Topswara.com -- Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menuai kontroversi. Tes yang diadakan untuk proses alih status kepegawaian KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Pasalnya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak berhubungan dengan kepentingan kebangsaan.
Misalnya, pertanyaan terkait doa Qunut atau sikap terhadap LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender). (Kompas.com, 08/05/21)
Dari 1.351 orang yang mengikuti tes, terdapat 75 orang yang dinyatakan tidak memenuhi syarat. Diantaranya adalah Novel Baswedan dan Harun Al Rasyid. Harun adalah ketua satgas OTT bupati Nganjuk.
Menurut Abraham Samad, mantan ketua KPK. 75 pegawai KPK yang tak lolos itu memiliki integritas dalam pemberantasan korupsi. Disebut Abraham, mereka adalah orang-orang yang tegak lurus, dan tetap menjaga marwah KPK. Abraham menduga ada skenario untuk menyingkirkan mereka. (Tribun News.com, 08/05/21)
Menanggapi hal itu, akademisi hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril tidak melihat adanya relevansi antara soal TWK dengan kompetensi jabatan yang diemban oleh staf KPK. Karenanya, ia meminta agar pimpinan KPK mengklarifikasi soal-soal itu.
Menurutnya, hal semacam itu menimbulkan banyak dugaan bahwa tes tersebut digunakan untuk menyeleksi ulang pegawai KPK.
Padahal, perintah undang-undang adalah pengalihan, bukan seleksi ulang.
"Walaupun sampai saat ini kita belum tahu apakah mereka dipecat atau tidak. Tapi arahnya kan dibaca ke sana," ujar dia.
Oce menuturkan, pegawai KPK sudah melalui proses seleksi yang cukup ketat, sehingga hanya perlu pengalihan status. Artinya, mereka sudah dianggap layak menjadi ASN. (Kompas.com, 08/05/21)
Kebanyakan pelaku korupsi adalah para pejabat atau orang-orang berkedudukan. Tentu hanya orang-orang yang bernyali yang berani mengungkapnya. Sehingga sangat disayangkan jika orang-orang yang berintegritas justru tersingkirkan melalui tes yang kontroversi.
Dari fakta ini publik pun bertanya, apakah ini upaya pelemahan KPK? Benarkah pemerintah serius memberantas korupsi ataukah hanya sekedar basa-basi.
Demokrasi Tumbuh Suburkan Korupsi.
Korupsi adalah penyakit akut yang belum bisa disembuhkan di negeri ini. Bagai penyakit menular yang terus menjalar menggerogoti tubuh ibu pertiwi. Korupsi berjamaah merata di semua lini. Dari pusat hingga daerah. Dari eksekutif, legislatif hingga yudikatif tidak ada yang mampu menghindar.
Jika korupsi hanya dilakukan oleh satu dua orang, itu adalah oknum yang perlu di treatment. Namun jika telah mewabah berarti ada yang salah dengan sistemnya.
Politik biaya tinggi pada sistem demokrasi menjadikan politik hitung-hitungan untung dan rugi. Berapa modal yang telah dikeluarkan untuk kampanye, mahar politik dan sebagainya, maka sebesar itulah minimal yang harus kembali kalau mungkin lebih besar lagi. Jalan termudah adalah korupsi. Jual beli jabatan, suap menyuap menjadi berita sehari-hari.
Orang-orang yang gila kekuasaan, cinta dunia telah melupakan akhiratnya. Imannya melayang ketika melihat uang. Harta negara seperti milik nenek moyangnya sendiri, semaunya diembat tanpa malu.
Perlu ada kerja keras dan keseriusan untuk mengatasinya. Ketegasan dari seorang pemimpin dan penegakan hukum yang menjerakan. Lebih dari itu perlu perubahan sistem hingga tidak terus memproduksi koruptor koruptor baru.
Islam Mencegah dan Memberantas Korupsi.
Islam sebagai agama yang sempurna memiliki metode agar korupsi tak tumbuh subur, diantaranya:
Pertama, menjadikan keimanan sebagai sandaran. Setiap pejabat dan seluruh rakyat harus berpegang pada iman yang kokoh. Perpedoman pada halal dan haram. Inilah pengawasan melekat sebagai benteng untuk tidak mengambil harta yang bukan haknya.
Kedua, pemilihan kepala negara dan kepala daerah secara praktis dan sederhana. Khalifah bisa dipilih melalui perwakilan (Ahlul Halli wal Aqdi) selanjutkan khalifah berwenang mengangkat wali/gubernur di tingkat daerah. Mekanisme ini jelas hemat biaya politik, disamping lebih mudah mencari pemimpin yang kompeten bukan yang banyak modal untuk pencitraan.
Ketiga, gaji yang layak bagi para pejabat. Agar pejabat dapat hidup secara layak dan tak tergoda untuk berbuat curang. Di samping itu harta para pejabat terus diawasi. Jika diketahui kepemilikan harta yang tidak masuk akal maka akan diproses dan disita oleh negara.
Keempat, hukum yang bersumber dari syariat. Tidak akan ada pasal-pasal pesanan hingga menutup celah suap menyuap untuk menggolkan undang-undang dalam proses legislasi. Peraturan yang dihasilkan pun jelas yang terbaik karena berasal dari Zat yang maha mengetahui.
Kelima, sanksi yang tegas bagi pelaku korupsi sesuai kadar perbuatannya. Sangsi bisa berupa pewartaan, penyitaan harta, penjara bahkan sampai hukuman mati.
Demikianlah Islam telah menunjukkan bagaimana menciptakan sistem pemerintahan yang bersih dari korupsi. Sehingga kekayaan negara yang melimpah bisa digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan kemajuan negara bukan menjadi lahan subur bagi tikus-tikus berdasi. Wallahu'alam
Oleh: Ersa Rachmawati
(Pegiat Literasi)
0 Komentar