Topswara.com -- Diskon besar-besaran vonis hukuman diterima oleh Pinangki dari 10 tahun dipangkas menjadi 4 tahun. Pinangki merupakan eks jaksa yang telah terbukti melakukan kejahatan korupsi suap dan pencucian uang. Alasan hakim memberikan diskon hukuman lantaran Pinangki dinilai telah menyesali perbuataannya. Pinangki juga seorang ibu dari anaknya balita berusia empat tahun, yang layak diberi pengasuhan dan kasih sayang dalam masa pertumbuhan.
Pemangkasan hukuman bukan hanya terjadi pada kasus Pinangki, para hakim juga memberikan keringanan hukuman pada kasus korupsi Jiwasraya. Nama-nama hakim tersebut yaitu Haryono, Lafat Akbar, dan Reny Helida Ilham Malik telah memangkas hukuman Syahmirwan pada kasus pembobol Jiwasraya yang seharusnya penjara seumur hidup menjadi 18 tahun. Hukuman mantan Direktur keuangan Hary Prasetyo yang seharusnya seumur hidup dipangkas menjadi 20 tahun serta hukuman mantan Dirut Jiwasraya Hendrisman Rahim yang seharusnya seumur hidup juga dipangkas menjadi 20 tahun.
Putusan hakim tersebut telah mencederai kepercayaan publik atas keadilan di negeri ini. Dari data ICW, vonis terhadap para koruptor lebih ringan daripada kerugian negara dan rakyat yang ditanggung akibat kejahatannya.
Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan tidak terkejut dengan vonis hukuman yang diputuskan oleh hakim. Saat ini, sedang ada pergeseran paradigma terkait korupsi yang semula korupsi adalah tindakan kejahatan luar biasa namun saat ini menjadi kejahatan khusus biasa. Kondisi ini tidaklah adil karena akan menimbulkan potensi pelaku korupsi baru.
Inilah sistem demokrasi yang telah membuktikan dengan nyata bahwa tidak ada keadilan. Para koruptor diberi diskon besar-besaran sedangkan rakyat kecil yang mencuri demi mencukupi kebutuhan hidup diberikan sanksi besar dan tidak mendapat ampunan walau sudah mengakui kesalahan. Seperti inilah gambaran kehidupan dalam sistem buatan manusia, cacat, lemah, tidak dapat memberikan kehidupan yang layak dan aman bagi masyarakat.
Menjerit hati ini mewakili rakyat kecil karena selalu dipertontonkan kelakuan para koruptor yang mendapat hukuman tidak sebanding. Para koruptor tumbuh subur di negeri ini sedangkan kemiskinan tidak mampu diselesaikan.
Ketimpangan “keadilan” dalam sistem demokrasi terlihat jelas, berbeda dengan sistem yang berasal dari Pencipta, yaitu Islam. Sistem ini lahir dari keyakinan lurus bahwa tugas manusia hanya beribadah dan memakmurkan bumi. Peraturan Islam terperinci dan menjadi solusi atas segala permasalahan hidup, termasuk kasus korupsi.
Pemerintahan Islam akan memberlakukan pencegahan (preventif) maupun penindakan (kuratif). Pencegahan tindakan korupsi dilakukan dengan cara berikut
Pertama, memilih aparat negara yang berkualitas, berasaskan profesionalitas dan integritas, bukan dipilih atas datas koneksitas atau nepotisme. Aparat wajib memenuhi kriteria kapabilitas dan berkepribadian Islam. Nabi SAW pernah bersabda, “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah Hari Kiamat.” (HR Bukhari)
Kedua, adanya pembinaan seluruh aparat dan pegawai. Khalifah Umar bin Khattab pernah menulis surat kepada Abu Musa, "kekuatan dalam bekerja adalah jika kamu tidak menunda pekerjaan hari ini sampai besok. Kalau kamu menundanya, pekerjaanmu akan menumpuk..."
Ketiga, negara memberikan ujroh (upah) dan fasilitas yang layak. Sabda Nabi SAW: ”Siapa saja yang bekerja untuk kami, tapi tak punya rumah, hendaklah dia mengambil rumah. Kalau tak punya isteri, hendaklah dia menikah. Kalau tak punya pembantu atau kendaraan, hendaklah ia mengambil pembantu atau kendaraan.” (HR Ahmad).
Keempat, dilarang memberi maupun menerima suap. Nabi SAW bersabda: “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kekufuran.” (HR. Ahmad).
Kelima, menghitung kekayaan bagi aparat negara, sebagaimana yg dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab pernah menghitung kekayaan para pejabat di awal dan akhir jabatan.
Keenam, adanya keteladanan dari pemimpin yang layak dijadikan panutan.
Ketujuh, adanya pengawasan dari negara dan masyarakat yaitu muhasabah lil hukam.
Apabila masih ada pelanggaran maka hukum Islam tegas diberlakukan terhadap pelaku korupsi yaitu sanksi untuk koruptor masuk kategori ta’zir, yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuknya mulai dari yang paling ringan, seperti nasihat atau teguran, sampai yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Berat ringannya hukuman disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 78-89).
Benarlah jika Islam diterapkan dalam kehidupan maka tidak akan ada perbedaan sanksi dan diskon kepada pelaku kemaksiatan. Setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan hingga jera dan tidak mudah melakukan korupsi maupun tindakan kejahatan lainnya.
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Karina Putri
(Sahabat Topswara)
0 Komentar