Topswara.com -- Akhir Desember 2011 lalu, pengusaha muda asal Samarinda Wahdani Wiryawan menarik kembali hadiah mobil mewah seharga Rp 200 juta-an untuk istrinya yang dibeli secara kredit sejak Oktober 2011. Tentu saja sang istri syok luar biasa. Namun Wahdani bergeming. Ia tetap menjualnya dan melunasi sisa kreditnya.
Belum juga hilang rasa terkejut sang istri, Wahdani pun menyatakan menutup perusahaan otomotif dan usaha asuransinya. Padahal kedua usaha yang dibangunnya sejak sepuluh tahun lalu itu menghasilkan pundi-pundi rupiah antara seratus hingga dua ratus juta per bulan. Seperti sikapnya tadi, Wahdani tetap tidak mau mendengar penolakan dari istrinya.
Begitu juga usaha rental mobil yang mobilnya masih kredit semua itu mengalami nasib serupa di tangan Wahdani. Bukan hanya itu, bisnis properti yang dirintisnya sejak tahun 1997 dia tinggalkan juga.
“Ketika mendengar saya mau tutup empat bisnis saya, keluarga syok, tetapi itu tidak membuat saya urung. Saya tidak main-main, kalau A ya A kalau B ya B!” tegas Wahdani.
Tentu saja sang istri syok berat dan bertanya-tanya ada apa dengan suaminya? Pertanyaan itu pula yang diajukan Media Umat kepadanya di sela-sela acara Muslim Entrepreneur Forum (MEF) 2012, Kamis (26/1/2012) siang di Gedung Smesco, Jakarta.
Polymatch Usaha
Wahdani lahir di Samarinda, 27 Mei 1977. Sejak TK hingga jadi sarjana semua dia tamatkan di kota kelahirannya. Sarjana perikanan Universitas Mulawarman lulusan 1999 ini memulai bisnis sejak masih kuliah. Ia menjadi kontraktor, klien pertamanya adalah pemerintah dengan proyek pembangunan rumah program Jaringan Pengaman Sosial.
Tahun 2000, Wahdani diterima sebagai karyawan perusahaan otomotif terkemuka di Indonesia. Pada tahun yang sama pula, ia merintis bisnis otomatifnya sendiri. Bisnisnya sama sekali tidak mengganggu kerjanya. Justru saling mendukung, sehingga bisnis lancar kerja pun berprestasi. Buktinya, ia mendapat predikat karyawan Best of the Best nasional empat tahun berturut-turut dari 2006-2009, lantaran mampu menjual mobil setiap bulannya mencapai 60-70 unit.
Kepiawaiannya meyakinkan orang untuk membeli mobil yang ditawarkannya, menjadi modal dasar menjadi trainer pengembangan SDM. Dia pun mengisi training pengembangan SDM di berbagai bank sambil menjalankan usaha asuransi jiwa dan asuransi kerugian di samping bisnis lainnya.
Untuk mendukung usaha training, ia pun membeli semua peralatan dan perlengkapan multimedia. Dan ternyata banyak pula orang yang membutuhkan multimedia sehingga ia pun membuka usaha multimedia. Memahami banyak orang yang butuh sarana transportasi yang dapat mengantar secara rutin dari Samarinda ke kota lainnya di Kalimantan Timur, ia pun tidak hanya menjual mobil tetapi membuka pula bisnis travel. Karena ada saja pelanggan travel-nya yang ingin menyewa mobil, Wahdani membuka usaha rental mobil.
Mobilnya didapat secara kredit pula. “Karena pola pikir saya dulu itu kredit itu sangat indah dan mudah dalam mendapatkan suatu barang,” ungkapnya.
Karena usahanya semakin banyak, apa lagi sejak Desember 2010 ia mendirikan PT untuk menaungi semua usahanya, Wahdani mengundurkan diri dari pekerjaannya di perusahaan otomotif terkemuka itu. Namun ia tidak diperbolehkan keluar. Hingga pada Juni 2011, setelah melayangkan surat resign yang ketigakalinya, barulah surat pengunduran dirinya itu dikabulkan.
Titik Balik
Wahdani memang pengusaha tangan dingin, sehingga mampu menangkap setiap peluang untuk dijadikan bisnis baru. Tak heran, ia pun menjadi pengusaha yang cukup terkenal di Samarinda. Maka, para aktivis Islam kaffah mengundangnya untuk mengikuti training “Kiat Praktis Bebas Utang, Hidup Tenang Bisnis Berkembang”.
Wahdani pun mengikuti training yang diselenggarakan di hotel bintang empat di Samarinda pada 16-17 Desember 2011 dan diikuti sekitar 52 pengusaha Samarinda. Dalam training yang merupakan salah satu workshop yang digelar para aktivis Islam kaffah di berbagai daerah menjelang MEF itu, Wahdani benar-benar syok saat fasilitator menjelaskan keharaman riba (salah satunya bunga bank atau pun selisih uang dalam pinjaman).
“... Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya!” ujar fasilitator membacakan Al-Quran surah al-Baqarah Ayat 275.
Di samping itu, fasilitator pun menjelaskan keharaman leasing (akad sewa dan akad jual dalam satu transaksi kredit). “Rasulullah SAW melarang dua akad dalam satu transaksi (akad)!” ungkap fasilitator membacakan hadits Riwayat Imam Ahmad.
Mendengar itu semua Wahdani benar-benar syok dan menangis. “Usaha saya selama ini memang berhubungan dengan yang namanya riba dan leasing!” ungkapnya.
Ia pun meyakini bahwa keresahaannya selama ini karena adanya keharaman dalam berbisnis sehingga dikarunia penyakit di kepala, hidup tidak tenang, tidur pun tidak enak. Keharaman ini pula barang kali yang membuat dirinya selalu menganggap segala sesuatu itu dari sudut pandang profit, profit dan profit, dunia adalah segalanya.
“Usai acara itu saya berpikir balik saya tidak akan mengejar dunia, dunia yang akan mengejar saya,” tekadnya.
Memang, sebelum menghadiri acara tersebut ia benar-benar tidak tahu keharaman riba dan leasing. “Saya pikir yang saya lakukan adalah benar karena dari nenek saya, kakek saya, menggunakan sistem itu dari dulu sampai sekarang. Dan saya pikir itu hal yang sangat-sangat wajar. Apalagi pemerintah sendiri mulai dari pusat hingga daerah mentasbihkan itu halal,” ungkapnya.
“Saya adalah masternya riba, dan training itu menjadi titik balik saya!” ungkapnya. Bisnis otomotif yang ia jalani misalnya.
“Otomatis berhubungan dengan bank, hampir 95 persen pembeli saya berhubungan dengan kredit melalui leasing di bank. Saya juga mendapatkan fee dari bank dan dari pihak leasing!” ungkapnya.
Sejak detik itu, ia langsung bertekad memantaskan diri untuk mendapatkan ampunan Allah SWT dengan meninggalkan sisa riba dan mengakhiri leasing. Tekad mulianya itu benar-benar ia laksanakan dan tuntas dalam dua pekan setelah training tersebut. Masyaallah.
Kalau boleh dikatakan bahwa pahala itu ada persekotnya di dunia, apa yang dialami dan dirasakan Wahdani usai meninggalkan keharaman adalah persekotnya. Karena penyakit kepala yang dideritanya selama ini tidak sembuh-sembuh bahkan divonis dokter kalau tidak operasi, “Saya Inna lilahi....”
“Alhamudillah ketika saya meninggalkan riba, sakit kepala saya berkurang sangat signifikan sekali,” akunya sembari beriktiar mengobati sakit kepalanya dengan air liur lebah.
Tetapi yang lebih plong lagi hatinya. “Ibaratnya ada paku nancap di kaki saya, sekarang sudah tidak ada lagi. Inilah yang membuat bisnis saya selama ini lebih santai, lebih lega, lebih enak rasanya,” tuturnya.
Dan yang lebih melegakan lagi, tatkala sang istri yang awalnya syok akhirnya mau menerima kenyataan bahwa hidup di dunia ini hanya sekejap tapi sangat menentukan kehidupan di akhirat kelak, apakah masuk surga atau kekal abadi di neraka lantaran memakan riba? Di samping itu, istrinya pun bertambah rajin ibadah dan shalat Dhuha. Alhamdulillah.[]
Joko Prasetyo
Dimuat pada rubrik SOSOK Tabloid Media Umat edisi 75
Awal Februari 2012
0 Komentar