Topswara.com -- Globalisasi telah menciptakan kemudahan dan kelajuan informasi. Era teknologi pun telah hadir, kecanggihan mendapatkan informasi ada dalam genggaman. Kemudahan mengakses apa saja disuguhkan di depan mata. Inilah era 4.0, kecanggihan mesin cerdas mampu menjangkau di segala penjuru, dari area darat, laut, udara bahkan luar angkasa. Sayangnya, ketika kecanggihan teknologi ini, dimanfaatkan pada hal negatif maka kerugian tidak hanya menerpa diri tapi juga orang lain.
Kemajuan teknologi yang tidak diimbangi dengan kemampuan memfilter informasi akan berdampak pada kejahatan dunia maya. Bahkan, seringnya kekerasan dan kerusakan psikis dipertontonkan di dunia maya. Tidak jarang masyarakat dalam hal ini anak-anak sebagai korbannya, sehingga terganggunya psikis pada anak sebab kejahatan dunia maya, seperti cyber bullying.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menyatakan, bahwa pada faktanya terdapat 653 kasus terjadi di media sosial berbasis siber tergolong luar biasa bahkan viral, korbannya anak. Sehingga Susanto mengajak semua pihak bekerja sama mencegah kekerasan terhadap anak. Sebab, hingga kini kasus kekerasan pada anak melalui dunia maya saja masih terjadi (Medcom.id, 19/2/2020).
Kapitalisme Gagal Tuntaskan Kekerasan Psikis
Angka yang tidak sedikit, kekerasan terjadi di era 4.0 berdampak terganggunya psikis seseorang. Aturan saat ini yang dibuat atas dasar kecerdasan manusia, belum mampu juga mengatasi kekerasan psikis. Terlebih, di musim pandemi penggunaan gawai sangat sulit dihindari.
Susanto menilai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11 tahun 2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik belum maksimal. KPAI, mengusulkan regulasi tersebut direvisi.
"Untuk mengatur penggunaan gawai di lingkungan pendidikan dan memberi perlindungan informasi yang layak bagi anak," pungkasnya. (Medcom.id, 19/2/2020).
Islam Solusi Tepat Atasi Kejahatan Dunia Maya
Konflik kekerasan yang terjadi membuat risau masyarakat. Timbulnya degradasi moral dan kejahatan dunia maya yang menyebabkan gangguan psikis bagi korban sebab penyalahgunaan teknologi di era 4.0, sungguh sangat memilukan. Maka saatnyalah masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih tontonan, bijak dalam memanfaatkan teknologi, serta mampu memfilter informasi.
Maka, Islam memiliki solusi aktif dalam menyelesaikan problematika kejahatan.
Pertama, dimulai dengan pendidikan individu masyarakat. Ini dilakukan guna memberikan edukasi dan kesadaran berdasarkan keimanan, apa yang boleh ditonton dan dilakukan. Sehingga, kesadaran ini mencegah dari aksi kejahatan.
Kedua, edukasi masyarakat. Negara memfasilitasi untuk pendidikan tontonan yang dapat masyarakat pahami apa yang boleh. Hal ini dilakukan, agar masyarakat menjadi tameng individu dan masyarakat lainnya dalam mengawal menikmati tontonan berfaedah dan tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Ketiga, negara memiliki peran paling penting guna memastikan tontonan yang boleh ditayangkan dan tidak. Melalui aturan Islam, negara memberi jaminan tontonan halaI yang Islami, sehingga yang didapatkan generasi tidak memicu tindakan kekerasan psikis. Contohnya tayangan yang menjaga akidah, meningkatkan keimanan, keilmuan yang akhirnya sadar akan manfaat ilmu guna didakwahkan.
Selain itu, pemerintah untuk lebih cermat, arif dan selektif dalam memberikan izin kepada media, agar apa yang dipertontonkan mengandung nilai edukatif dan meningkatkan keimanan. Bukan, tontonan sampah yang justru mengajarkan kemaksiatan. Dengan kerjasama, maka cyber crime dapat dihindari. Tentunya dengan pembinaan tidak hanya untuk individu, keluarga, masyarakat, negara, namun juga pada pihak media. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Islam.
Wallahu a'lam bishawab
Oleh Nur Rahmawati, S.H.
(Penulis dan Pemerhati Generasi)
0 Komentar