Topswara.com -- Tahun ini menjadi tahun yang sangat di nanti bagi jamaah haji yang akan berangkat ke tanah suci, Mekah. Namun sayang, penantian yang panjang akhir kandas, ketika pemerintah membatalkan keberangkatan haji. Pemerintah melalui Kemenag RI resmi membatalkan pemberangkatan jemaah haji 2021.
“Menetapkan pembatalan keberangkatan jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 Hijriah atau 2021 Masehi bagi warga negara Indonesia yang menggunakan kuota haji Indonesia dan kuota haji lainnya,” kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam konferensi pers. (Kompas.TV, 3/6/2021).
Kebijakan yang membuat jamaah haji kecewa, sudah menunggu lama, untuk biayapun mereka menabung dengan susah payah demi bisa berangkat ke tanah suci. Berbagai alasan diungkapkan pemerintah, salah satunya karena pandemi Corona. Tetapi, jika kita lihat negara yang lebih parah seperti India masih bisa memberangkatkan warganya untuk berhaji.
Jadi sebetulnya apa alasan pemerintah, terburu-buru mengambil kebijakan pembatalan ibadah haji ini? Padahal Arab Saudi sendiri belum memberikan kebijakan pembatalan untuk Indonesia. Ini menjadi tanda tanya besar bagi semua pihak. Berbagai pihakpun ikut berdalih demi mendukung kebijakan pemerintah ini.
Dalam Islam, haji merupakan rukun Islam yang ke lima, yang wajib ditunaikan oleh umat Islam. Untuk itu, semua umat Islam mengerahkan kemampuan untuk bisa menunaikannya. Negara yang menerapkan sistem Islam akan menjadi pengelola dan fasilitator, supaya jamaah bisa menunaikan rukun Islam ini dengan mudah dan nyaman.
Negara akan memberikan fasilitas yang memadai untuk jamaah. Misalnya memberikan pelayanan transportasi yang bagus, tempat tinggal yang bagus dan layak selama tinggal di Mekah, serta memberikan fasilitas yang mempermudah jamaah dalam melaksanakan ibadah haji. Bukan justru mempersulit dengan berbagai macam administrasi demi meraih keuntungan materi.
Sistem yang diadopsi negeri ini memang menitik beratkan segala sesuatu demi kemaslahatan (keuntungan). Maka tidak heran jika keuntungan materi selalu diutamakan, sedangkan pelayanan untuk jamaah terabaikan. Hal ini tentu berbeda dengan sistem Islam.
Pada masa kejayaan Islam Sultan Abdul Hamid II, khalifah saat itu membangun sarana transportasi massal dari Istanbul, Damaskus, hingga Madinah untuk mengangkut jemaah haji. Jauh sebelum Khilafah Utsmaniyah, Khalifah Abbasiyyah, Harun ar-Rasyid, membangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz (Mekkah-Madinah). Masing-masing titik dibangun pos layanan umum, yang menyediakan logistik. Termasuk dana zakat bagi yang kehabisan bekal. Sungguh contoh pelayanan yang luar biasa dari pemerintah kepada rakyatnya.
Dengan demikian, umat Islam tidak bisa berharap lagi kepada sistem kapitalisme yang rusak ini. Sudah saatnya kembali kepada sistem Islam kafah yang berasal dari zat yang maha sempurna dan maha pengatur.
Sebagaimana firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya, “Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,” (QS: Al-Baqarah [2] : 208).
Sistem Islam kafah ini hanya bisa tegak dengan khilafah, sebuah institusi yang sudah di contohkan Nabi SAW dan khulafaur rasyidin. Inilah, yang akan menerapkannya sekaligus sebagai junnah (pelindung umat). Untuk itu, umat Islam wajib memperjuangkannya hingga terwujud. Tentu memperjuangkannya tidak sendiri, akan tetapi dengan sebuah kelompok ideologis secara bersama-sama.
Mari wahai umat Islam, mari satukan langkah dan barisan untuk menyongsong kemenangan dengan tegaknya syariah dan khilafah. Semoga Allah SWT segera memberikan pertolongannya.
Wallahu a'lam bishshawab
Oleh: Imas Sunengsih, S.E
(Aktivis Muslimah Ideologis)
0 Komentar