarkan beliau parkir di depan IGD Fatmawati. Beliau mengalami sesak nafas yang hebat, karena paru-parunya terendam. Tapi Alhamdulillah, di akhir hayatnya selama di dalam mobil beliau selalu beristighfar dan mengucapkan kalimat tauhid,” ujar Ujang Furqon, salah satu adik almarhum, kepada Media Umat.
Usai shalat jenazah yang diimami Ustaz Rokhmat S. Labib, ambulans yang ditumpangi jenazah lelaki kelahiran Surabaya 14 September 1972 ini pun dikawal seratusan motor sembari mengibarkan rayah (panji Rasulullah SAW berwarna hitam bertuliskan dua kalimat syahadat) ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Petir.
Sesaat usai penguburan, KH Hafidz Abdurrahman pun memberikan kesaksiannya. “Beliau mengenal dakwah, dibina dan aktif menjadi aktivis dakwah Islam kaffah sejak kuliah di IKIP Malang, tahun 1991. Tahun itu, dakwah tersebut baru dirintis di IKIP Malang. Beliau dibina oleh saya bersama teman-teman seangkatannya,” ungkapnya memulai cerita.
Pada 1993, Kyai Hafidz jugalah yang mengajaknya untuk bergabung dengan kelompok yang memperjuangkan tegaknya Islam kaffah tersebut. Begitu bergabung, semangatnya semakin membara. “Meski kuliah di Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, tetapi keinginan dan totalitas dakwahnyalah yang membuatnya bermimpi ingin melanjutkan studi di Mesir,” ungkapnya.
Ketika itu, Menteri Agama dijabat oleh Tarmizi Taher, yang kebetulan sedang berada di Unisma, Malang. Tekad dan keberaniannya itulah yang membuatnya sanggup menerobos orang-orang yang tengah mengerumuni Tarmizi.
“Sambil menenteng map berisi Surat Rekomendasi, beliau pun meminta Pak Menteri membubuhkan tanda tangan. Senyum kebahagiaan tampak dari raut mukanya, yang membuat angan-angannya semakin tinggi melayang, pergi ke Mesir. Meski begitu, tidak serta merta beliau bisa langsung berangkat ke sana,” bebernya.
Dengan segala keterbatasannya, tetapi tetap dengan semangat membara, setelah lulus dari PTM IKIP Malang, ia pun hijrah ke Jakarta untuk mencari jalan, mewujudkan mimpinya. Dengan izin Allah, atas bantuan salah seorang
teman akhirnya bisa berangkat ke Mesir untuk menggapai cita-citanya.
“Bisa dibayangkan, ke Mesir nyaris tanpa bekal, baik dana maupun latar belakang pendidikan agama, kecuali halqah...” tutur Hafidz sembari tersedu. Begitu juga adik-adik almarhum, yang tampak berkali-kali terisak. Istri almarhum yang berdiri di barisan perempuan beberapa meter di belakang Hafidz terus menerus mengelap matanya dengan tisu.
Di negeri Kinanah inilah ia menemukan jodohnya, yang juga aktivis dakwah Islam kaffah, alumni IPB, Ustazah Mahmubah Aseri, yang lebih dulu menimba ilmu di sana. Setelah menetap beberapa tahun hingga kuliahnya selesai pada 2000 pindah ke Jakarta.
Komitmen, tekad dan keberaniannya sebagai pendobrak di forum-forum membuatnya diberi amanah sebagai Ketua Unit Reaksi Cepat (URC), yang tugasnya mendatangi forum-forum diskusi, kajian dan seminar di Jakarta dan sekitarnya.
“Tugasnya tidak hanya mendatangi, tim ini juga diberi tugas untuk menyebarkan buletin Al-Islam, nasyrah, Al-Waie baik kepada peserta, tokoh maupun pembicara yang hadir di acara-acara tersebut,” Hafidz.
Ketika itu, meski kelompok dakwah ini telah melakukan kampanye syariah, “Selamatkan Indonesia dengan Syariah” tahun 2002, tetapi di kalangan tokoh pergerakan, ormas, intelektual dan pejabat, baik sipil maupun militer, apa dan siapa sesungguhnya kelompok ini, belum begitu dikenal dengan baik. Maka almarhum pun ‘bergerilya’ mendatangi mereka.
Dengan tekad, keberanian dan intensitas kegiatan URC yang luar biasa di zamannya, akhirnya nama kelompok dakwah ini benar-benar dikenal di kalangan tokoh-tokoh itu.
Banyak pertemuan kelompok ini dengan tokoh-tokoh penting diinisiasi olehnya, setelah bertemu di seminar atau forum-forum diskusi. Terkadang mereka diundang ke kantor komunitas dakwah ini, terkadang delegasi mereka yang mendatangi para tokoh.
Tahun 2007, ia menjadi salah satu panitia inti Konferensi Khilafah Internasional (KKI) 2007. KKI yang tercatat dalam sejarah sebagai pendobrak atmosfir opini dan politik, bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.
Peristiwa bersejarah yang pertama, yang berhasil menghimpun 100 ribu orang di stadion terbesar di Asia Tenggara, GBK, yang saat itu dianggap mimpi, dan nyaris gagal, akhirnya dengan izin Allah terlaksana dengan sukses luar biasa. Semua itu tak lepas dari kerja keras orang-orang bertekad baja, dengan keberanian luar biasa. Namanya pun tercatat sebagai bagian dari peristiwa bersejarah itu.
Impiannya untuk mengantarkan generasi umat ini menjadi mujtahid pun diwujudkannya dengan mendirikan HSG al-Mufasi pada 2015. Sudah lebih dari 40 remaja calon mujtahid ia antarkan ke negeri Kinanah, agar bisa menimba ilmu di Al-Azhar, meski ia belum bisa menyaksikan hasilnya. Karena Allah lebih dahulu memanggilnya.[]
Oleh: Joko Prasetyo
Jurnalis
Sumber: Taat Syariat Hingga Akhir Hayat (10 Kisah Menggugah Pejuang Khilafah yang Istiqamah Hingga Berkalang Tanah)
0 Komentar