Topswara.com -- Wabah Covid-19 seakan tidak akan pernah selesai melanda dunia, terutama negara-negara yang masuk anggota PBB dalam pengawasan WHO. Sudah hampir dua tahun sejak kemunculannya di Wuhan Cina. Saat ini muncul varian baru yang bermacam-macam tingkatannya. Mulai dari gejala yang timbul, masa inkubasi yang selalu berubah, varian gejala yang timbul semakin bertambah jenisnya. Bahkan kebijakan isolasi pun mengalami mulai dari 16 hari di tempat yang dikhususkan hingga kini isoman di rumah saja.
Mengapa pandemi ini seolah berlarut-larut tanpa ada solusi? Salah satunya karena kebijakan pemerintah yang tidak konsisten menangani kasus ini, kebijakan buka tutup, tetapi tidak secara keseluruhan. Sistem kapitalis yang di terapkan di negeri ini tidak punya standar menentukan penanganan wabah secara tuntas.
Seperti dilansir, Jawa Pos (23/6)2021) disebutkan bahwa tracking belum penuhi standar WHO. Mereka hanya mengandalkan standar WHO yang mengacu pada politik global yang menjadi kendaraan sistem kapitalisme. Bukan standar penanganan kasus namun standar jumlah yang akan dicapai, sehingga tidak akan ada ujung penyelesaian, wajar jika sekarang kasus makin bertambah. Hampir seluruh rumah sakit terutama di pulau Jawa sudah banyak yang tidak mampu menampung pasien yang terinfeksi virus Covid-19.
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) mengungkapkan, saat ini kondisi rumah sakit di Indonesia sudah nyaris penuh. Nyaris penuhnya rumah sakit itu terutama terjadi di wilayah Jawa, kata Sekjenp Persi, Lia G Partakusuma, dalam jumpa pers virtual, Minggu (20/6/2021).
Sementara jubir satgas Covid-19 Wiku Adisasmanto menerangkan bahwa lima minggu terakhir perkembangan pertambahan kasus positif lebih tinggi dari kasus sembuh,Jawa Pos,Kamis (24/6/2021). Dengan demikian akan timbul lagi masalah baru,selain pasien yang mempunyai komorbit juga jadi dilema untuk melakukan kontrrol rutin, pasti mereka ketakutan untuk datang ke rumah sakit. Yang menjadi dilema bagi masyarakat adalah bagi pasien yang sudah memiliki komorbid, kemana mereka harus melakukan control rutin , jika RS sudah di-switch tidak menerima pasien noncovid. Rakyat semakin sulit untuk mendapatkan kondisi sehat.
Peningkatan kasus ini bisa kita lihat dari membludaknya pasien Covid-19 dibeberapa rumah sakit. Para ahli pun menyebutkan hal ini disebabkan karena kebijakan pemerintah melonggarkan sektor pariwisata, dan sektor ekonomi, sehingga membuka celah bagi varian baru virus Covid-19 masuk ke dalam negeri.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tirmizi, menyebut hingga hari ini sudah ditemukan 148 kasus infeksi varian Alpha, Beta, dan Delta di Indonesia. " (Untuk varian Delta) di 6 propinsi dan sebagian besar adalah transmisi lokal," kata Nadia saat dihubungi Kompas.com, Jumat (18/6/2021).
Sementara vaksin tidak bisa diandalkan menjadi satu-satunya solusi atas wabah ini. Karena setelah divaksin masih harus mematuhi protokol kesehatan. Mestinya setelah diadakan vaksin semakin banyak yang kebal terhadap virus ini, namun kenyataanya tidak demikian.
Masalah baru juga timbul lagi masyarakat enggan untuk di vaksin karena vaksin menurut masyarakat tidak menyelesaikan kasus pandemi ini. Buktinya sudah dilakukan vaksinasi namun kasus varian baru muncul di 27 provinsi. Kasus semakin bertambah dan rumah sakit kewalahan menampung pasien Covid-19, bahkan 26 gedung asrama haji dijadikan isolasi. (Jawapos, 24/6/2021).
Sampai kapanpun kondisi ini tidak akan berakhir jika pemerintah tidak mempunyai standart baku untuk penanganan pandemi. Hal imi disebabkan karena negeri ini menerapkan sistem kapitalis. Sistem yang menjadikan materi sebagu asasnya. Sehingga kebijakan apapun yang diambil harus mendatangkan manfaat.
Buruknya pelayanan kesehatan saat ini adalah representasi dari bobroknya penerapan sistem yang saat ini diadopsi. Sistem yang menuhankan materi ini, sejatinya tidak layak lagi dipertahankan. Sekalipun saat ini teknologi telah modern, nyatanya tidak ada sistem kesehatan yang mampu memberikan pelayanannya secara optimal, terlebih pada orang-orang golongan ekonomi bawah.
Berbeda dengan sistem Islam yang akan bisa dengan cepat menyelesaikan dengan tuntas atas kasus wabah seperti ini. Ketika terjadi wabah maka khalifah akan mengambil kebijakan untuk menutup (lockdown) wilayah yang terjangkit, sehingga wabah tidak akan menyebar.
Rasulullah pernah bersabda: "Wabah thaun adalah kotoran yang dikirimkan oleh Allah terhadap sebagian kalangan Bani Israil dan juga orang-orang sebelum kalian. Kalau kalian mendengar ada wabah thaun di suatu negeri, janganlah kalian memasuki negeri tersebut. Namun, bila wabah thaun itu menyebar di negeri kalian, janganlah kalian keluar dari negeri kalian menghindar dari penyakit itu." (HR Bukhari-Muslim).
Nabi pernah melarang umatnya untuk masuk ke daerah yang terjangkit wabah kolera dan melarang mereka keluar dari daerah terjadinya penyakit tersebut, beliau telah menggabungkan penjelasan optimal. Sebab, masuk ke daerah wabah sama saja dengan menyerahkan diri kepada penyakit, menyongsong penyakit di istananya sendiri, dan berarti juga menolong membinasakan diri sendiri. Islam sangat patuh pada aturan dan hukum, karena peraturan dan hukum islam menyelamatkan umat, bukan menyengsarakan.
Menurut Ibnu Qayyim, tindakan Nabi melarang umatnya masuk ke lokasi wabah adalah bentuk pencegahan yang memang dianjurkan oleh Allah, yakni mencegah diri kita untuk tidak masuk ke lokasi dan lingkungan yang membawa derita.
Begitulah Islam dengan sistem yang sempurna menyelesaikan pandemi yang melanda. Penanganan sangat cepat tidak berlarut-larut sehingga banyak memakan korban. Ketika Nabi melarang umatnya untuk masuk ke lokasi terjadinya wabah memiliki sejumlah hikmah. Pertama, menjauhkan diri dari berbagai hal yang membahayakan. Kedua, mencari keselamatan sehingga tidak ikut terpapar wabah yang sedang terjadi. Ketiga, agar tidak menghirup udara yang dicemari oleh bau busuk dan kotoran sehingga mereka sakit. Keempat, agar mereka tidak berdekatan dengan orang-orang sakit yang bisa menyebabkan mereka sakit sebagaimana yang diderita orang-orang tersebut. Kelima, menjaga jiwa dari perkiraan-perkiraan buruk dan penularan penyakit. Sebab, jiwa bisa terpengaruh dengan keduanya, sedangkan hal buruk akan menimpa orang yang memperkirakannya.
Khalifah juga memberikan pelayanan terbaik terhadap korban wabah. Khilafah menyediakan rumah sakit yang menjamin ketenangan terhadap seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan status sosial, ketersediaan obat-obatan dan makanan pasien rawat inap diberikan secara gratis. Bahkan setelah sembuh dan kembali pulang ke rumah masih dibekali kebutuhan pokok untuk memastikan pemulihan kesehatan berjalan baik.
Dalam sistem pemerintahan Islam penguasa adalah periayah (pengurus) yang senantiasa menjadikan prinsip hifdz-nafs (menjaga jiwa) sebagai orientasi kebijakan dalam kondisi apapun, terlebih saat pandemi.
Seperti yang terjadi di Kota Baghdad, pada masa Khilafah Islam, kota tersebut memiliki 60 rumah sakit dan memiliki lebih dari 1000 dokter dengan pasien rawat inap maupun rawat jalan. Contoh lain adalah rumah sakit umum seperti Bimaristan al-Mansuri yang didirikan di Kairo pada tahun 1283, mampu mengakomodasi 8000 pasien. Jumlah ini sangat besar pada masanya.
Semua sanggup dibiayai negara sebab sumber fiskal dalam Islam berbasis baitul maal. Untuk pembiayaan layanan kesehatan, negara dapat mengambil dana pos kepemilikan umum baitul maal yang sumbernya diperoleh dari pengelolaan kekayaan alam.
Aturan Islam sungguh sangat sempurna, karena sudah ada solusi disetiap permasalahan yang muncul dalam kehidupan. Allah sungguh Maha Kuasa atas makhluknya dan pasti dipelihara dengan aturan-Nya yang sempurna untuk menyelamatkan manusia tidak hanya di dunia namun menyelamatkan hingga akhirat.
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Marsitin Rusdi
(Praktisi Klinis )
0 Komentar