Topswara.com -- Ungkapan Arab mengatakan:
"Sesuatu yang tidak punya tidak bisa memberikan apa-apa" [Dinukil oleh syeikh Al -Albani dalam kitab "at- Tawassul, 'anwaa'uhu wa ahkaamuhu" (hal 74)].
Ketika kita bercita-cita memiliki anak-anak saleh pejuang Islam, maka 'modal' apa yang kita punya? Hidup ini memiliki kausalitas. Ada sebab akibat.
Tiada mungkin memiliki anak tanpa pasangan dalam pernikahan. Tidak mungkin pula anak-anak yang lahir dari seorang rahim seorang wanita akan tumbuh sehat bila tidak diberikan asupan gizi yang baik. Dan, tidak mungkin putra-putri Muslim menjadi generasi Rabbani bila datang dari ayah dan ibu yang tidak paham agama.
Kalimat hikmah di awal bab ini adalah peringatan yang mesti dipahami sebenar-benarnya.
"Sesuatu yang tidak punya tidak memberikan apa-apa".
Orang yang tidak memiliki apa-apa, maka tak bisa memberikan apa-apa. Seorang fakir miskin tak bisa memberikan sedekah, malah justru diberikan sedekah. Orang yang tak cukup untuk berhaji, maka tak bisa menunaikan perjalanan ke Baitullah.
Dan, orang tua yang tidak punya bekal agama maka akan kesulitan menanamkan pemahaman agama pada anak-anak mereka.
Karenanya, DNA perjuangan Islam tak muncul pada putra-putri kaum Muslimin jika mereka hidup dalam lingkungan keluarga sekuler, glamor, dan tidak ada ruh agama. Setiap harinya di rumah mereka televisi selalu menyala menyiarkan acara-acara hedonis, dan orang tua mereka justru yang mengawali memutar tayangan tersebut.
Tak ada bacaan Al-Qur'an di rumah mereka kecuali saat anak-anak mereka berangkat ke madrasah. Dan mereka tak kenal hidup dan agama wajib diperjuangkan karena tak pernah dikenalkan pada darah Hamzah bin Abdul Muthalib ra yang tumpah di Medan perang Uhud, dan tak mengenal kilatan pedang sang pedang Allah, Khalid bin al-Walid ra, karena memang tak dikenalkan pada dunia mereka.
Lalu dari manakah DNA perjuangan akan muncul?
Orang yang tak memiliki apa-apa tak bisa memberi apa-apa.
Kita seringkali mengharapkan sesuatu tumbuh menuju kebaikan tapi tak ada yang kita miliki dalam hidup untuk meraih kebaikan tersebut. Bagaimanakah seseorang dapat memanen kurma, sedangkan menanamnya pun tak pernah?
Agama ini mengajarkan kausalitas, selain juga meyakini adanya ketentuan (qadha) Illahi. Maka jangan lupakan qaidah sababiyah atau kausalitas dalam hidup dalam mendidik anak-anak kita.
Adalah mutlak bagi orang tua untuk bersegera menjadi diri mereka sebagai pelindung dan pembimbing anak dengan benteng keislaman. Dan siapa pun tak akan bisa memiliki benteng itu bila tidak membangunnya terlebih dahulu dengan keringat dan doa. Seperti pesan kalimat bijak:
" Siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapat"
Bersambung...
Ditulis kembali oleh: Munamah
Disadur dari buku: DNA Generasi Pejuang (bagian pengantar penulis), Bogor, Cetakan ke-1, Maret 2017.
0 Komentar