Topswara.com -- Sebanyak 170 lebih warga negara Cina kembali datang ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Banten pada Sabtu 15 Mei 2021. Mereka diduga datang menggunakan pesawat carter Cina Southern CZ387.
Beberapa di antara warga negara asing tersebut nampak menggunakan baju hazmat.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI ) Said Iqbal mempertanyakan sikap pemerintah terhadap masuknya ratusan tenaga kerja asing ( TKA) asal Cina ke Indonesia secara bebas saat Hari Raya Idul Fitri, Kamis (13/5/2021).
Padahal di waktu yang sama pemerintah memberlakukan larangan mudik bagi warga.
"Kita setuju penyekatan itu untuk mencegah pandemi, kami setuju kebijakan itu, yang kami enggak setuju rasa keadilan itu tidak ada, TKA melenggang kangkung di tengah pandemi," kata Iqbal dalam konferensi pers yang digelar secara daring lewat Zoom Meeting KSPI, Minggu (16/5/2021).
Said menduga masuknya ratusan TKA China ke Tanah Air ini berkaitan dengan kemudahan yang diberikan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 (UU Ciptaker).
Padahal, sambung Iqbal, dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13/2003, seorang TKA diwajibkan mengantongi surat izin tertulis dari Menteri Tenaga Kerja (Menaker) untuk dapat masuk ke Indonesia. Sekali pun RPTKA sudah didapat, kehadiran TKA tersebut akan ditolak jika tak disertai surat izin. (SindoNews, 16/5/2021)
Polemik pemerintahan di negeri ini kian hari kian semerawut, tidak jelas mana yang benar mana yang salah. Hukum di buat seolah hanya untuk dilanggar. Hasil kebijakannya pun tidak jelas mengarah kemana, kerap kali tumpang tindih. Fakta yang terjadi adalah diskriminasi dan kesenjangan.
Melihat hamparan karpet merah untuk para TKA, sebenarnya bukan permasalahan yang berputar pada mudik atau tidaknya rakyat atau problem yang muncul dari kelalaian penegakkan aturan saja, tapi sudah menjadi problem sistemis dan hanya bisa diselesaikan melalui pencabutan UU dan diselesaikan dengan menggunakan pengelolaan sistem ekonomi yang benar.
Lantas bagaimana pengelolaan sistem ekonomi yang benar itu? Apakah kembali menggunakan instrumen UU dari sistem yang sama? Sistem demokrasi, yang telah terbukti gagal memberangus kesenjangan sosial, antar si miskin dan si kaya tampak sangat jelas perbedaannya. Sistem yang kerap kali membuat inflasi perekonomian negara. Sistem yang memfasilitasi koruptor untuk terus tumbuh subur hingga makmur. Sistem yang berhasil memporak porandakan tatanan keluarga, hingga menciptakan generasi hedonis, individualis tidak bermoral? Haruskah kita bertahan dan terus menerapkan sistem yang telah terbukti keboborokan nya ini?
Kita sudah sering kali gonya-ganti pemimpin beserta jajaran kementrian berikut para pegawainya. Mulai dari pengurusan pusat hingga ke lini yang paling bawah. Tetapi tidak tampak perubahan yang signifikan justru hanya pembangunan infrastruktur yang jor- joran, itu pun dengan menambah beban hutang negara.
Lapangan pekerjaan yang harusnya terbuka untuk rakyat malah di ambil alih oleh para asing dan aseng. Sementara masyarakat lokal dijarah dengan beban adiministrasi perpajakan, harga bahan pokok serta biaya lain yang kian hari kian tak manusiawi. Kita bagaikan penumpang yang dikemudikan oleh supir boneka dengan mobil kencana yang usang dan bobrok.
Lantas apa yang harus dilakukan? Umat harus sadar bahwa keadaan negeri ini sudah di kuasai oleh para kapitalis menggunakan para bonekanya yang bertindak sebagai regulator untuk meraih dan memperlancar tujuan mereka. Untuk itu harus ada sebuah institusi yang berani dan mampu mendobrak aturan keji ini dengan aturan yang jauh lebih baik.
Islam bukanlah agama yang mengatur peribadatan saja, tapi Allah Ta'la sebagai sang Khaliq juga menciptakan aturan untuk mengatur kehidupan ciptaannya. Mulai dari bangun tidur sampai bangun negara Islam punya aturan dan solusinya, hal ini berlaku bukan hanya untuk muslim saja tapi juga untuk umat lainnya. Maka tidak heran mengapa islam di katakan sebagai Islam rahmatan lil alamiin.
Mengenai pengelolaan perekonomian negara, dalam Islam tugas pemimpin adalah mengurusi urusan umat. Tugas utamanya memberikan pelayanan dan pengayoman bagi rakyat. Kemandirian rakyat dalam perekonomian negara adalah bagaimana rakyat bisa bekerja memenuhi kebutuhan keluarganya bukan bersusah payah mencari pekerjaan atau bahkan membuka lapangan pekerjaan untuk kepentingan rakyat yang lain. Negaralah yang harus bertindak memberikan lapangan pekerjaan dan membantu memberikan modal usaha sampai rakyat benar benar bisa memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. (MuslimahNews, 19/5/ 2021)
Dalam Islam tidak dibenarkan pula mengakuisisi kepemilikan umum untuk kepentingan penguasa atau kepentingan salah satu rakyat secara pribadi. Sumber Daya Alam yang melimpah ruah dari sabang hingga merauke yang menjadi kepemilikan umum, SDA tersebut dikelola negara dan dikembalikan untuk rakyat. Jikalau terjadi kerjasama antar Asing, tentu pemegang hak kelola utama adalah negara, bukan malah meyerahkan pengelolaanya kepada pihak Asing.
Alasan yang mengatakan bahwa butuh sumberdaya manusia yang mumpuni dan berkualitas juga turut di perhatikan oleh negara, negara akan memberikan pendidikan dan bekal bagi rakyat, hingga rakyat mampu berdikari, mempunyai skill yang berkualitas. Tidak perlu sampai harus memasukan tenaga kerja Asing kedalam pengelolan perekoniman negara apalagi sampai harus terpaksa bekerja sama karena jeratan tipu daya sistem kapitalis. Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Sahara
(Aktivis Dakwah Beringin)
0 Komentar