Topswara.com -- Akibat pandemi yang tidak kunjung usai, tentu menghambat laju pertumbuhan ekonomi negara. Tidak terkecuali dalam sektor pariwisata. Bali yang dikenal dengan majunya dalam sektor pariwisata, ternyata telah mengalami penurunan pendapatan sebesar 40,67 persen.
Hal ini diperjelas dengan pernyataan Menteri keuangan, Sri Mulyani bahwa jumlah wisatawan luar yang biasanya mencapai 6,3 kunjungan per tahunnya menurun drastis menjadi 1,1 juta kunjungan. Begitupun wisatawan domestik, yang biasanya pertahun mencapai 10,5 juta kunjungan menjadi 4,6 juta kunjungan wisatawan. Penurunan ini terjadi akibat dampak dari pandemi Covid-19. (Republika, 10/4/2021)
Mengatasi hal ini, pemerintah mengambil program Work From Bali (WFB) dengan mengirimkan 25 persen ASN di tujuh kementerian. Tujuannya untuk memulihkan pariwisata bali yang terpuruk akibat pandemi Covid-19.
Sekilas tidak ada yang salah dengan program WFB ini. Apalagi dilihat dari tujuan sendiri yang ingin memulihkan sektor pariwisata Bali. Namun, perlu diketahui bahwa program WFB diwacanakan akan mengambil dana APBN. Ironis sekali, mengambil dana APBN disaat kondisi ekonomi negara krisis.
Sepertinya pemerintah harus lebih mempertimbangkan kembali program ini. Karena dana APBN yang semakin defisit seharusnya lebih digunakan kepada kondisi yang darurat. Seperti memfokuskan penyelesaian Covid-19.
Karena bukan hanya sektor pariwisata saja terganggu dan bukan hanya wilayah Bali saja yang terkena dampak Covid-19. Tetapi sektor dan wilayah lain pun merasakan hal yang serupa.
Maka pemerintah seharusnya lebih fokus lagi kepada penuntasan kasus Covid-19 ini. Bukan malah membuat kebijakan yang banyak tetapi ekonomi tidak bisa dipulihkan, penangangan Covid-19 tidak bisa dituntaskan.
Jika dianalisis lebih dalam, akan terlihat keberpihakan program WFB tersebut. Jika untuk rakyat mengapa sibuk meggenjot pariwisata saja sedang sektor lain diabaikan. Karena yang memiliki parawisata, bukanlah mereka para rakyat tapi para pengusaha. Dari sini jelas sekali, pemerintah memihak kepada siapa.
Kalau memang untuk rakyat pemerintah harus totalitas dan tidak mempertimbangkan untung rugi. Seperti menjamin kehidupan rakyat ketika masa pandemi. Tetapi inilah wajah penguasa demokrasi kapitalis, mereka sibuk dengan kepentingan dirinya dan teman-temannya tanpa ingin tahu bagaimana rakyatnya. Rakyat seperti anak ayam yang kehilangan induknya.
Hal ini tentu berbeda dengan pemimpin Islam. Seorang pemimpin dalam Islam (khalifah) ialah wakil umat yang tugasnya mengurusi urusan umat. Tidak terkecuali ketika pada masa pandemi. Khalifah wajib memenuhi seluruh keperluan umatnya. Seperti yang dilakukan oleh khalifah Umar bin khattab.
Ketika wilayah Hijaz diliputi kekeringan dan paceklik. Semua orang mengalami masa yang sulit. Permukaan tanah menjadi gersang, hewan ternak banyak yang mati. Manusia pun menderita kelaparan. Binatang buas pun tampak berkeliaran di sekitar pemukiman karena tidak mendapatkan makanan di alam bebas.
Kondisi tersebut membuat Umar sedih dan hatinya kepedihan yang mendalam. Setiap malam, Ia selalu memohon kepada Allah agar musibah dan bala ini segera berakhir.
Kemudian Umar mengirim surat ke beberapa gubernur di berbagai wilayah kekhilafahan Islam. Dia meminta mereka mengirimkan bantuan makanan dan pakaian untuk menutupi kebutuhan masyarakat Hijaz. Di antara yang dikirimi surat adalah Amr bin Ash di Mesir, Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam, Sa'ad bin Abi Waqqash di Irak.
Surat Umar bin Khattab yang ditujukan pada Amr bin Ash berbunyi, "bismillahirrahmanirrahim, dari hamba Allah, Umar kepada Amr bin Ash. Ba'da salam apakah engkau membiarkan saya dan penduduk Hijaz binasa, sementara penduduk Anda di sana hidup senang. Kirimkanlah bantuan!
Amr pun segera mengirim bantuan makanan dan pakaian. Semua jalur, baik darat dan laut digunakan untuk mengirim logistik. Lewat laut, dia mengirim 20 kapal yang memuat gandum dan lemak. Sementara jalur darat, disiapkan 1.000 unta yang mengangkut gandum dan ribuan helai pakaian.
Inilah gambaran bagaimana kepemimpinan seorang khalifah dalam sistem Islam. Seorang khalifah akan memenuhi segala urusan umatnya dalam kondisi apapun tanpa mempertimbangkan unsur untung rugi. Khalifah juga akan berusaha semampunya dalam menyelesaikan masalah seperti masalah wabah yang pernah terjadi pada masa Rasullulah dan khalifah umar bin khattab.
Rasulullah SAW pernah bersabda :
إذا سمعتم به بأرض فلا تقدموا عليه وإذا وقع بأرض وأنتم بها فلا تخرجوا فرارا منه.
Artinya : “Jika kalian mendengar penyakit Tha’un di sebuah wilayah, maka janganlah datang ke daerah tersebut. Jika kalian ada di dalam wilayah tersebut, maka kalian janganlah lari keluar”.
Inilah cara yang diambil oleh Islam ketika wabah yakni dengan memberlakukan lockdown secara total tanpa ada campur baur dengan yang tidak terkena, serta menjamin pemenuhan kebutuhan umat yang berada pada wilayah wabah sehingga masalah wabah cepat terselesaikan dan tidak menggangu kehidupan umat lainnya dan negara tetap dalam keadaan stabil.
Wallahu a'lam bishawab.
oleh: Gita Agustiana
( Penulis Ideologis )
0 Komentar