Topswara.com -- Pertama, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَاِ ذْ قَا لَ رَبُّكَ لِلْمَلٰٓئِكَةِ اِنِّيْ جَا عِلٌ فِى الْاَ رْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَا لُوْۤا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَآءَ ۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَـكَ ۗ قَا لَ اِنِّيْۤ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. Mereka berkata, Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu? Dia berfirman, Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 30)
Kedua, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيْفَةً فِى الْاَ رْضِ فَا حْكُمْ بَيْنَ النَّا سِ بِا لْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ اِنَّ الَّذِيْنَ يَضِلُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَا بٌ شَدِيْدٌ بِۢمَا نَسُوْا يَوْمَ الْحِسَا بِ
"(Allah berfirman), Wahai Daud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan." (QS. Sad 38: Ayat 26)
Ketiga, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَـيَسْتَخْلِفَـنَّهُمْ فِى الْاَ رْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِى ارْتَضٰى لَهُمْ وَلَـيُبَدِّلَــنَّهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ اَمْنًا ۗ يَعْبُدُوْنَنِيْ لَا يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْـئًــا ۗ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰلِكَ فَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ
"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS. An-Nur 24: Ayat 55)
Khilafah termasuk ajaran pokok dalam Islam dan penopang eksistensi kaum Muslim. Berikut keterangan wajibnya Khilafah oleh Al-Imam Al-Mufassir Abu Abdillah Al-Qurthubi Al-Maliki (W. 671 H) dalam kitab beliau Al-Jâmi' li Ahkâm Al-Qur'ân (Tafsîr Al-Qurthubî).
Beliau berkata:
ﻫﺬﻩ اﻵﻳﺔ ﺃﺻﻞ ﻓﻲ ﻧﺼﺐ ﺇﻣﺎﻡ ﻭﺧﻠﻴﻔﺔ ﻳﺴﻤﻊ ﻟﻪ ﻭﻳﻄﺎﻉ، ﻟﺘﺠﺘﻤﻊ ﺑﻪ اﻟﻜﻠﻤﺔ، ﻭﺗﻨﻔﺬ ﺑﻪ ﺃﺣﻜﺎﻡ اﻟﺨﻠﻴﻔﺔ. ﻭﻻ ﺧﻼﻑ ﻓﻲ ﻭﺟﻮﺏ ﺫﻟﻚ ﺑﻴﻦ اﻷﻣﺔ ﻭﻻ ﺑﻴﻦ اﻷﺋﻤﺔ ﺇﻻ ﻣﺎ ﺭﻭﻱ ﻋﻦ اﻷﺻﻢ ﺣﻴﺚ ﻛﺎﻥ ﻋﻦ اﻟﺸﺮﻳﻌﺔ ﺃﺻﻢ، ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻛﻞ ﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﺑﻘﻮﻟﻪ ﻭاﺗﺒﻌﻪ ﻋﻠﻰ ﺭﺃﻳﻪ ﻭﻣﺬﻫﺒﻪ، ﻗﺎﻝ: ﺇﻧﻬﺎ ﻏﻴﺮ ﻭاﺟﺒﺔ ﻓﻲ اﻟﺪﻳﻦ ﺑﻞ ﻳﺴﻮﻍ ﺫﻟﻚ، ﻭﺃﻥ اﻷﻣﺔ ﻣﺘﻰ ﺃﻗﺎﻣﻮا ﺣﺠﻬﻢ ﻭﺟﻬﺎﺩﻫﻢ، ﻭﺗﻨﺎﺻﻔﻮا ﻓﻴﻤﺎ ﺑﻴﻨﻬﻢ، ﻭﺑﺬﻟﻮا اﻟﺤﻖ ﻣﻦ ﺃﻧﻔﺴﻬﻢ، ﻭﻗﺴﻤﻮا اﻟﻐﻨﺎﺋﻢ ﻭاﻟﻔﻲء ﻭاﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻋﻠﻰ ﺃﻫﻠﻬﺎ، ﻭﺃﻗﺎﻣﻮا اﻟﺤﺪﻭﺩ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻭﺟﺒﺖ ﻋﻠﻴﻪ، ﺃﺟﺰﺃﻫﻢ ﺫﻟﻚ، ﻭﻻ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺃﻥ ﻳﻨﺼﺒﻮا ﺇﻣﺎﻣﺎ ﻳﺘﻮﻟﻰ ﺫﻟﻚ.
ﻭﺩﻟﻴﻠﻨﺎ ﻗﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ:" ﺇﻧﻲ ﺟﺎﻋﻞ ﻓﻲ اﻷﺭﺽ ﺧﻠﻴﻔﺔ"
[ اﻟﺒﻘﺮﺓ: 30]
، ﻭﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ:" ﻳﺎ ﺩاﻭﺩ ﺇﻧﺎ ﺟﻌﻠﻨﺎﻙ ﺧﻠﻴﻔﺔ ﻓﻲ اﻷﺭﺽ"
[ ﺻ: 26]
، ﻭﻗﺎﻝ:" ﻭﻋﺪ اﻟﻠﻪ اﻟﺬﻳﻦ ﺁﻣﻨﻮا ﻣﻨﻜﻢ ﻭﻋﻤﻠﻮا اﻟﺼﺎﻟﺤﺎﺕ ﻟﻴﺴﺘﺨﻠﻔﻨﻬﻢ ﻓﻲ اﻷﺭﺽ"
[ اﻟﻨﻮﺭ: 55]
ﺃﻱ ﻳﺠﻌﻞ ﻣﻨﻬﻢ ﺧﻠﻔﺎء، ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ اﻵﻱ.
"Ayat ini (ayat 30 surat al-Baqarah) merupakan dasar disyariatkannya mengangkat seorang khalifah yang ditaati dan dipatuhi, guna menyatukan suara umat Islam, dan terlaksananya kebijakan-kebijakan khalifah. Tidak ada perbedaan pendapat di antara umat Islam dan tidak pula di antara para imam madzhab mereka, akan wajibnya hal tersebut kecuali apa yang diberitakan dari Al-Asham, di mana dia benar-benar tuli terhadap syariat. Termasuk siapa saja yang mengikuti pendapat serta madzhabnya. Ia mengatakan bahwa perkara itu tidak wajib dalam agama Islam, melainkan hukumnya boleh saja. Apabila umat sudah bisa menjalankan haji dan jihad mereka, saling berlaku adil di antara mereka, melakukan kebenaran dari diri mereka, membagikan harta rampasan perang, fai', dan zakat kepada yang berhak, dan menerapkan hudud atas siapa yang wajib menerimanya, maka itu sudah cukup bagi mereka, dan tidak wajib lagi mengangkat seorang khalifah untuk menangani itu semua. Dalil kami adalah ... (lalu beliau menyitir al-Baqarah 30 tersebut, Shad 26, an-Nur 55) dan ayat-ayat lainnya."
Al-Qurthubi, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar. 2006. Al-Jaami' li-Ahkaam al-Qur`aan. (Beirut: Mu`assasah al-Risalah) vol. 1 hlm. 395.
Di bagian berikutnya beliau menegaskan:
ﻓﻠﻮ ﻛﺎﻥ ﻓﺮﺽ اﻹﻣﺎﻣﺔ ﻏﻴﺮ ﻭاﺟﺐ ﻻ ﻓﻲ ﻗﺮﻳﺶ ﻭﻻ ﻓﻲ ﻏﻴﺮﻫﻢ ﻟﻤﺎ ﺳﺎﻏﺖ ﻫﺬﻩ اﻟﻤﻨﺎﻇﺮﺓ ﻭاﻟﻤﺤﺎﻭﺭﺓ ﻋﻠﻴﻬﺎ، ﻭﻟﻘﺎﻝ ﻗﺎﺋﻞ: ﺇﻧﻬﺎ ﻟﻴﺴﺖ ﺑﻮاﺟﺒﺔ ﻻ ﻓﻲ ﻗﺮﻳﺶ ﻭﻻ ﻓﻲ ﻏﻴﺮﻫﻢ، ﻓﻤﺎ ﻟﺘﻨﺎﺯﻋﻜﻢ ﻭﺟﻪ ﻭﻻ ﻓﺎﺋﺪﺓ ﻓﻲ ﺃﻣﺮ ﻟﻴﺲ ﺑﻮاﺟﺐ ﺛﻢ ﺇﻥ اﻟﺼﺪﻳﻖ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻟﻤﺎ ﺣﻀﺮﺗﻪ اﻟﻮﻓﺎﺓ ﻋﻬﺪ ﺇﻟﻰ ﻋﻤﺮ ﻓﻲ اﻹﻣﺎﻣﺔ، ﻭﻟﻢ ﻳﻘﻞ ﻟﻪ ﺃﺣﺪ ﻫﺬا ﺃﻣﺮ ﻏﻴﺮ ﻭاﺟﺐ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻭﻻ ﻋﻠﻴﻚ، ﻓﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻮﺑﻬﺎ ﻭﺃﻧﻬﺎ ﺭﻛﻦ ﻣﻦ ﺃﺭﻛﺎﻥ اﻟﺪﻳﻦ اﻟﺬﻱ ﺑﻪ ﻗﻮاﻡ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ، ﻭاﻟﺤﻤﺪ ﻟﻟﻪ ﺭﺏ اﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ.
"Jika memang keharusan adanya imamah/khilafah itu tidak wajib, baik khalifah-nya dari suku Quraisy maupun bukan, niscaya perdebatan dan pembicaraan tentangnya tidak perlu terjadi. Niscaya akan ada yang berkata: 'Sungguh khilafah tidak wajib, baik khalifah-nya dari Quraisy maupun bukan', maka tidak ada alasan dan tidak ada faidah memperdebatkan perkara yang tidak wajib'. Lalu kemudian khalifah Abu Bakar As-Shiddiq ketika menjelang wafatnya berpesan kepada Umar Bin Khattab untuk menjadi khalifah, dan tidak ada seorang pun yang saat itu berkata: 'Ini bukan perkara yang wajib bagimu dan bukan pula bagi yang lain'. Maka itu menunjukkan akan wajibnya khilafah, dan bahwasanya dia merupakan sebuah ajaran pokok antara ajaran-ajaran pokok dalam Islam yang menjadi penopang eksistensi kaum muslim. walhamdu li-llâhi Rabbil 'âlamin."
¹Al-Qurthubi, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar. 2006. Al-Jaami' li-Ahkaam al-Qur`aan. (Beirut: Mu`assasah al-Risalah) vol. 1 hlm. 396
Fawaid:
Pertama, menepis anggapan bahwa di dalam Al-Quran tidak ada dalil yang mewajibkan khilâfah. Buktinya seorang ulama yang otoritatif di bidang tafsir, Al-Imam Al-Qurthubi, menjelaskan bahwa Al-Baqarah ayat 30, adalah dalil wajibnya khilafah tersebut. Selain itu beliau juga menyebutkan Shad ayat 26 dan An-Nur ayat 55 juga merupakan dalilnya, dan "dan ayat-ayat lainnya" kata beliau menambahkan. Menunjukkan dalilnya tidak terbatas pada 3 ayat tersebut.
Kedua, Al-Imam Al-Qurthubi sampai-sampai mengatai al-Asham, seorang tokoh Mu'tazilah, dengan sebutan "tuli terhadap syari'at" lantaran tidak memandang wajib khilafah, melainkan mubah saja. Dari situ maka akan lebih tuli lagi bahkan mungkin juga buta terhadap syariat jika ada orang yang sampai menolak, mengharamkan, membenci, bahkan memusuhi usaha merealisasikannya.
Ketiga, Al-Asham sendiri memberi syarat bahwa tidak wajibnya khilafah itu apabila telah terlaksana semua syariat Islam dan terrealisasi apa-apa yang menjadi tanggungjawab khalifah meski tanpa keberadaannya. Itu artinya, dalam kondisi tidak diterapkannya syariat Islam mengangkat khalifah menurutnya masih terbilang wajib.
Keempat, selain ayat Al-Quran, Al-Imam Al-Qurthubi juga mengetengahkan dalil khilafah lainnya berupa ijmak sahabat. Artinya, dalil khilafah itu tidak hanya Al-Quran. Sehingga kalau pun menolak keberdalilan ayat Al-Quran di atas masih ada dalil lain berupa ijmak sahabat. Bahkan dijelaskan oleh ulama lainnya, dalil khilafah juga ada yang berupa hadis-hadis Nabi صلى الله عليه وسلم dan kaidah kulliyyah.
Kelima, besarnya kewajiban khilafah sampai-sampai banyak ulama menyebutnya sebagai ahammul wâjibât (kewajiban yang paling prioritas). Maka, tidak heran bila Al-Imam Al-Qurthubi sebagaimana juga Al-Imam Abdul Qahir Al-Baghdadi dan Al-Imam As-Suyuthi, dan ketiganya adalah ulama Sunni, menggolongkan khilafah ini sebagai ajaran pokok agama, tumpuan (qiwâm) bagi eksistensi kaum Muslim.
Ditulis kembali oleh: Achmad Mu’it
Disadur dari: postingan grup FB JEJAK KHILAFAH DI KITAB ULAMA oleh Azizi Fathoni, 31 Oktober 2020
0 Komentar