Topswara.com -- “Mengurus Negara tanpa adanya dana atau anggaran merupakan sesuatu hal yang mustahil dilakukan.” Itulah kira-kira ucapan yang sering kita dengar. Pemerintah Indonesia sendiri biasanya membangun infrastrukur menggunakan anggaran yang berasal dari APBN/APBD. Namun karen adanya kerbatasan dana APBN sehingga pemerintah melakukan tindakan pendanaan melalui pinjaman luar negeri, penerbitan surat utang atau dilakukan pendanaan yang diserahkan kepada investor swasta sepenuhnya.
Utang pemerintah digunakan untuk membiayai secara umum (general financing) dan untuk membiayai kegiatan atau proyek tertentu. Baik untuk infrasturkur maupun bidang non infastruktur. (djppr kemenkeu.go.id).
Disisi lain, negara Indonesia termasuk negara yang memiliki utang yang begitu besar. Laporan Bank Dunia menguak jika Indonesia termasuk ke dalam 10 negara berpendapatan kecil-menengah dengan jumlah utang luar negeri terbesar pada 2019. Tepatnya, Indonesia berada pada posisi ke-6 (daftar tanpa memasukkan Cina) dengan total utang USD 402,08 miliar atau sekitarRp 5.907 triliun (kurs Rp 14.693 per USD) di 2019. Terdiri dari utang jangka panjang USD 354,5 miliar dan jangka pendek USD 44,799 miliar.
Adapun utang Indonesia kembali naik di 2020. Bank Indonesia (BI) melaporkan jika hingga Agustus 2020, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia meningkat menjadi USD 413,4 miliar, atau sekitarRp 6.074 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) sebesar USD 203,0 miliar, dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar USD 210,4 miliar.
"Pertumbuhan ULN Indonesia pada Agustus 2020 tercatat 5,7 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 4,2 persen (yoy), disebabkan oleh transaksi penarikan neto ULN, baik ULN Pemerintah maupun swasta," ujar Kepala Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko. (Liputan6.com, 21/10/2020)
Belum lagi di tengah pandemi Covid-19 perekonomian Indonesia semakin suram, pasalnya perekonomian Indonesia sendiri mengalami resesi sejak tahun 2020 lalu. Sehingga untuk mengatasi pandemi pemerintah melakukan penambahan anggaran negara dengan cara berutang. Namun untuk membayar utang tersebut tentu negara perlu cara agar mampu melunasi seluruh utang pemerintah tersebut. Menurut Peneliti Institusi for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Lusyanto mengatakan pajak merupakan satu-satunya harapan pembebasan utang, lantaran menjadi meyoritas pendapatan negara ada pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
”Makanya beberapa pihak luar negeri itu memikirkan cara menarik pajak. Kalau pajaknya hanya naik sedikit dan utang naik double digit, justru itu indikasi utama apakah Indonesia ini bisa bayar kembali utangnya atau tidak,” jelasnya kepada CNN Indonesia.com, (6/4/18).
Belum lagi baru-baru ini pemerintah berencana mengenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk kebutuhan pokok atau sembako. Rupanya pajak sudah menjadi andalan pemerintah sebagai pemasukan negara. Utang yang semakin membengkak membuat pemerintah mencari berbagai cara agar bisa membayarnya. Sungguh sangat ironis kondisi rakyat saat ini, selalu diperas demi nafsu para pemerintah. Utang yang mereka lakukan berimbas pula pada kenaikan pajak. Padahal kondisi saat ini sedang masa pandemi sehingga perekonomian sangat sulit. Pun berimbas pula pada kebutuhan yang sulit terpenuhi, ditambah dengan adanya rencana untuk menarik pajak pada kebutuhan pokok atau sembako.
Perekonomian negara yang mengalami resesi, utang yang semakin membengkak, korupsi yang terus terjadi, hingga pada akhirnya berimbas pada rakyat yang semakin menjerit karena diperas dengan berbagai macam cara. Padahal Indonesia merupakan negara yang kaya raya dengan Sumber Daya Alam (SDM) yang bergitu melimpah ruah.
Maka perlu dipertanyakan dengan adanya SDA yang begitu melimpah ruah ini, mengapa Indonesia masih juga memiliki begitu banyak utang, belum lagi bunga yang harus dibayar?
Mungkinkah SDA yang melimpah tidak mamampu mebiayai berbagai anggaran dan kebutuhan lainnya sehingga negara harus berutang? Atau ada yang salah dengan pemerintah sehingga salah tata kelola SDA?
Rupanya adanya kesalahan dalam mengelola SDA oleh pemerintah, membuat negara sulit memenuhi anggaran. SDA yang melimpah tidak dimanfaatkan negara dengan baik untuk keperluan rakyatnya. Namun justru diserahkan kepada para investor asing, sehingga yang tersisa hanya kesengsaraan yang dirasakan rakyat, tercekik dengan pajak yang dipungut guna sebagai pemasukan negara.
Padahal jika SDA dikelola dengan baik maka APBN tidak perlu lagi bertumpu pada utang. Pengelolaan SDA dengan baik dan benar serta disalurkan untuk kebutuhan rakyat, maka bisa jadi tidak mungkin akan terjadi berbagai potret buruk seperti di atas. Pengelolaan SDA dengan baik tidak akan kita temui dalam sistem kapitalisme. Di mana justru tata kelola ekonomi kapitaslisme itu sendiri yang melegalkan para investor asing untuk memiliki SDA tanpa batas.
Itulah potret negara yang menerapkan sistem kapitalisme, pemasukan negara berasal dari pemungutan pajak. Pun guna membayar utang pemerintah membuat berbagai macam kebijakan untuk memeras rakyat. SDA yang melimpah justru diberikan kepada para investor, hingga yang didapatkan hanya kerusakan lingkungan semata. Fenomena tersebut tentu tidak akan kita temui dalam sistem Islam, karena keadaanya sangat berbeda dan berbanding terbalik.
Dalam sistem Islam yang di bawah naungan khilafah yang mana semua potensi kekayaan alam yang menjadi sumber pendapatan negara yang ditunjukan untuk kepentingan rakyatnya sehingga negara dapat dibangun tanpa membebani rakyat dengan utang dan pajak. Bahkan negara mampu menjamin kebutuhan rakyat dengan baik dari kebutuhan vital, pendidikan, kesehatan serta keamanan secara gratis. Pengelolaan kepemilikan Sumber Daya Alam (SDA) dan industri dengan syariat Islam akan membuat para investor tidak memiliki celah sama sekali untuk mengeruk SDA yang ada.
Sumber Daya Alam yang dikelola dengan sistem ekonomi Islam tentu akan menghasilkan kesejahteraan yang dirasakan rakyatnya. Sistem ekonomi dalam Islam sendiri dibagi menjadi tiga asas kepemilikan yaitu :
1) kepemilikan individu, 2) kepemilikan negara, 3) kepemilikan umum/bersama.
Untuk kepemilikan umum seperti sungai, laut, danau, minyak bumi, batu bara, gas, tambang, hutan, padang rumput dikelola oleh negara untuk menjadi pemasukan negara dan hasilnya dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas-fasilitas umum atau infrastruktur, sehingga negara tidak melakukan utang piutang serta menarik pajak kepada rakyat.
Begitupun kepemilikan negara berupa harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim. Contoh kepemilikan negara adalah zakat, jizyah, kharaj, ghanimah dll.
Pengelolaan dan pemanfaatan kepemilikan
Dalam hal ini Islam memperbolehkaan mengembangkan kekayaan melalui jual beli, sewa-menyewa, syirkah, pertanian, mendirikan industri, serta yang lainnya yang sesuai dengan syariat Islam. Islam juga mengharamkan transaksi dan pengembangan harta dengan cara penipuan, judi, riba serta yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Untruk itu negara Islam tidak akan melakukan teransaksi yang di dalamnya ada transaksi ribawi yang dilakukan, sepertu utang Indonesia saat ini.
Demikian juga dengan kepemilikan umum yang berasal dari SDA diharamkan untuk diberikan atau dikelola oleh pihak asing, apa lagi diperjual belikan. Jadi dalam khilafah kepemilikan sangat diatur sehingga tidak ada sedikitpun celah para investor asing untuk masuk dan mengeruk SDA.
Islam mengatur pendistribusian kekayaan, melalui kewajiban membayar zakat, pembagian kepada delapan asnaf yang berhak menerimanya, adanya pembagian warisan, dll. Dalam Islam diharamkan adanya penimbunan barang, penimbunan uang, emas, serta mengharamkan sifat bakhil dan kikir.
Itulah sistem ekonomi Islam, merupakan hukum syariat Islam yang berasal dari dzat yang menciptakan manusia Allah SWT. Dia yang mengetahi apa yang terbaik untuk mahluk ciptaannya. Sebagaimana firman Allah SWT : “Ingatlah Allah yang menciptakan itu mengetahui dan Dia Maha halus lagi Maha tahu?” (TQS Al-Mulk[67]: 14)
Sistem Islam merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi karut-marutnya pemerintah saat ini dalam mengelola negara. Baik dari meroketnya utang negara, perekonomian yang mengalami resesi, pengerukan SDA, salahnya tata kelola SDA, serta apa yang terjadi berimbas pada pemalakan rakyat dengan dalih pajak. Oleh karena itu harus adanya kesadaran dari masyarakat dan pemerintah untuk mengganti sistem kapitalisme saat ini dengan sistem Islam di bawah naungan khilafah.
Karena sistem Islam telah terbukti mampu memberikan dan menyediakan kehidupan yang sejahtera, aman dan tentram. Dalam khilafah kebutuhan hidup terjamin, pelayanan seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan diberikan secara gratis. Sehingga kesejahteraan benar-benar akan didapatkan dan dirasakan.
Wallahu a'lam bishawwab.
Oleh: Ratna Sari
(Mahasiswi Bengkulu)
0 Komentar