Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

PNS "Gaib" Uang Rakyat Ikut Raib?


Topswara.com -- Sebuah laman berita online bertajuk, Geger PNS "Hantu": Gaji Disetor, Orangnya Gaib, Negara Tekor. Memberitakan bahwa sebanyak 97.000  data Pegawai Negeri Sipil (PNS) masih belum diperbarui. Akibatnya penyaluran gaji yang diberikan oleh pemerintah tidak diterima oleh orang yang bersangkutan. (cnbcindonesia, 30/05/2021)

Adanya temuan data PNS "Gaib" tersebut telah menunjukkan kepada publik betapa karut-marutnya administrasi birokrasi di dalam negeri. Seharusnya masalah teknis atau administratif adalah sesuatu yang mudah terselesaikan. Terlebih di era digital saat ini. Tapi masalah ini justru diabaikan, bahkan terkesan dibiarkan.

Sungguh miris, menurut Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana ternyata sejak Indonesia merdeka, pemerintah baru dua kali melakukan pemutakhiran data PNS yaitu tahun 2002 dan 2014. (Kompas.com, 27/05/2021)

Padahal ini menyangkut keuangan negara. Apabila mengambil perkiraan kerugian negara dengan basis gaji PNS terendah, maka potensinya mencapai Rp151,39 miliar per bulan. Perhitungannya berasal dari gaji PNS golongan 1/a dengan masa kerja di bawah satu tahun Rp1.560.800 dikali dengan 97 ribu PNS fiktif. Apabila memang angka PNS fiktif masih bertahan hingga saat ini, maka potensi kerugian negara bisa mencapai Rp 13,62 triliun. Perhitungan tersebut berasal dari potensi kerugian negara sebulan sebesar Rp 151, 39 miliar dikali 90 bulan. (cnbcindonesia, 28/05/2021)

Padahal BKN tidak merincikan dari golongan mana saja PNS "gaib" itu berasal. Ini hanya asumsi kerugian negara berdasarkan gaji PNS terendah. Bukankah ini termasuk perampokan uang negara yang notabene adalah uang rakyat ?

Wajar bila publik mempertanyakan, mungkinkah ini ada unsur kesengajaan atau unsur politik didalamnya ? Kehawatiran ini juga disampaikan oleh anggota komisi II DPR dari fraksi PAN Guspardi Gaus. Ia mengaku kaget dan prihatin mendengar kabar terkait 97.000 PNS fiktif. Ia menduga terjadi kolusi yang menerima gaji dan pensiun. Menurutnya tak menutup kemungkinan terjadi persekongkolan sejumlah pihak dalam kasus puluhan ribu PNS fiktif ini. 

Mengenai pemutakhiran data, kalaupun dalam waktu dekat ini akan dilakukan pemutakhiran dengan metode yang lebih canggih, tetap butuh pemastian. Misalnya, semua PNS mengetahui cara atau teknis pengisian data. Jika dilakukan secara online pastikan tersedia jaringan internet dan lain-lain terutama daerah terpencil. Hal ini saja butuh koordinasi harmonis antara pihak-pihak terkait. Baik instansi hingga jajaran pemerintah daerah untuk memastikan keakuratan pemutakhiran data. Dimana aktivitas ini sebagai salah satu bentuk ri'ayah yang sudah seharusnya dilakukan oleh para pemangku kebijakan. 

Namun sayangnya hal tersebut belum terwujud. Masih ada permasalahan terkait kurangnya kesadaran masyarakat dalam masalah yang berkaitan dengan administrasi. Sebagian masyarakat masih menganggap merepotkan, berbelit dan sekedar formalitas belaka. Sehingga mudah meremehkan bahkan mengabaikan. Sebagai contoh kasus pendataan sensus penduduk.  

Seperti yang diungkapkan oleh Deputi Bidang Ststistik Sosial BPS, M Sairi Abdullah, di Jakarta, Rabu (14/2). Mengatakan, "Sensus penduduk 2020 berhadapan dengan isu privasi yang makin dominan, kepercayaan masyarakat, dan waktu luang yang sulit ditemui. Masyarakat semakin individualis, tidak seperti di tahun 1990-an, mereka menyambut antusias kalau ada petugas BPS yang datang untuk sensus,". 

Problem ini sebetulnya adalah PR pemerintah untuk melakukan edukasi kepada masyarakat. Hal ini berkaitan erat dengan tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Sebenarnya kepercayaan masyarakat akan terbentuk secara otomatis ketika pemerintah dengan sungguh-sungguh melakukan ri'ayah atau pengurusan terhadap urusan rakyatnya.

Sebenarnya memudarnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah bukan tanpa sebab. Ini semua tidak lepas dari sistem politik yang diberlakukan negeri ini, yang praktiknya sangat jauh dari konsep ri'ayah. Kondisi seperti ini berpeluang besar terjadi pada sistem demokrasi. Dengan agenda politik lima tahun sekali.

Berganti-berganti rezim, beda pemimpin beda kebijakan. Terkesan sistem hari ini tersibuk kan dengan urusan politik praktis. Dimana wakil rakyat disibukkan dengan parpol, fokus mensukseskan pesta demokrasi lima tahunan, lupa dengan urusan rakyat. Walhasil urusan rakyat terbengkalai. Termasuk masalah administrasi kepegawaian. 

Sejatinya semua problem yang ada di negeri ini tidak lepas dari sistem hidup yang diterapkan. Sehingga menjadi masalah yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Seperti benang ruwet yang tak bisa terurai. Masalah nya tak hanya teknis administrasi birokrasi namun berpangkal hingga masalah sistemis. Yaitu diterapkannya sistem demokrasi kapitalis yang sekuler. 

Lain halnya dengan sistem Islam. Ri'ayah atau pengurusan terhadap urusan rakyat, yang sejati dalam Islam termasuk mengatur urusan administrasi birokrasi. Birokrasi Islam mempunyai profil yang agung, yakni mekanisme yang sederhana, cepat dalam pelayanan dan penyelesaian.

Birokrasi dalam sistem Islam menganut azas desentralisasi. Diserahkan kepada masing-masing desa, kota, kecamatan, kabupaten dan provinsi. Pada masing-masing level tersebut mempunyai wewenang untuk melayani masyarakat tanpa harus menunggu keputusan pusat. Khalifah (pemimpin dalam Islam), mu'awin (pembantu khalifah), wali (gubernur) dan sebagainya wajib melakukan monitoring terhadap kegiatan yang berjalan di seluruh negara.

Mengenai penyelenggara birokrasi, diantara syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi penyelenggara birokrasi antara lain; bertakwa kepada Allah SWT, ikhlas, amanah, mampu dan profesional. Keimanan merupakan modal pertama individu untuk menciptakan birokrasi yang bersih. Adanya keyakinan segala aktivitas akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT kelak merupakan konsekuensi pejabat negara untuk melaksanakan tugasnya. Pejabat yang benar-benar beriman tidak akan mudah melakukan korupsi, menerima suap, mencuri dan berkhianat terhadap rakyat. 

Wallahu a'lam bish-shawab.


Oleh: Ummul Asminingrum, S.Pd
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar